Dinilai Cemarkan Nama Baik Kapolda Sumut, 2 Jurnalis Dijemput Paksa Polisi

Dua jurnalis dijemput paksa tim Polda Sumut. Seorang di antaranya sudah ditetapkan menjadi tersangka pencemaran nama baik. Situs media online tempat keduanya bekerja juga tak lagi bisa diakses.

oleh Reza Efendi diperbarui 08 Mar 2018, 10:01 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2018, 10:01 WIB
Instruksi Keras Kapolda Sumut untuk Kasus Begal
Kapolda Sumatera Utara Irjen Paulus Waterpauw. (Liputan6.com/Reza Perdana)

Liputan6.com, Medan - Tim Subdit II/Cyber Crime Polda SumutPolda Sumatera Utara (Sumut) menjemput paksa dua jurnalis media daring sorotdaerah.com atas nama Jon Roi Tua Purba dan Lindung Silaban terkait dugaan pemberitaan yang mencemarkan nama baik Kapolda Sumatera Utara Irjen Paulus Waterpauw pada 6 Maret 2018.

Sehari usai penjemputan paksa itu, Kapolda Sumut mengatakan salah satu dari kedua jurnalis yang dinilai sebagai penyebar berita bohong atau hoaks ditetapkan sebagai tersangka.

"Satu sudah tersangka," kata Kapolda Sumut, Rabu, 7 Maret 2018.

Informasi diperoleh, polisi menjemput Jon dari rumahnya di Kota Pematangsiantar. Sedangkan, Lindung Silaban dijemput polisi di kawasan Padang Bulan, Jalan Jamin Ginting, Kota Medan.

Jon yang sebelumnya dijemput polisi saat ini sudah dipulangkan oleh Polda Sumut, sedangkan Lindung masih diperiksa oleh polisi.

"Sudah tersangka statusnya, karena ada beberapa berita yang dia buat terdapat unsur-unsur pencemaran nama baik. Kemudian juga institusi dan juga berita bohong atau hoax," kata Kapolda.

Jenderal bintang dua itu juga mengungkapkan, dugaan pencemaran nama baik karena dalam berita yang dimuat di dalam media online tersebut menyebutkan hubungan dirinya dengan Mujianto, seorang tersangka kasus penipuan.

"Soal itu, dari mana dia tahu kita ketemu. Saya sama Mujianto ketemu baru di sini, ada pengobatan katarak di Rumah Sakit Polri di Tebing Tinggi. Kemarin saat kebakaran rumah anggota Brimob, mereka bantu. Buddha Tzu Chi ada di mana-mana, lembaga yang konsen terhadap humanisme," ucapnya.

 

 

 

 

 

Kecaman AJI Medan

Tim Khusus Selidiki Kasus Pengantin Turun dari Helikopter Diduga Milik Polisi
Meski membentuk tim khusus, Kapolda Sumut Irjen Paulus Waterpauw yakin jika tidak ada komersialisasi aset negara dalam kasus pengantin turun dari helikopter milik polisi itu. (Liputan6.com/Reza Efendi)

Paulus menuturkan, pelaporan kedua jurnalis tersebut bukan semata laporan pribadinya, melainkan dari Ditkrimsus Polda Sumut. Pelaporannya di Krimsus masuk dalam model A, yang artinya oleh pihak kepolisian sendiri, penyidik yang melaporkan.

"Dalam pemberitaan yang dibuat oleh jurnalis tersebut sangat tendensius dan tidak ada dasar fakta. Seakan-akan kita ini sudah hancur lebur, kita kacau balau. Jadi, biarlah mereka mempertanggungjawabakan perbuatannya," ucap Paulus.

Disinggung mengenai kedekatan dirinya dengan Mujianto, Paulus dengan tegas membantah hal tersebut. Ia mengaku baru tujuh bulan lalu ketemu dengan Mujianto.

"Saat itu kita beri bantuan ke Asrama Brimob. Saya diundang Dansat Brimob karena saat itu ada penyerahan bantuan dari Buddha Tzu Chi," kata Paulus.

Ketua AJI Medan Agoez Perdana mengatakan sangat keberatan dengan penjemputan paksa dua jurnalis sorotdaerah.com oleh Polda Sumut. Ia menilai hal itu sangat bertentangan dengan semangat kebebasan pers yang telah diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Selain itu, Polda Sumut diduga telah memblokir akses terhadap situs sorotdaerah.com, yang bertentangan dengan isi Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Pasal itu berbunyi, "Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran, dengan ketentuan pidana seperti tersebut dalam Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Bagi setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan tersebut, dapat diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta."

"Sesuai dengan isi nota kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: 2/DP/Mou/II/2017 dan Nomor: B/15/II/2017 tentang koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan, maka kami meminta Polda Sumut untuk menghentikan proses penyelidikan dan selanjutnya harus berkoordinasi kepada Dewan Pers terkait adanya kasus dugaan tindak pidana di bidang pers," kata Agoez.

Kronologi Penjemputan Paksa

Ilustrasi hoax
Ilustrasi hoax (iStockPhoto)

Koordinator Divisi Advokasi AJI Medan Dewantoro menerangkan, kronologi penjemputan paksa dua jurnalis oleh Polda Sumut pada Selasa, 6 Maret 2018. Sekitar pukul 03.30 WIB dini hari, pintu depan dan belakang rumah John Roi Tua Purba diketuk. Setelah dibuka beberapa orang mengaku sebagai petugas dari Polda Sumatera Utara dan Polres Pematangsiantar.

"Jon Roi Tua Purba sempat menanyakan tentang surat tugas lalu mereka menunjukkan surat tugas untuk menjemputnya guna diperiksa atas berita di sorotdaerah.com terkait dugaan penerimaan gratifikasi oleh Kapolda Sumut Irjen Pol Paulus Waterpauw dari pengusaha Mujianto. Menurut keterangan Jon, di dalam surat tugas penjemputan tidak ada disebutkan namanya," katanya.

Kemudian saat hendak dibawa ke Polres Pematangsiantar, Jon Roi membawa berkas-berkas perizinan media online sorotdaerah.com. Hanya lima menit di Polres Pematangsiantar, dia kemudian dibawa ke Polda Sumut dan tiba pukul 05.30 WIB.

Dia diperiksa sebagai pengelola media online sorotdaerah.com dari pukul 11.00 WIB hingga 20.30 WIB. "Selama diperiksa, barang-barang miliknya berupa dua unit handphone, dan satu unit laptop disita petugas," kata Dewantoro.

Sedangkan, Lindung Silaban dijemput petugas Polda Sumut pada Selasa, 6 Maret 2018, pukul 21.00 WIB. Lindung diperiksa sebagai Pemimpin Redaksi dan media online sorotdaerah.com.

Menurut Lindung, berita tersebut merupakan berita rilis dari jurnalis di Polda Sumut. Saat menerima rilis tersebut, dia sempat menghubungi Muslim Muis yang menjadi narasumber di dalam berita dan dibenarkannya.

Pihaknya juga sudah mengkonfirmasi hal itu ke Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Rina Sari Ginting. Konfirmasi tersebut juga sudah ditulis dalam berita yang sama.

Sedangkan, Kapolda Sumut tidak merespons panggilan telepon maupun tanggapan saat dihubungi di nomor selulernya.

"Sejak dijemput paksa hingga kini, kedua jurnalis itu belum diperbolehkan pulang dan masih menjalani pemeriksaan di ruang penyidik Ditreskrimsus Polda Sumut," kata Dewantoro.

Tak Terdaftar?

Penangkapan Ditangkap Penahanan Ditahan
Ilustrasi Foto Penangkapan (iStockphoto)

Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan mengatakan jurnalis yang diduga mencemarkan nama baik itu, disebut mengakui telah membuat dan menerbitkan berita mengenai Kapolda Sumut.

"Selain itu, tersangka tersebut tidak memiliki keanggotaan resmi sebagai wartawan," ujar AKBP MP Nainggolan, dilansir Antara, Rabu, 7 Maret 2018.

Ia mengatakan, penetapan tersangka LS, setelah tim selesai melakukan gelar perkara dengan bagian wassidik Krimsus Polda Sumut. Barang bukti yang disita berupa satu unit telepon android yang membuat tulisan penghinaan tersebut.

Ia juga mengaku, petugas Unit II Krimsus Polda Sumut telah melakukan pemeriksaan pendahuluan kepada Dewan Pers Provinsi Sumatera Utara, dan disebutkan bahwa LS tidak terdaftar dalam keanggotaan Pers dan profesi jurnalistik.

"Tersangka dijerat sesuai Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang ITE Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2018 mengacu pada ketentuan Pasal 310, Pasal 311 dan Pasal 316 KUH Pidana," ucapnya.

Nainggolan menyebutkan, selama menjalani pemeriksaan, tersangka LS didampingi oleh penasihat hukumnya Armada Sihite dan Aidil A Aditya. "Hingga saat ini, masih dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka dan sejumlah saksi-saksi," kata Kasubbid Penmas Polda Sumut itu.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya