Liputan6.com, Mataram - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, menjelaskan kepada masyarakat Mataram, Lombok, bagaimana proses gempa susulan di Lombok terus terjadi.
"Gempa di Lombok kali ini adalah siklus 200 tahunan dari patahan Flores, energi terkuat telah selesai," kata Dwikorita di Mataram, Lombok, Kamis (9/8/2018), dilansir Antara.
Ia menyebutkan titik gempa terkuat berada di Lombok Utara dan Lombok Timur, kemudian muncul titik di Mataram. Ia menjelaskan juga Pulau Lombok berdekatan dengan batu bumi yang patah dan disebut sebagai Sesar Flores.
Advertisement
Bentang patah sesar Flores ini memanjang dari Bali hingga utara Laut Flores. Ketika patah terjadi, energi yang sangat besar akan muncul. Patahan terbesar muncul pada 200 tahun silam dan kali ini pengulangan kembali.
Baca Juga
Energi tersebut keluar secara berangsur dengan dua kali energinya memiliki efek merusak di Lombok. Daya kekuatan energi itu akan terus berasa setelah titik puncaknya, yang biasa disebut gempa susulan.
Berdasarkan data dari BMKG, titik energi terbesar telah keluar pada Minggu, 5 Agustus 2018, yang menyebabkan getaran hingga 7,0 SR. Setelah kejadian energi besar tersebut, lazim masih menyisakan energi yang kecil, tapi ia menyebut kecil kemungkinan untuk besar kembali.
"Justru akan sangat berbahaya jika setelah gempa besar terjadi, tapi tidak ada gempa susulan kecil setelahnya, berarti masih ada potensi energi besar," tuturnya.
Namun di Lombok, potensi energi besar tersebut telah terlewati. Ia menginformasikan kepada seluruh masyarakat Lombok diperbolehkan untuk kembali ke rumah masing-masing.
"Warga sudah boleh jika ingin kembali ke rumah, keadaan sudah berangsur aman," kata Dwikorita.
Kepala BMKG menjelaskan bahwa titik puncak getaran gempa dan potensi tsunami sudah terlewati. Yang muncul sekarang hanya getaran gempa susulan yang semakin mengecil.
Sampai Empat Minggu ke Depan
Hingga saat ini, 355 kali gempa susulan terjadi sejak gempa bumi berkekuatan 7,0 Skala Richter (SR) mengguncang Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat dan sekitarnya pada Minggu, 5 Agustus 2018.
"Hingga Kamis pukul 08.00 Wita, tercatat 355 kali gempa susulan," kata Kepala Bagian Humas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Hary Tjatmiko, dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dari lebih 300 kali gempa susulan tersebut, gempa yang dirasakan cukup kuat tercatat sebanyak 17 kali.
Periode gempa bumi susulan yang terjadi juga semakin jarang, tercatat sejak Kamis dini hari pukul 00.00 Wita hingga pukul 08.00 Wita gempa terjadi enam kali, yaitu masing-masing tiga kali pada pukul 02.00 dan 03.00 Wita.
Hingga Rabu, 8 Agustus 2018, BNPB dan BPBD Nusa Tenggara Barat menyebut korban meninggal 131 orang, ratusan lainnya luka-luka, dan ribuan rumah rusak.
Kepala BMKG mengatakan gempa susulan skala kecil akan terus terjadi hingga empat minggu ke depan. "Tiga hingga empat minggu ke depan gempa kecil masih akan terjadi. Kita harus menerimanya, ini proses alam," kata Dwikorita.
Ia menjelaskan, masyarakat harus bersama-sama dalam menghadapi cobaan tersebut, sebab posisi Pulau Lombok memang berada pada patahan batu besar di bumi.
Gempa yang akan terjadi, menurutnya, hanya pada kisaran 5.0 SR maksimal, atau tidak memiliki efek merusak. Bagi masyarakat yang rumahnya sudah retak akibat gempa besar 7.0 SR pada Minggu, 5 Agustus 2018, diimbau tetap waspada.
Ia menjelaskan juga Pulau Lombok berdekatan dengan batu bumi yang patah dan disebut sebagai Sesar Flores.
Bentang patah sesar Flores ini dari Bali hingga utara Laut Flores. Ketika patah terjadi akan memunculkan energi yang sangat besar, patahan terbesar muncul pada 200 tahun silam dan kali ini pengulangan kembali.
Energi tersebut keluar secara berangsur dengan dua kali energinya memiliki efek merusak di Lombok. Daya kekuatan energi tersebut akan terus berasa setelah titik puncaknya, yang biasa disebut gempa susulan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement