Kehadiran Mantan Wakapolri dalam Persidangan Nenek 'Sahabat Satwa'

Mantan Wakapolri itu berharap kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jember, membaca dan memutus kasus nenek 'sahabat satwa' ini, dengan hati nurani.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 19 Mar 2019, 10:01 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2019, 10:01 WIB
Burung Kakatua
Burung Kakatua nyaris diselundupkan ke Singapura (Liputann6.com / M.Syukur)

Liputan6.com, Jember - Nenek K (60), warga Dusun Krajan Gambiran, Desa Curahkalong, Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember, Jawa Timur, tertunduk lesu, saat mendengar tuntutan Jaksa penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jember, Dian Akbar Wicaksana, di pengadilan negeri Jember.

Pasalnya, nenek yang menjadi direktur CV Bintang Terang, perusahaan yang bergerak pada penangkaran satwa dilindungi, dituntut JPU dengan hukuman 3 tahun penjara. Selain itu, JPU juga menjatuhkan pidana denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.

"Terdakwa LD alias K, terbukti secara sah dan meyakinkan dengan sengaja memiliki, memelihara, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup, serta menyimpan, memperniagakan dan memilki telur satwa yang dilindungi," kata Akbar saat membacakan tuntutannya, Senin (18/3/2019).

Terdakwa melanggar pasal 40 ayat 2 jungto Pasal 21 ayat 2 huruf A dan Huruf E, Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 

"Dalam persidangan terbukti tidak ada alasan pemaaf ataupun alasan pembenar untuk melepaskan terdakwa dari mempertanggungjawabkan dari tuntutan pidana," ucapnya.

Hal-hal yang memberatkan tuntutan terdakwa, lanjut Akbar, yaitu terdakwa tidak mengakui kesalahannya, berbelit-belit dalam memberikan keterangan, mempersulit persidangan. Sedangkan, yang meringankan hukuman, terdakwa belum pernah dihukum.

Sementara, kuasa hukum terdakwa LD alias K, Ezzet Mutaqin menyatakan keberatan atas tuntutan JPU. Dia menilai JPU, tidak mempertimbangkan keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan pihak terdakwa. Bahkan tuntutan itu, keluar dari fakta hukum yang ada dalam persidangan.

"Karena itu, kami akan menyampaikan pleidoi atau nota pembelaan. Kami tidak sepakat dengan tuntutan JPU," ujar Ezzet usai persidangan.

Awalnya majelis hakim, yang dipimpin Slamet Budiono, meminta kuasa hukum terdakwa menyampaikan pleidoi, dalam waktu 3 hari. Namun, kuasa hukum meminta penundaan 1 minggu untuk menyusun pleidoi terdakwa. Ketua majelis hakim, Slamet Budiono, akhirnya menunda sidang hingga Senin pekan depan (25/3/2019).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tanggapan Mantan Wakapolri

Pengadilan Nenek Sahabat Satwa di Jember
Nenek K (60) warga Dusun Krajan Gambiran Desa Curahkalong Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember Jawa Timur, tertunduk lesu, saat mendengar tuntutan JPU Kejaksaan Negeri Jember di pengadilan negeri Jember. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Rupanya sidang yang menimpa nenek K ini sangat istimewa karena mendapatkan perhatian dari Wakapolri tahun 2013-2014, Komjen Pol. Purnawirawan Oegroseno (63).

Dia jauh-jauh datang dari Jakarta untuk memberikan dukungan moral, serta ikut hadir menyaksikan sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jember, yang dinyatakan terbuka untuk umum. Dia berharap kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jember, membaca dan memutus kasus tersebut, dengan hati nurani.

"Hak jaksa menuntut terdakwa hingga 3 tahun penjara. Saya tidak punya hak di situ. Kalau mendengar penjelasan tadi, ya arahnya pelanggaran administrasi," tutur Oegroseno.

Oegroseno menjelaskan, dengan tuntutan jaksa itu, dia melihat peran pemerintah atau BKSDA dalam hal ini, hampir sama sekali tidak ada. Padahal masyarakat sudah berbuat baik untuk melestarikan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

"Kok dicari-cari dengan izin, yang masa berlaku habis tahun 2015. Izin kan gratis, otomatis pemerintah datang dong, memperpanjang," katanya.

Dia juga berharap pemerintah, ke depannya, bisa melindungi rakyatnya. "Siapa lagi kalau tidak ke pemerintah, apa minta perlindungan ke luar negeri, terutama dari BKSDA," katanya.

"Saya harapkan BKSDA bisa memosisikan diri sebagai pelayan, pelindung, pengayom masyarakat. Sama dengan aparatur pemerintah lainnya. Apalagi izinnya mati tahun 2015, tahun 2018 baru diproses. Itu yang saya sesalkan peran BKSDA saja," dia menambahkan.

Menanggapi pernyataan mantan wakapolri itu, JPU, Dian Akbar Wicaksana menjelaskan, sesuai fakta dalam persidangan dan keterangan ahli, bahwa surat izin penangkaran mati selama 3 tahun, dari 2015 hingga tahun 2018.

"Sesuai keterangan ahli, surat izin yang mati selama 3 tahun, sama halnya dengan tidak memiliki izin. Karena itu, upaya penangkaran satwa yang dilindungi, tidak berizin adalah dilarang undang-undang," kata Akbar.

Padahal sebelum izinnya mati, BKSDA sudah memberi peringatan kepada yang bersangkutan, untuk mengurus izin-izin terkait. Sebab, mengurus izin tersebut harus dilakukan minimal 3 bulan sebelum masa berlakunya habis.

Sebelumnya, Polda Jawa Timur mengamankan 443 ekor burung yang dilindungi, Selasa, 9 OKtober 2018. Dari 443 ekor berbagai burung yang dilindungi, 212 ekor nuri bayan (Eclectus Roratus), 99 ekor kakatua besar jambul kuning (Cacatua galerita), 23 kakatua jambul orange (Cacatua molluccensis), 82 ekor kakatua govin (Cacatua govineana).

Kemudian 5 ekor kakatua raja, 1 ekor kakatua alba, 1 ekor jalak putih, 6 ekor burung dara mahkota (Gaura victoria), 4 ekor nuri merah kepala hitam (Lorius lory), 4 ekor anakan nuri bayan, 6 nuri merah (Red nury), 61 butir telur burung bayan dan kakatua.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya