Tuak Manis yang Tak Bikin Mabuk dari Desa Munduk Bali

Tuak manis dari Desa Munduk, Bali, diproduksi untuk menyiasati harga gula aren yang melorot. Bagaimana bisa?

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jul 2018, 08:00 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2018, 08:00 WIB
20160512-Melihat Proses Pembuatan Gula Aren Suku Baduy Luar-Banten
Sejumlah gula aren telah dimasukan ke dalam cetakan berukuran bulat di Baduy Luar Kampung Kadu Jangkung, Kabupaten Lebak, Banten (12/05). Pembuatan gula aren memerlukan waktu sekitar enam jam. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Buleleng - Mendengar kata tuak, mungkin yang terbayang adalah minuman tradisional mengandung alkohol yang membuat peminumnya mabuk berat. Namun, tuak murni dengan rasa manis produksi warga Desa Munduk Bestala, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali, diklaim tak demikian. Bahkan, peminumnya justru akan merasa segar bugar.

"Tuak di Munduk berbeda dengan minuman sejenis yang beralkohol, karena peminumnya dijamin tidak akan mabuk, tapi justru sehat," kata petani aren dari Desa Munduk Bestala, Putu Aryawan di Singaraja, Buleleng, pekan lalu, dilansir Antara.

Tuak manis itu merupakan produksi petani aren dari Desa Munduk Bestala yang disadap dari pohon aren yang tumbuh di desa itu. Minuman tersebut kini sudah diproduksi dengan kemasan menarik serta diedarkan ke sejumlah wilayah, seperti Singaraja dan Denpasar.

"Tuak yang dikemas itu adalah tuak segar yang baru dipanen dari pohon aren tanpa melalui proses pengolahan kembali dan sama sekali tak dicampur dengan zat atau bahan-bahan lain," kata Putu Aryawan.

Menurut petani yang giat memproduksi minuman tuak manis dalam kemasan itu, tuak yang disadap dari pohon aren itu cukup disaring agar bersih dan rasa manis dari tuak itu juga tetap terjaga. "Di Desa Munduk Bestala memang tumbuh banyak pohon aren," katanya.

Enau atau aren (Arenga pinnata, suku Arecaceae) adalah palma yang terpenting setelah kelapa (nyiur) karena merupakan tanaman serba guna. Tumbuhan ini dikenal dengan pelbagai nama seperti nau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk atau ijuk (aneka nama lokal di Sumatra dan Semenanjung Malaya).

Nama lainnya adalah kawung, taren (Sd.); akol, akel, akere, inru, indu (bahasa-bahasa di Sulawesi), moka, moke, tuwa, tuwak (di Nusa Tenggara) dan lain-lain.

Bangsa Belanda mengenalnya sebagai arenpalm atau zuikerpalm dan bangsa Jerman menyebutnya zuckerpalme. Dalam bahasa Inggris disebut sugar palm atau Gomuti palm.

Salah satu produk aren adalah nira. Caranya dengan menyadap tangkainya kemudian ditampung dalam tempat semacam bambu yang biasa diambil pagi atau sore. Nira inilah yang menghasilkan beragam jenis produk. Misalnya, gula aren dan tuak.

Nira dari aren mengandung gula antara 10-15 persen. Cairan ini dapat diolah menjadi minuman segar, difermentasi menjadi tuak nira, dijadikan sirup aren atau diolah lebih lanjut menjadi gula aren, gula semut, dan sebagainya.

Pohon aren itu diambil air niranya, kemudian difermentasikan sehingga menjadi putih dan menimbulkan bau yang khas. Menurut para ahli, tuak merupakan minuman yang memiliki kadar alkohol rendah dan berguna untuk menekan syaraf sentral konsumennya sehingga lebih tenang.

 

 

Pemicu Produksi Tuak Manis

PKSN KWI
Sekretaris Eksekutif Komisi Komsos KWI Pastor Kamilus Pantus (kanan) minum tuak saat dsambut Vikjen Keuskupan Palangka Raya Pastor Subandi di halaman Gereja Katedral, Senin (7/5/). (Liputan6.com/Abdi Susanto)

Biasanya, aren dijadikan warga untuk gula merah atau gula aren yang cukup terkenal. Namun dalam masa sekitar setahun lalu, harga gula aren merosot. Merosotnya harga itu menginspirasi Putu Aryawan untuk beralih menjual tuak manis yang dikemas dalam botol dan dilabeli "Tuak manis dari pohon Aren Munduk Bestala".

"Rendahnya harga gula merah membuat saya mencoba menjual tuak manis yang dikemas dalam botol dan ternyata banyak yang pesan. Jadi, usaha ini saya teruskan," katanya.

Bahkan, kata Aryawan yang membawakan sendiri pesanan itu ke sejumlah wilayah itu, pesanan bisa datang dari Kota Denpasar.

Untuk pemasaran, dia melakukannya lewat daring (online) dan melalui telepon. Selain itu, dia juga menitipkan tuak manis kemasan itu pada sejumlah pedagang di objek wisata alam di Desa Pedawa, Buleleng.

Putu Aryawan memiliki sekitar 40 pohon aren di kebunnya. Dari pohon sebanyak itu, dia bisa menyadap tuak setiap hari dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi pesanan konsumen.

Rata-rata, dia memproduksi tuak manis sebanyak 200 botol per minggu. Namun dia juga bisa memproduksi sesuai pesanan dengan jumlah melebihi produksi setiap minggunya.

"Sehari, kami sebenarnya bisa menyadap tuak untuk sekitar 40 hingga 50 botol, namun tak semua tuak itu saya kemas dalam botol," tutur Aryawan.

Meski kini memproduksi tuak manis, Aryawan juga tetap mengolah aren menjadi gula merah. Keduanya menjadi kekhasan dari Desa Munduk Bestala yang tetap dijaganya.

Hanya saja, pembuatan dan penjualan nira dalam bentuk tuak itu juga untuk menyiasati anjloknya harga gula aren. Tuak yang dijual adalah tuak segar yang baru dipanen dan tanpa melalui proses pengolahan kembali.

Hanya cukup dengan menyaring tuak tersebut agar bersih dan rasa manis dari tuak ini tetap terjaga. Masyarakat lebih mengenal dengan sebutan tuak manis.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya