Menghalau Karhutla, Ribuan Warga Kebumen dan Purbalingga Salat Istisqa

Hutan lindung, hutan produksi, hingga perkebunan warga begitu mudah dilalap api dalam cuaca kering kerontang musim kemarau.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 28 Sep 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2019, 13:00 WIB
Warga Purbalingga menggelar salat Istisqa agar Tuhan segera menurunkan Hujan. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)
Warga Purbalingga menggelar salat Istisqa agar Tuhan segera menurunkan Hujan. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Kebumen - Kemarau panjang tahun 2019 ini benar-benar mencekam. Tiba lebih awal dari biasanya, kemarau berdampak luar biasa. Ribuan warga Jawa Tengah menggelar Salat Istisqa agar Tuhan segera menurunkan hujan yang didamba.

Di Kebumen, Jawa Tengah, misalnya, kemarau yang lazimnya dimulai pada Juni-Juli, telah terjadi sejak akhir Maret. Penurunan produktivitas padi hingga gagal panen dialami petani.

Krisis air bersih melanda nyaris di semua daerah. Lahan tak bisa ditanami lantaran hanya menyisakan retakan tanah, mengering.

Tak hanya itu, kemarau juga memicu mudahnya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Hutan lindung, hutan produksi, hingga perkebunan warga begitu mudah dilalap api dalam cuaca kering kerontang musim kemarau.

Karenanya, masyarakat di berbagai wilayah Kebumen, Jawa Tengah menggelar salat Istisqa atau salat minta hujan. Salah satunya di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hasani, Desa Jatimulyo, Kecamatan Aliyan.

Di Ponpes ini, ratusan santri dan warga setempat menggelar salat Istisqa agar segera turun hujan, di Kebumen maupun di wilayah lainnya. Kemarau telah membuat warga mengalami kesulitan bertubi-tubi.

Pengasuh Ponpes Al Hasani, Gus Fahrudin Al Hasani mengatakan pada kemarau ini, sumur warga dan mata air banyak yang mengering. Akibatnya, warga kesulitan air bersih. Karenanya, warga menggelar salat Istisqa.

Gagal Panen hingga Krisis Air Bersih

Ratusan santri Ponpes Al Hasani dan warga Jatimulyo, Kebumen, menggelar salat Istisqa. (Foto: Liputan6.com/Istimewa/Muhamad Ridlo)
Ratusan santri Ponpes Al Hasani dan warga Jatimulyo, Kebumen, menggelar salat Istisqa. (Foto: Liputan6.com/Istimewa/Muhamad Ridlo)

"Warga yang tidak memiliki saluran PAM harus mengantre mencari air bersih di sumber air untuk kebutuhan MCK," ucapnya.

Tak hanya itu, kemarau secara tidak langsung menghentikan aktivitas ekonomi warga. Sebab, lahan pertanian di Kebumen kering dan tak bisa ditanami. Padahal, nyaris semua ekonomi warga bertumpu pada pertanian.

"Sholat istisqa merupakan Ikhtiar kita agar segera diturunkan hujan. Melalui sholat ini kita berdoa agar Kebumen segera diberikan hujan," jelasnya.

Fachrudin yang juga Ketua Asosiasi Pondok Pesantren NU Kebumen ini mengatakan salat Istisqa juga dilakukan di berbagai pesantren dan desa di Kebumen. Sholat Istisqa digelar berdasarkan instruksi dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

"Hujan yang kita minta, yakni hujan yang membawa keberkahan serta memberikan rahmat bagi seluruh makhluk yang ada di muka bumi. Kita bersama-sama berdoa," dia mengungkapkan.

Dampak kemarau panjang juga dirasakan oleh warga Purbalingga. Di wilayah lereng Gunung Slamet ini, kemarau memicu gagal panen, krisis air bersih, hingga kebakaran Gunung Slamet.

Salat Istisqa digelar di Alun-alun Purbalingga dan di 18 kecamatan wilayah Purbalingga dan digelar serentak pada hari dan waktu yang sama, Jumat, 27 September 2019. Seluruhnya menengadahkan tangan agar Tuhan segera menurunkan hujan.

"Sebagai ikhtiar kita memohon segera diturunkannya hujan di bumi Purbalingga, kita laksanakan shalat istisqa," kata Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, seusai salat Istisqa.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya