Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Aceh mendatangi kantor Perwakilan Google Indonesia di Pacific Century Place Tower Level 45 SCBD Lot 10, Jl. Jend. Sudirman, Jakarta Selatan pada Senin, 28 Oktober 2019.
Kedatangan Pemerintah Aceh ke perusahaan raksasa yang didirikan Larry Page dan Sergey Brin itu untuk membicarakan terjemahan Google Translate yang dianggap diskriminasi terhadap beberapa terjemahan frasa Aceh yang dilaporkan salah satu elemen sipil Aceh beberapa waktu lalu.
Advertisement
Baca Juga
Pemerintah Aceh melalui Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA), Almuniza Kamal, mengatakan Indonesia memiliki kebudayaan yang beraneka ragam. Perlu dipahami bahwa, kesalahan Google Translate yang menerjemahkan "frasa" Aceh tersebut ke dalam bahasa Melayu mencederai kebinekaan tersebut.
"Mungkin bagi sebagian masyarakat di luar Aceh kesalahan terjemahan itu tidak penting, namun tidak bagi masyarakat Aceh. Karena isu tersebut sudah mulai liar dan mengejutkan publik Aceh karena sudah mulai dibicarakan mulai dari warung kopi hingga ke tingkat pejabat, maka dari itu kita meminta pada pihak perwakilan Google Indonesia beberapa hal," jelasnya, di Kantor Google Indonesia, Senin, 28 Oktober 2019.
Adapun beberapa poin yang diminta Pemerintah Aceh adalah memperbaiki sistem terjemahan Google Translate dari bahasa Aceh ke Bahasa Indonesia dan Melayu. Google Indonesia juga diminta untuk melakukan koordinasi dengan balai Bahasa Aceh jika melakukan penerjemahan.
"Karena kami pemerintah dan harus mengawal dan menjadi leader-nya masyarakat Aceh, maka kita sebagai pemerintah Aceh pun tidak bisa melarang kawan-kawan elemen sipil ini jika mereka belum puas dengan apa yang disampaikan Google nantinya," jelasnya.
Â
Permohonan Maaf Google
Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad mengatakan, pendekatan kasus ini adalah rasis yang menurut konvensi internasional tidak boleh terjadi. Karena itu, saat salah seorang aktivis Aceh Haekal Afifa menemukan kesalahan terjemahan yang dapat memantik konflik ini ditarik dalam proses legal, dia merasa perlu mendampingi Haekal terkait hal tersebut.
"Pada posisi ini kita sudah baca surat balasan dari Google. Memang secara kewenangan perbaikan tidak ada di sini. Namun menurut prinsip hemat kami secara hukum Indonesia siapapun adalah ujung tombak dari perusahaan tersebut, terlepas dari kewenangan dan fungsinya," jelas dia.
Dia juga mengatakan sulit untuk memahami cara mesin google terjemahan ini mendeskripsikan Aceh karena polanya tidak statis. Akhirnya, dengan terjadinya hal seperti itu, terjemahan Aceh di google translate membuat ribuan terjemahan yang menjurus kepada hal yang negatif.
"Jadi ini kondisi yang sangat rumit karena Aceh punya sejarah panjang di dunia. Penulisan Aceh itu sendiri cukup tinggi di semua literasi dunia. Apalagi bahasa yang diisikan untuk terjemahan hanya tiga bahasa, yakni Jawa, Sunda, dan Bali, yang akhirnya membatasi Indonesia yang berbeda-beda budaya dan suku," jelas dia.
Olehnya, dia meminta pihak Google Translate agar tidak ada sistem saran perbaikan bahasa, melainkan Google harus mau turun langsung dan bekerja sama dengan balai bahasa Aceh misalnya, untuk menerjemahkan bahasa Aceh secara benar.
Sementara, Head of Government Affairs & Public Policy, Indonesia di Google, Putri R. Alam menyampaikan penyesalan dan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Aceh atas kesalahan dan kekeliruan teknologi translate tersebut.
"Kami di sini hanya perusahaan pendukung saja Google Translate itu produk dari ELC Google di Amerika Serikat. Tadinya kolega-kolega kami dari Google ELC Amerika menghubungi dan mau membantu menjelaskan. Tapi karena berbagai hal, akhirnya kita yang diberikan kepercayaan untuk menyampaikan kekeliruan ini," jelasnya.
Putri mengatakan, pihaknya berjanji akan memperbaiki sistem tersebut. Sejak awal kasus ini muncul ke permukaan, tambah dia, pihaknya juga sudah membenarkan sistem terjemahan tersebut.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement