Liputan6.com, Cilacap - Sengkarut Badan Penyelanggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan tak kunjung usai. Di Kabupaten Cilacap, misalnya, BPJS menunggak miliaran rupiah per bulan kepada dua rumah sakit milik pemerintah.
Dua rumah sakit tersebut yakni, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilacap dan RSUD Majenang. Padahal, sebagaimana fasilitas kesehatan (faskes) pelat merah, kedua rumah sakit ini tak punya cadangan dana lain di luar yang sudah dialokasikan di APBD.
Advertisement
Baca Juga
Padahal, biaya operasional dan belanja rumah sakit kebanyakan mengandalkan pemasukan dari layanan pasien. Dan sebagiannya masuk dalam klaim BPJS Kesehatan.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap, Dian Setyabudi mengatakan keterlambatan pembayaran klaim berpotensi mengganggu operasional rumah sakit. Terutama berkaitan dengan alat kesehatan yang disediakan oleh pihak ketiga.
Angka tunggakan per bulan pun tak main-main. BPJS menunggak antara Rp8 miliar hingga Rp9 miliar per bulan kepada kedua rumah sakit milik Pemda Cilacap ini. Bukan angka kecil menilik dua rumah sakit ini berada di daerah.
Pemerintah pun angkat tangan. Pasalnya, Pemda Cilacap tak punya anggaran untuk menambal tunggakan pembayaran klaim BPJS Kesehatan ini.
Simak video pilihan berikut ini:
Jalan Pintas Menutup Defisit
"Dari APBD tidak bisa, karena sudah ploting," katanya, Jumat, 13 Desember 2019.
Agar tak sampai mengganggu operasional rumah sakit, pihak rumah sakit akhirnya mengambil jalan pintas. Mereka berutang ke bank. Nilainya disesuaikan dengan jumlah tunggakan BPJS yang harus dibayarkan ke RSUD.
"Kalau tidak salah untuk yang April-Mei itu RSUD Majenang berutang ke BPBD Jateng sekitar Rp3,5 miliar," ujarnya.
Serupa dengan RSUD Majenang, RSUD Cilacap pun nyaris berutang untuk menutup biaya operasional akibat tunggakan klaim BPJS. Bahkan, tunggakannya lebih besar dibanding RSUD Majenang.
Di rumah sakit ini, BPJS Kesehatan menunggak kisaran Rp4 miliar hingga Rp5 miliar per bulan.
"Prosesnya sudah. Dananya juga sudah disiapkan, tapi kemudian cair sehingga dibatalkan," dia mengungkapkan.
Dian tak mempermasalahkan jika RSUD berutang ke bank. Bunga bank tersebut akan dibayarkan dengan bunga yang muncul akibat keterlambatan pembayaran klaim BPJS.
"Utangnya itu jaminannya klaim BPJS. Kalau cair nanti bank yang menerima, termasuk bunganya sudah diperhitungkan," dia menerangkan.
Dia pun mengklaim, Dinkes sudah membantu BPJS agar tak terus mengalami defisit. Salah satunya dengan sosialiasi ke peserta BPJS mandiri, agar membayar tepat waktu.
Advertisement
Dampak Keterlambatan Pembayaran Klaim BPJS
Kepala Bidang Pelayanan RSUD Majenang, dr Nur Cahyo Anggoro Jati mengatakan, BPJS masih menunggak klaim dua bulan ke RSUD Majenang, yakni, September dan Oktober.
Akan tetapi, ia tidak menerangkan piutang RSUD ke BPJS tersebut. Jumat (13/12) ini, RSUD Majenang mengajukan klaim untuk Bulan November.
Besaran klaim September dan Oktober 2019 sekitar Rp6,7 miliar. Adapun pengajuan klaim bulan November, Rp3,3 miliar.
"Klaim RSUD Majenang ke BPJS yang sudah cair sampai bulan Agustus. September, Oktober belum cair," kata Nur Cahyo.
Telatnya pembayaran klaim BPJS Kesehatan berakibat langsung pada terganggunya cashflow RSUD Majenang. Salah satu yang paling terancam adalah obat-obatan.
Cahyo mengemukakan, akibatnya, RSUD Majenang mesti membuat skala prioritas untuk mengakali seretnya pemasukan yang tak sebanding dengan pengeluaran. Salah satu yang diprioritaskan adalah belanja rutin, seperti listrik, PDAM, makanan pasien, dan gaji tenaga honorer.
Di luar itu, RSUD bernegosiasi dengan rekanan untuk menunda pembayaran dalam waktu yang tak ditentukan. Pasalnya, RSUD sendiri tak pernah memperoleh kepastian kapan klaim BPJS Kesehatan akan dibayarkan.