Liputan6.com, Purbalingga - Kementerian Pertanian (Kementan) menggelontorkan beragam program dan bantuan, termasuk alat mesin pertanian (alsintan) canggih untuk meningkatkan produksi pertanian Indonesia.
Beberapa program itu menetas dan mampu meningkatkan ketahanan pangan masyarakat Indonesia. Di Purbalingga misalnya, intensifikasi pertanian membuat surplus beras di kabupaten ini terus meningkat.
Pada 2018 ini, surplus beras Purbalingga mencapai 57 ribu ton, atau naik kisaran 7.000 ton dari tahun sebelumnya. Pada 2019, meski dicekam kemarau yang tiba lebih awal, Purbalingga diyakini juga tetap surplus.
Advertisement
Namun, nyatanya, ada pula bantuan yang dinilai tepat guna. Contohnya, alat pertanian canggih pemanen otomatis (combine rice harvester) dan mesin penanam otomatis (transplanter) di Desa Kalimanah Kulon, Kalimanah, Purbalingga.
Kedua mesin canggih bantuan Kementan yang bertujuan untuk intensifikasi pertanian itu mangkrak dan tak terpakai. Pasalnya, petani enggan menggunakan alat otomatis yang konon bisa meringankan kerja petani.
Baca Juga
Ketua Kelompok Tani Marga Mulya, Kalimanah Kulon, Purbalingga, Sunarjo beralasan, mesin penanam otomatis dan pemanen otomatis bantuan Kementan ini sulit digunakan di area persawahan Kalimanah yang berundak-undak. Perlu diketahui, area sawah di Kalimanah Kulon bukan berada di bidang datar, melainkan berada di semacam gundukan bukit landai.
"Ya tidak tepat, tidak tepat sasarannya dalam arti melihat lokasi. Lokasinya itu kan sawahnya itu berundak-undak," ucap Sunarjo, Senin, 2 September 2019.
Dengan kondisi berundak-undak, bobot mesin yang berat akan menyulitkan petani saat memindahkan alat. Selain itu, petakan sawah di Kalimanah Kulon juga sempit sehingga menyulitkan pengoperasian alat yang berdimensi cukup besar ini.
Kendala lainnya, sawah adalah lahan berlumpur dalam. Akibatnya, ketika alat pemanen atau penanam otomatis ini diturunkan, mesin yang harusnya bisa mempercepat pekerjaan petani justru terperosok dan terjebak lumpur.
Mempertimbangkan kondisi lahan yang tak sesuai dengan spesifikasi alat pertanian canggih bantuan Kementan ini, Sunarjo pun menolak ketika diminta untuk menggunakan alat tersebut. Kini, mesin pemanen dan penanam otomatis itu teronggok di Balai Desa Kalimanah Kulon.
Pandangan Pemerhati Kebijakan Pertanian
"Tanahnya itu kan mbalong (berlumpur dalam). Orang diinjak saya saja menancap. Nah itu, seperti itu. Belum pernah (dipakai). Saya disuruh coba, saya enggak mau," Sunarjo mengungkapkan.
Meski begitu, Sarjono tetap mengapresiasi berbagai bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Menurut dia, tujuan pemerintah adalah untuk kesejahteraan petani. Sayangnya, antara alat dan lokasi tak tepat.
Beberapa contoh bantuan yang bnar-benar berguna itu, di antaranya bantuan benih, pupuk maupun alsintan lain. Ia mengakui, ada pula alsintan yang benar-benar bermanfaat, misalnya, traktor atau mesin pembajak.
"Nah, kalau traktor tepat. Bisa digunakan oleh kelompok tani untuk wilayah yang tidak terjangkau pemilik traktor perorangan," ucapnya.
Direktur LSM Serikat Tani Mandiri (Setam) Petrus Sugeng mengatakan intensifikasi pertanian dengan peralatan modern memang penting. Akan tetapi, pemerintah juga harus mempertimbangkan sumber daya manusia (SDM) dan kondisi lahan di wilayah tersebut.
"Bisa disurvei dulu, apa yang paling dibutuhkan. Kalau alat yang diberikan tidak digunakan kan sama saja pemborosan," kata Petrus.
Dia menilai, bantuan untuk petani harus sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, jika petani berada di area sawah tadah hujan, pemerintah mestinya memberi bantuan mesin sedot air.
Sebab, petani di wilayah tadah hujan pasti akan kekurangan air pada masa tanam kedua (MT 2). Bantuan alsintan yang tepat juga akan memastikan bahwa alat itu bermanfaat dan bukan pemborosan anggaran negara.
Advertisement
Penjelasan Dinas Pertanian Purbalingga
Merespon keluhan petani, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Purbalingga, Mukodam mengatakan akan menukar mesin pemanen otomatis dan mesin penanam otomatis bantuan yang mangkrak atau tak optimal digunakan di desa penerima.
Dia mengklaim telah berkoordinasi dengan Pemerintah Desa Kalimanah Kulon dan kelompok tani setempat. Hasilnya, dua alsintan tersebut dapat digunakan dan sempat dioperasionalkan.
Namun, petani kesulitan mengoperasionalkan alat tersebut lantaran jalannya alat tidak stabil. Akhirnya, alat tersebut tak optimal dimanfaatkan petani.
"Bisa digunakan. Tapi jalannya nyentak-nyentak karena luas hamparan dan kedalaman tanah yang kurang cocok," ucap Mukodam, Selasa petang, 3 September 2019.
Mukodam menilai kondisi ini juga dipengaruhi sumber daya manusia (SDM) di kelompok tani Desa Kalimanah Kulon. Petani masih perlu pengenalan alat modern sehingga bisa memanfaatkan peralatan dengan maksimal.
Dia mengakui, kontur tanah di Kalimanah Kulon tak cocok dengan alat yang kini tersedia. Sebab itu, Dinas Pertanian Purbalingga akan menukar atau merelokasi alsintan di Kalimanah Kulon dengan alsintan dari gapoktan lain yang cocok dengan kontur dan kondisi tanah Kalimanah Kulon.
"Nanti akan ditukar dengan kelompok lain. Kalau tanah di Kalimanah Kulon itu kan memang dalam, kalau bahasa Jawanya, mbelesek," dia mengungkapkan.
Penukaran alsintan dengan kelompok lain akan membuat pemanfaatannya lebih optimal. Dengan demikian, semua alsintan bantuan bermanfaat untuk petani Purbalingga. "Kondisi sawahnya memang berbeda-beda," ujarnya.
Namun begitu, Mukodam juga memperhitungan kemungkinan lainnya. Jika semua alsintan tak cocok digunakan di Kalimanah Kulon, maka alsintan tersebut akan ditarik ke Brigade Alsintan Purbalingga. Dengan begitu, alat ini akan siap digunakan di wilayah lain yang cocok dengan spesifikasi alat.
Mukodam menerangkan, Dinas Pertanian memiliki wewenang untuk merelokasi atau bahkan menarik alsintan yang dinilai tak bermanfaat optimal. Ini juga dilakukan dengan sistem administrasi yang benar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Saksikan video pilihan berikut ini: