Menengok Karya Mengagumkan Schoemaker Bersaudara di Bandung

Gedung yang hanya menggunakan garis lurus horizontal dan vertikal dan bentuk-bentuk persegi panjang itu sangat bersih. Lingkungannya pun luar biasa asri.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 13 Agu 2018, 12:00 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2018, 12:00 WIB
Menyusuri kawasan Markas Komando III Siliwangi
Menyusuri kawasan Markas Komando III Siliwangi

Liputan6.com, Bandung - Pagi yang cerah di Bandung, pada akhir pekan kemarin, serombongan orang berjalan turun dari bus Bandros yang mereka tumpangi.

Kemudian, dengan ekspresi wajah yang riang, rombongan tadi berkumpul di depan gedung bergaya De Stijl, yang dikenal juga sebagai neoplasticism, sebuah gerakan artistik Belanda yang didirikan pada 1917.

Gedung yang hanya menggunakan garis lurus horizontal dan vertikal dan bentuk-bentuk persegi panjang itu sangat bersih. Lingkungannya pun luar biasa asri.

Sebaris untaian aksara di salah satu dinding bangunan tertera: Anno 1912. Itulah Paleis van de Legercommandant atau istana panglima tertinggi militer, kini lebih dikenal dengan Markas Kodam III Siliwangi yang terletak di Jalan Aceh, Bandung.

De Stijl hanya salah satu dari berbagai aliran arsitektur dunia yang diaplikasikan pada bangunan-bangunan yang ada di kota ini. Beberapa aliran yang lain ada Romantik Klasik, Indische Empire Stijl, hingga aliran Art Deco.

Gedung Makodam ini memiliki desain tegak dan lurus khas militer rancangan dua bersaudara Schoemaker, Charles Prosper Wolff Schoemaker dan Richard Leonard Arnold Schoemaker. Keduanya tak lain adalah Guru Besar dari Technische Hogeschool (TH), sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB).

Meneer Schoemaker, arsitek kenamaan di Hindia-Belanda pada awal abad ke-19, punya warisan arsitektur yang ditinggalkan, sehingga membuat siapa pun yang mengunjungi Bandung akan terkagum-kagum.

Tak terkecuali rombongan Historical Trips, sebuah agensi tur sejarah. Mereka berkesempatan untuk mengunjungi gedung berusia satu abad itu.

Simak video pilihan berikut ini:

Pascakemerdekaan Menjadi Markas Kodam III Siliwangi

Ruang Sudirman
Ruang Sudirman, salah satu ruangan istimewa di Makodam III Siliwangi

Dalam kesempatan mengeksplorasi Makodam itu, Kepala Pelaksana Pembinaan Mental dan Sejarah Kodam III Siliwangi Mayor Infanteri Engkos Kosim yang memberi informasi sejarah bangunan.

Engkos berkata, Gedung Markas Kodam III Siliwangi didirikan pada 1918 oleh arsitek Schoemaker bersaudara. Awalnya, bangunan didirikan sebagai rumah dinas petinggi militer Belanda.

Pascakemerdekaan Indonesia, bangunan ini kemudian menjadi markas bagi tentara Divisi I/Siliwangi yang saat itu merupakan gabungan dari Brigade I/Tirtayasa, Brigade II/Suryakancana, Brigade III/Kian Santang, Brigade IV/Guntur, dan Brigade V/Sunan Gunung Jati.

"Bangunan ini memiliki desain tegak lurus. Pembangunannya sendiri memakan waktu dua tahun lamanya," kata Engkos.

Berdasarkan catatan sejarah, pada awal abad ke-20 pemerintah Hindia Belanda menjadikan Kota Bandung sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat komando militer. Hal itulah yang melatari pembangunan gedung-gedung di Bandung sebagai pusat pemerintahan.

Saat ini, kata Engkos, bangunan itu memiliki beberapa ruangan. Ruang bina juang kodam-- atau yang diberi nama ruang Sudirman--adalah yang paling menonjol di area ini.

Ruang Sudirman merupakan ruang khusus Makodam III Siliwangi yang mempunyai makna yang berkaitan nilai juang dan semangat pengabdian yang tulus dan suci bagi warga Kodam III Siliwangi.

"Ruang ini untuk memupuk, memelihara dan mengembangkan tradisi luhur yang ada dan hidup di tengah-tengah prajurit Siliwangi, serta menumbuhkan kecintaan dan kebanggaan pada satuan," ujar Engkos seraya menambahkan, ruangan diresmikan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar pada 20 Mei 1994.

"Dinamakan ruang Sudirman dengan harapan agar semua sikap, perilaku, pengabdian dan semangat juang dari panglima besar Jenderal Sudirman dapat diwarisi oleh setiap prajurit Siliwangi dalam melaksanakan tugas," tuturnya.

Ruang Sudirman sendiri dibagi empat ruangan. Pertama, ruang utama. Dari pantauan di lokasi, terdapat relief di aula utama gedung ini. Selain relief bergambarkan perjalanan hidup Sudirman, ada pula relief perjuangan Siliwangi. Ruangan ini digunakan untuk melaksanakan acara-acara tradisi Kodam, seperti menerima laporan prajurit baru, serah terima jabatan pejabat, dan menerima tamu kehormatan.

Kedua, ruang pataka. Ruangan ini digunakan untuk menggugah semangat juang prajurit Siliwangi setelah melihat lebih dekat pataka sebagai simbol lambang-lambang kebanggaan dan kehormatan.

Selain ruang pataka, ada juga ruang kehormatan. Ruangan khusus ini sebagai kehormatan tertinggi bagi setiap prajurit Siliwangi yang telah mendarma bakti dirinya secara optimal bagi keharuman bangsa dan negara dengan prestasi yang gemilang.

Terakhir, terdapat ruang tamu VIP yang berfungsi untuk menerima tamu-tamu kehormatan. Ruang Sudirman masih terjaga dengan baik. Begitu pula dengan keseluruhan bangunan utama Kodam III Siliwangi.

Akan tetapi, masyarakat belum tentu bisa mendapatkan akses masuk ke bangunan cagar budaya ini. Hal itu dikarenakan protokoler lingkungan militer.

"Untuk acara kebesaran seperti ulang tahun kodam itu boleh. Tapi hari biasa tidak diperkenankan," kata Engkos.

Keluarga Keturunan Militer

Bangunan karya Schomaker bersaudara
Bangunan karya Schomaker bersaudara

Selama puluhan tahun, Schoemaker bersaudara telah meraih nama besar dalam pembangunan kota Bandung. Kedua arsitek ini memiliki peran besar dalam rancangan masterplan kota Bandung masa kuno.

Berdasarkan keterangan yang dinukil dari laman 4linkedarchitect, keluarga Schoemaker adalah keluarga keturunan militer. Kakak dan ayahnya adalah perwira tinggi pada angkatan darat kerajaan Belanda. Oleh karena itu, Schoemaker sempat menjalani pendidikan Akademi Militer di Breda, Belanda.

Seperti umumnya arsitek militer, Schoemaker awalnya menggarap dan merencanakan bangunan militer sesuai dengan standar dan model yang telah dibakukan pemerintah Kolonial Belanda.

Tapi kemudian, Wolff Schoemaker dan adiknya, Richard Schoemaker, ketika merancang istana panglima tertinggi militer (kini Markas Kodam III Siliwangi) mulai berani mengungkapkan gaya arsitektur yang lebih modern, yakni dengan memperkenalkan gaya arsitektur de stijl.

Schoemaker lebih memillih gaya arsitektur de stijl ketimbang model standar bangunan militer yang dinilainya membosankan dan terkesan kaku. Gaya arsitektur de stijl mulai berkembang di negeri Belanda pada masa usai Perang Dunia (PD) I dan banyak sekali memengaruhi gaya bangunan di Nusantara pada zaman itu.

Pada 1920-1938 Schoemaker mulai mengembangkan eksperimen arsitektur. Selain gaya arsitektur Indo-Europeeschen Architectuur Stijl yang mendominasi sebagian besar karya arsitekturnya, Wolff Schoemaker bersama Richard Schoemaker, Ir. Rood dan G. Hendriks dengan tekun mempelajari gaya dan karya arsitek Frank Lloyd Wright.

Dari hasil eksperimen itu, Wolff Schoemaker misalnya, mampu merancang Grand Hotel Preanger yang dibangun kembali pada 1929 dengan gaya arsitektur Wright.

Karena begitu banyaknya bangunan karya Wolff Schoemaker dan Richard Schoemaker di kota Bandung, maka tidak berlebihan bila maestro arsitek Belanda Dr. H. P. Berlage menyebut Bandung sebagai "Kotanya Schoemaker Bersaudara".

Karya Wolff Schoemaker paling terkenal adalah Jaarbeurs (Kologdam), Concordia (Gedung Merdeka), Grand Hotel Preanger, Gereja Bethel, Gereja katedral dan Villa Isola. Semuanya di Bandung.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya