Liputan6.com, Malang - Sekelompok massa membubarkan aktivis yang hendak menggelar aksi kamisan di depan Balai Kota Malang, Jawa Timur. Kelompok itu beralasan aktivis aksi tak mengirim surat pemberitahuan ke kepolisian. Polisi melerai dua kubu itu hingga tak sampai terjadi gesekan.
Wakil Kapolres Malang, Komisaris Polisi Bambang Christanto Utomo membenarkan tak ada surat pemberitahuan dari para aktivis sebelum mereka menggelar aksi kamisan tersebut.
"Aksi ini memang rutin, tapi tetap harus ada pemberitahuan. Dari situ bisa dilihat apa yang hendak disampaikan dan antisipasi dari kami," kata Bambang di Malang, Kamis (27/9/2018).
Advertisement
Baca Juga
Kedua kelompok massa tiba di depan Balai Kota Malang dalam waktu yang berbeda. Kepolisian sendiri datang lebih awal sebelum dua kedatangan kedua kelompok itu. Massa bersarung dan bersurban tiba lebih sekitar pukul 16.30.
Beberapa menit kemudian, peserta aksi kamisan tiba di lokasi. Begitu tiba, kelompok yang sudah menunggu itu langsung mendekati peserta aksi kamisan. Mereka meminta aksi tak digelar dan segera membubarkan diri. Kedua massa bisa dilerai polisi yang sudah berjaga.
"Kami tak menerima pemberitahuan dari massa aksi. Tugas kami menjaga ketertiban, karena itu dipsahkan dua kubu itu agar tak ada gesekan," ujar Bambang.
Peserta aksi kamisan kemudian dikawal oleh kelompok bersurban dan kepolisian hingga ke sisi timur gedung DPRD Kota Malang. Aksi saling dorong itu sendiri sempat menimbulkan kemacetan di salah satu ruas jalan utama di Kota Malang itu.
Alasan Kedua Kelompok
Kelompok yang mengatasnamakan warga Malang itu mencurigai aksi kamisan itu ditunggangi kepentingan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP). Tema hoaks tragedi 1965 dimaknai sebagai isu untuk konsolidasi kelompok mahasiswa asal Papua tersebut.
“Mereka itu bisa hidup bebas di Malang. Kalau mau aksi tentang Papua, jangan di kota ini,” ujar Haris Budi Kuncahyo, juru bicara kelompok warga Malang.
Peserta aksi kamisan ini juga tak bisa menunjukkan surat pemberitahuan maupun izin kepolisian. Sehingga aksi ini dianggap tak sesuai aturan dan harus dibubarkan. Massa yang terlibat dalam aksi kamisan ini juga akan berunjukrasa tentang Papua pada Minggu, 30 September.
“Ini era keterbukaan informasi dan kebebasan berpendapat. Tapi harus tetap ada aturan mainnya seperti izin pemberitahuan dan sebagainya,” ujar Haris.
Juru bicara peserta aksi kamisan, Rico Tude mengatakan tema aksi kamisan kali ini adalah hoaks tragedi 1965 yang terus diproduksi untuk kepentingan kekuasaan. Dengan menyematkan label komunis dan kerap mimicu kebencian pada masyarakat.
"Isu komunis ini terus diproduksi dan jadi komoditas politik. Siapa saja bisa dituduh dengan isu ini," ujar Rico yang juga aktif di Pusat Perjuangan untuk Pembebasan Nasional ini.
Ia mengakui aksi kamisan kali ini sempat berkirim surat pemberitahuan ke kepolisian. Meski demikian, ia kecewa ada kelompok masyarakat lain yang membubarkan aspirasi masyarakat untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
"Benar ada mahasiswa Papua sebagai peserta aksi karena punya kepentingan isu hak asasi manusia. Kami kecewa polisi menggunakan tangan ormas untuk membubarkan kami," kata Rico.
Advertisement