Diduga Eksploitasi Anak, Joki Cilik Pacuan Kuda di Bima Jadi Polemik

Adanya dugaan motif eksploitasi anak dalam kegiatan joki cilik ini jadi alasan para aktivis mengajukan aduan.

oleh Hans Bahanan diperbarui 18 Okt 2019, 19:00 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2019, 19:00 WIB
Pacuan Kuda Tradisional Gayo
Sejumlah joki muda bersaing pada tradisi lomba pacuan kuda tradisional Gayo di Takengon, provinsi Aceh tengah, Sabtu (31/8/2019). Pacuan Kuda tradisional yang merupakan tradisi masyarakat Tanah Gayo tersebut diselenggarakan dua kali dalam setahun. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Liputan6.com, Bima - Kasus kematian, Muhammad Sabila (9) joki cilik, warga desa Roka, Kecamatan Palibelo, Kota Bima di arena pacuan kuda di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat pada Senin 14 Oktober 2019, berbuntut panjang.

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB bersama aktivis Perempuan, aktivis anak, mahasiswa, UNICEF, dan pengacara publik yang tergabung dalam Koalisi #SaveJokiCilik langsung turun tangan untuk menyikapi hal tersebut dan menyatakan akan melaporkan kasus dugaan tindak pidana eksploitasi anak dalam perjokian ini ke aparat.

"Rencana, Jumat (18/10) kita akan laporkan ke Polda dan POM Korem 162 NTB," kata, Joko Jumadi yang juga sebagai Koordinator Divisi Pelayanan dan Penanganan Kasus LPA NTB, usai diskusi soal eksploitasi joki cilik di arena pacuan kuda, di kantor LPA NTB jalan kesehatan I Nomor 8 Pajang, Mataram, Kamis, 17 Oktober 2019.

Dalam diskusi tersebut, terungkap berbagai motif eksploitasi anak dalam pekerjaan sebagai joki cilik yang jauh dari nilai olahraga. Mulai dari kekerasan terhadap anak, perjudian, standar keselamatan yang terabaikan hingga banyaknya pihak yang menuai untung dalam akitivas perjokian yang melibatkan anak di arena pacuan kuda.

Joko menegaskan, laporan itu disampaikan sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 Pasal 76B, tentang penelantaran dan perlakuan salah, dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Rencana Sekolah Atlet Pacuan Kuda

Pacuan Kuda Tradisional Gayo
Sejumlah joki muda bersaing pada tradisi lomba pacuan kuda tradisional Gayo di Takengon, provinsi Aceh tengah, Sabtu (31/8/2019). Pacuan Kuda di daratan tinggi Gayo sejak zaman kolonial Belanda tersebut kini menjadi salah satu event wisata Kabupaten Aceh Tengah. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Adapun pihak yang akan dilaporkan Koalisi #SaveJokiCilik, sambung Joko adalah panitia penyelenggara. LPA sendiri menegaskan, dengan kasus kematian, Muhammad Sabila pihaknya berharap penggunaan joki anak di arena pacuan kuda dihentikan. Mereka juga akan mengampanyekan #SaveJokiCilik agar eksploitasi ini tidak terjadi lagi.

"Kami maunya (pacuan kuda joki cilik) ini dihentikan, karena banyak mudaratya. Mereka masih kecil, tulang mereka belum kuat malah dijadikan sebagai alat kesenangan," kata Joko.

Koalisi #SaveJokiCilik juga setuju akan rencana Gubernur NTB, Zulkieflimansyah untuk membuat lembaga atau sekolah atlet pacuan kuda sejak dini. Menurut Joko, itu lebih dinilai bertanggung jawab. Karena pengetahuan dan standardisasi atlet merupakan cara pembinaan yang tepat bagi anak.

"Penggunaan anak anak usia sekolah dalam perjokian ini eksploitasi besar. Kondisi ini tidak layak anak, keras, rawan cedera bahkan bisa berujung kematian. Apalagi motifnya melibatkan kepentingan perjudian atau hobi para pejabat dan elite di daerah. Pokoknya hentikan penggunaan joki anak," tegasnya.

Sebelumnya, Muhammad Sabila, bocah SD yang diketahui berasal desa Roka meninggal dunia saat berlomba di arena pacuan kuda di kelurahan Sambi Nae, kota Bima. Kejadian tersebut bermula saat kuda yang dikendarai Sabila terjatuh.

Sabila kemudian ikut terpental dan kepalanya terbentur. Ia mengalami pendarahan di bagian mulut. Sabila sempat dilarikan ke rumah sakit, tetapi nyawanya tidak tertolong.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya