Sensasi Memabukkan Tembakau Gunung Putri Garut

Tembakau Gunung Putri, Garut, Jawa Barat, sejak lama menjadi pemasok tembakau beberapa pabrik besar rokok nasional.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 15 Agu 2018, 15:31 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2018, 15:31 WIB
Ahum menunjukan beberapa helai daun tembakau Gunung Putri
Ahum menunjukan beberapa helai daun tembakau Gunung Putri. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - "Asalamualaikum," yang dijawab sejurus kemudian, "Waalaikumsalam," ujar Ahum (58), petani tembakau saat ditemui Liputan6.com di kebun miliknya, kaki Gunung Putri, Garut, Jawa Barat, Senin (13/8/2018).

Berada di ketinggian sekitar 600 meter di atas permukaan laut (mdpl), komoditas tembakau Gunung Putri, Garut, ini sejak sudah menjadi incaran investor domestik. Tercatat Gudang Garam dan Djarum Cokelat, dua pabrik terbesar Tanah Air, selalu setia memakainya.

"Biasanya agen, tengkulak dari Jawa (investor lokal) langsung datang kemari untuk membeli produk bako petani," ujar Ahum menambahkan.

Bako, istilah lain tembakau kering sebutan masyarakat Sunda sejak lama, sudah menjadi urat nadi ekonomi masyarakat sekitar Gunung Putri, Tarogong Kidul, ini. Meskipun komoditas sayuran palawija mulai merasuki, komoditas utama masih didominasi tembakau.

"Saya saja sudah hampir 20 tahun tani bako. Ini sudah turun-temurun dari ayah dan buyut leluhur saya," ungkap Ahum mengenang perjalanan panjang bertani tumbuhan pemilik nikotin itu.

Masa tanam hingga panen selama empat bulan lamanya memang membutuhkan perjuangan ekstra bagi petani untuk merawatnya. Salah sedikit maka ancaman gagal tanam siap menerjang.

"Perlakukan saja layaknya kita merawat anak sendiri," ujar dia membuka salah satu resep rahasia pemeliharaan tanaman bako miliknya.

Namun, dapur mesti tetap ngebul. Tak ayal dalam beberapa kesempatan, petani sekitar tanaman bako kerap ditumpang sari dengan palawija, seperti kol, tomat, cabai hingga bayam.

"Kebetulan jarak satu pohon dengan pojon lainnya, kan, lumayan jauh. Nah, sela itulah yang kami pakai buat tumpang sari," kata dia.

Saat ini, ia tengah menanam sekitar 12 ribu pohon tembakau di area seluas dua hektare miliknya. Jika nasib mujur, tak kurang dari 10 ton tembakau kering siap ia panen. Namun, jika sedang tidak bersahabat, bisa mendapatkan setengahnya pun bersyukur.

"Makanya harus punya hitungan tepat, tapi patokannya tiap tahun, Agustus harus panen," kata dia.

Bagi petani bako, musim kemarau panjang adalah berkah tersendiri. Selain kadar nikotin dalam daun tetap terjaga, tanaman bako yang tidak terlalu membutuhkan banyak air, justru berkembang dengan baik.

"Saat ini satu kilogram daun basah dihargai Rp 5,5 sampai 6 ribu per kilogram, kalau kering (bako) Rp 60-100 ribu per kilogram," ujar dia menerangkan taksiran harga bako tahun ini.

Dalam penentuan harga ujar dia, para petani biasanya mengikuti harga pasar, sehingga tak jarang proses transaksinya pun dilakukan dengan adu bako, istilah merokok hasil lintingan tangan sendiri dari tembakau milik petani.

"Kadang petani di sini disimpan uang dulu, barang nanti menyusul saat panen, sebab sudah tahu kualitasnya," kata dia.

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Sedapnya Tembakau Gunung Putri

Imas Krwati, menunjukan deretan kebun tembakau Gunung Putri
Imas Karwati menunjukkan deretan kebun tembakau Gunung Putri. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Ahum mengenang, berdasarkan cerita turun temurun dari leluhurnya, salah satu keunggulan cita rasa tembakau Gunung Putri karena faktor kesuburan tanah alam sekitar.

Deretan gunung besar di Garut, mulai Gunung Cikuray, Papandayan, Putri hingga Gunung Guntur, mampu menghasilkan dan memberikan aroma nikmat nikotin bagi daun tembakau yang dipanen.

"Kalau soal pupuk, pola tanam sampai pengairan tidak ada yang beda, sama saja. Mungkin tanah vulkanik pembedanya," ujar Imas Karwati (56), sang istri, yang ikut menampingi berkebun.

Menurut Ahun, tanah vulkanik yang berada di lereng kaki Gunung Putri dianggap cocok dengan tanaman tembakau yang ditanam petani sekitar. "Kami satu level dengan tembakau Gunung Sumbing. Nikotinnya bagus, enak saat diisap, dan gampang saat diproses," kata dia.

Saat musim panen tiba, rata-rata daun tembakau ukuran besar yang dihasilkan saat berjumlah 18-20 lembar per kilogram. Sementara untuk ukuran lebih kecil, berjumlah 28 lembar per kilogram.

"Kadang kita pun panen daun paling kecil buat krosok lumayan buat (gaji) tenaga kerja tambahan," ujar dia.

Biasanya daun terkecil sisa panen itu ditiriskan dengan ditusuk, kemudian dikeringkan hingga dua pekan untuk selanjutnya dipotong. "Tengkulak pun butuh katanya buat bahan baku cerutu," ujarnya.

Bahkan tak jarang, beberapa perajin batik tulis menggunakan krosok sebagai bahan baku tinta cair untuk melukis batik. "Warnanya kuat, tidak mudah luntur, jadi bermanfaat buat kain batik," kata dia bangga.

Incaran Pabrik Rokok Besar Tanah Air

Imas Karwati menunjukan deretan kebun tembakau Gunung Putri
Imas Karwati menunjukkan deretan kebun tembakau Gunung Putri. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Di tengah pangsa pasar rokok domestik yang terus tumbuh, pasokan tembakau super Gunung Putri, Garut, memang sangat dinanti. Bahkan tak jarang, para agen dan tengkulak nakal kerap mengakali dengan mencampur dengan tembakau hasil panen daerah lain.

"Biasanya mereka bawa bakonya ke sini, nanti dicampur di sini, dan keluar dibilang bako Gunung Putri," ujar Ahum membocorkan rahasia nakal para tengkulak bako.

Namun, sepandainya tupai melompat, akhirnya praktik licik itu diketahui juga pihak pabrik, hingga akhirnya praktek sortir pun ketat dilakukan.

"Mereka biasanya beli juga bako lain (yang dicampurkan), tapi harganya beda dengan Gunung Putri," kata dia.

Ia berharap dengan semakin tingginya kebutuhan tembakau Gunung Putri, masyarakat tidak perlu ragu menanam. Asalkan hasil panen pemuaskan, para pembeli datang silih berganti. "Istilah orangtua, kalau mau bayar utang ya tanam tembakau," ujar dia berkelakar.

Ia mengakui terjadi disparitas harga yang cukup tinggi antara tembakau basah dan tembakau kering hasil potongan petani. Sebab, dari 100 kilogram daun kering tembakau hanya menjadi sekitar 15 kilogram tembakau atau bako kering siap hisap.

"Nyusutnya besar sekali, tetapi mereka para tengkulak dan pembeli juga sudah memahami, kok," kata dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya