Krisis Air Bersih di Depan Mata, Kebiasaan Masyarakat Ini Bikin Tambah Parah

Ketergantungan masyarakat pada sumur bor menyebabkan penurunan muka air tanah. Kondisi ini memperburuk krisis air bersih yang berlangsung perlahan tetapi pasti.

oleh Septian Deny Diperbarui 27 Mar 2025, 14:30 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2025, 14:30 WIB
Ilustrasi pendistribusian air bersih (Istimewa)
Ilustrasi pendistribusian air bersih (Istimewa)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Krisis air bukan lagi ancaman di masa depan, tetapi sudah menjadi kenyataan. Peningkatan populasi, urbanisasi, dan perubahan tata guna lahan mempercepat tekanan terhadap sumber daya air yang semakin terbatas.

Di Pulau Jawa, misalnya, ketergantungan masyarakat pada sumur bor menyebabkan penurunan muka air tanah. Kondisi ini memperburuk krisis air bersih yang berlangsung perlahan tetapi pasti.

Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan, Kementerian Lingkungan Hidup Sigit Reliantoro mengatakan, ketersediaan air tidak merata, menyebabkan beberapa wilayah mengalami krisis yang kian parah. Sigit menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya menangani permasalahan air ini.

"Ada dua langkah utama yang kami lakukan. Pertama, melakukan kajian daya tampung air. Secara nasional, kita masih menggunakan 17,39 persen dari air yang tersedia untuk konsumsi, pertanian, dan industri," ujar Sigit dikutip Kamis (27/3/2025).

Namun, meskipun secara nasional penggunaan air masih dalam batas aman, distribusi yang tidak merata menyebabkan beberapa daerah mengalami kelangkaan air yang akut.

"Di Jawa, pada 2024 kita kekurangan 118 miliar meter kubik per tahun untuk memenuhi kebutuhan. Sementara di pulau lain seperti Sumatera dan Kalimantan, ketersediaan air masih mencukupi," tambahnya.

Selain ketersediaan air, kualitasnya juga menjadi tantangan serius. Dari 2.195 sungai yang dipantau, hanya 2,19 persen titik pemantauan yang memenuhi standar baku mutu.

"Sebagian besar, yaitu sekitar 96 persen, tercemar ringan. Meski hanya sebagian kecil yang tercemar berat, dampaknya tetap signifikan," jelas Sigit.

Tingginya tingkat pencemaran ini berpengaruh terhadap ketersediaan air bersih. Untuk mengolah air menjadi layak konsumsi, diperlukan teknologi yang lebih canggih, yang pada akhirnya meningkatkan biaya pengolahan air.

Tidak hanya itu, perubahan iklim juga memperburuk kondisi air di Indonesia. Intensitas hujan yang semakin ekstrem menyebabkan banjir besar di berbagai daerah, termasuk Bekasi dan Jakarta. Menurut Sigit, curah hujan yang mencapai 115 milimeter telah melebihi ambang batas ekstrem dan menjadi pemicu utama banjir.

 

Promosi 1

Berkurangnya Tutupan Lahan

Salurkan Bantuan Air Bersih Melalui Mata Air Indosiar
Banyak desa di Indonesia yang masih membutuhkan air bersih, mari bersama membangun bak penampung dan pipanisasi melalui Mata Air Indosiar. (Ilustrasi: i.huffpost.com)... Selengkapnya

Selain itu, berkurangnya tutupan lahan memperparah situasi. Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi, tutupan vegetasi hutan hanya tersisa 3,53 persen.Sementara di DAS Ciliwung, hanya sekitar 10-11 persen kawasan hulu yang masih memiliki vegetasi hutan. Hal ini mengurangi daya serap tanah terhadap air dan meningkatkan risiko banjir di Jakarta dan sekitarnya.

"Dengan kondisi seperti ini, kemungkinan banjir di Jakarta dan Bekasi semakin besar," ujar Sigit.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan langkah-langkah konkret, seperti peningkatan teknologi pengolahan air, pengelolaan daerah tangkapan air yang lebih baik, serta kampanye kesadaran akan pentingnya menjaga kualitas air dan lingkungan.

Sigit mencontohkan program perbaikan kualitas air di Sungai Ciliwung yang melibatkan TNI dan masyarakat. "Kami melakukan patroli bersama, didukung oleh pemerintah daerah untuk membersihkan sampah. Alhamdulillah, progresnya cukup baik," ujarnya.

Lebih lanjut, keterlibatan generasi muda dalam pelestarian lingkungan juga menjadi fokus. "Kami menerjunkan anak-anak muda langsung ke lapangan. Dengan kunjungan ke komunitas lebih sering, mereka bisa mengalami langsung bagaimana menjaga sungai dan mengurangi sampah," tambahnya.

Sementara Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Diana Kusumastuti, juga menegaskan bahwa Kementerian PU terus berupaya meningkatkan tampungan air melalui konservasi serta revitalisasi situ, danau, dan air tanah.

"Mudah-mudahan ini bisa membantu memperbaiki kondisi air di Indonesia," katanya.

Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, diharapkan krisis air di Indonesia dapat diatasi demi keberlanjutan hidup generasi mendatang.

Ini Langkah Pramono Anung Antisipasi Banjir Jakarta

Gubernur Jakarta Pramono Anung saat meninjau Pintu Air Manggarai di Jakarta Selatan.
Gubernur Jakarta Pramono Anung saat meninjau Pintu Air Manggarai di Jakarta Selatan, Selasa (4/3/2025). (Foto: Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro).... Selengkapnya

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ) Pramono Anung mengatakan, pemerintah Jakarta menggunakan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk mengantisipasi bencana banjir.

Hal ini disampaikan dalam webinar nasional bertajuk "Refleksi Banjir Jabodetabek: Strategi Tata Ruang dan Mitigasi Cuaca Ekstrem" sekaligus memperingati Hari Meteorologi Dunia 2025 dengan tema "Closing the Early Warning Gap Together", Senin (24/3/2025).

"Untuk itu, maka pemerintah Jakarta tentunya selalu dalam setiap saat, setiap waktu menggunakan data BMKG untuk mengantisipasi kalau terjadi kebanjiran. Apakah itu banjir akibat kiriman karena di hulu curah hujan tinggi atau banjir karena setempat," kata Pramono.

Lebih lanjut, Pramono menginfokan pemerintah Jakarta sudah mengantisipasi terjadinya banjir dalam waktu dekat.

"Selain curah hujan tinggi juga penggalian yang tidak dilakukan secara maksimal dan tentunya banjir rob yang kemarin diingatkan oleh BMKG akan terjadi dalam minggu-minggu depan ini. Kami sudah melakukan antisipasi terhadap hal tersebut," ucapnya.

Selain itu, Pemprov Jakarta melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) berupaya melakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk melindungi masyarakat terdampak potensi cuaca ekstrem.

"Dengan bantuan pesawat terbang, kami menyemai awan untuk meredistribusi curah hujan agar tidak terkonsentrasi di satu wilayah pada tahun 2024 dan 2025. OMC dilakukan dalam tiga tahap dengan total 89 sorti penerbangan dan bahan semai yang mencapai 71.200 kilogram," ucap Pramono.

Sistem Peringatan Dini Berbasis Teknologi BMKG

Pramono Anung
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung di Rusun Tambora, Jakarta Barat, pada Rabu (26/3/2025). (Dok Pemprov DKI) ... Selengkapnya

Pramono Anung juga memperkenalkan teknologi dalam meningkatkan sistem peringatan dini yaitu BMKG Signature khusus wilayah Jakarta. Dia menyampaikan, teknologi ini memiliki beberapa keunggulan yang dapat memberikan informasi cuaca secara akurat.

Dalam keterangannya, sistem teknologi ini dapat mengidentifikasi wilayah yang akan terdampak bencana, memprediksi potensi dampak khusus wilayah Jakarta, informasi peringatan dini lebih akurat dan spesifik, dan semua informasi terkait banjir di Jakarta terimtegrasi di sistem ini sehingga lebih komprehensif.

"Teknologi ini memiliki beberapa keunggulan yang nantinya dapat memberikan informasi cuaca secara akurat dan tepat waktu kepada masyarakat sekaligus dapat merancang kebijakan tata ruang yang lebih adaptif," jelas Pramono.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya