Liputan6.com, Jakarta - Permainan sepak bola api merupakan permainan tradisional khas nusantara yang biasanya dimainkan pada malam hari. Permainan ini dilakukan oleh dua tim dengan menggunakan bola api.
Bolanya dibuat dari bongkahan sabuk kelapa tua yang telah kering dengan terlebih dahulu airnya dibuang. Bongkahan tersebut direndam menggunakan minyak tanah agar minyak meresap ke dalam serat-serat bola kelapa tersebut. Selanjutnya bola dibakar.
Aturan dalam permainan ini juga hampir sama dan tidak berbeda jauh dengan permainan sepak bola pada umumnya. Permainan sepak bola api sering dimainkan oleh para santri-santri di pesantren.
Advertisement
Baca Juga
Para pemain harus menjalani ritual khusus sebelum memainkannya. Tujuannya agar panas tak terasa, api tak membakar kulit. Maklum saja, bolanya diiringi api yang berkobar-kobar.
Menurut keterangan yang dihimpun dari sejumlah pengasuh santri, ritual tersebut di antaranya puasa selama satu bulan yang bertujuan untuk membersihkan diri, menghindari makanan yang dimasak dengan api, dan membaca bacaan doa khusus.
Permainan ini benar-benar melatih keberanian. Selain itu permainan sepak bola api ini memperkuat kebersamaan, dengan mengutamakan sportivitas juga kekompakan.
"Permainan ini dapat dinikmati oleh para pemain maupun penontonnya, sehingga kerukunan dapat tercipta," kata Ketua Panitia Tahun Baru Islam dan Hari Santri Nasional 2017, Athoilah Syatori, kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu.
Pada kesempatan lain, KH Agus Syuhada pengasuh Pondok Pesantren Singo Ludiro mengatakan, sepak bola api sering menjadi kegiatan tambahan di malam-malam Ramadhan.
Untuk memainkan bola api, kata dia, para santri harus memiliki ilmu kanuragan. Sebab itu, sebelum pertandingan dimulai, anak-anak akan disuruh merendam kakinya di dalam air yang sudah dibacakan 'asma'.
"Kakinya direndam air 'asma' dulu baru main. ‎Jadi sebelumnya air tersebut telah dibacakan doa-doa khusus seperti asmaul husna, ismul adhom, dan lainnya. Amalan tersebut dibacakan oleh orang tertentu sebelum permainan dimulai," kata dia.
Dengan demikian selama menjalani permainan bola api tidak ada satu santri yang merasakan kepanasan maupun terbakar kakinya.
"Santri perlu keberanian yang luar biasa karena ini yang dimainkan bola api, bukan bola pada umumnya. Dengan 'asma' tadi anak-anak pun percaya diri dan kebal api," kata dia.
Tak hanya itu, Agung mengatakan untuk melakoni debut permainan sepak bola api, para santri jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadan telah menjalani ritual puasa putih selama lima hari.
Â