Liputan6.com, Yogyakarta Wabah virus Corona membuat hand sanitizer menjadi sebuah produk yang juga dicari oleh masyarakat. Kebanyakan hand sanitizer yang dijual di pasaran mengandung alkohol.
Seorang dosen Fakultas Farmasi UGM bernama Ronny Martien mengembangkan hand sanitizer berbahan herbal. Produk ini mengkombinasikan bahan berbasis kearifan lokal, yakni rebusan daun sirih, dengan teknologi chitosan nanopolymer.
Produk yang diberi nama Spray Nanopolimer Infusa Daun Sirih ini sengaja menggunakan daun sirih hijau sebagai bahan baku. Alasannya, daun ini memiliki aktivitas antibakteri. Biasanya daun sirih menghalau infeksi bakteri, seperti Staphylococcus auerus dan Escherichia coli.
Advertisement
Baca Juga
Penggunaan bahan baku alami dan non-alkohol juga tidak menimbulkan resistensi bakteri, berbeda dengan antibiotik sintetis yang bisa menimbulkan kekebalan terhadap bakteri dalam penggunaan jangka waktu tertentu.
“Teknologi nano dalam formulasi menghasilkan bentuk nanopartikel yang membuat tingkat efektivitas daun sirih sebagai antibakteri meningkat 100 persen,” ujar Ronny dalam jumpa pers di UGM Yogyakarta, Selasa (10/3/2020).
Karakteritik formula memiliki ukuran partikel 246,9 nm dengan efiesiensi penyerapan sebesar 23,36 persen. Diameter zona hambat sediaan nanopolimer terhadap bakteri Staphylococcus auerus dan Escherichia coli sebesar 7,85 mm dan 9,61 mm.
Chitosan nanopolymer yang terkandung di dalam produk ini membuat hand sanitizer ini saat disemprotkan ke tangan cenderung lebih lengket ketimbang produk sejenis yang berbahan alkohol.
Menurut Ronny, rasa lengket timbul karena polymer itu menjadi semacam pelindung di kulit atau berfungsi sebagai perisai dari bakteri. Terkait berapa lama produk ini bisa melindungi tangan dari bakteri, ia menjelaskan tergantung dari aktivitas yang dilakukan selanjutnya.
“Biasanya hand sanitizer bisa bertahan satu sampai dua jam untuk aktivitas di luar ruangan atau lapangan,” ucapnya.
Aman di Kulit
Hand sanitizer ini juga aman di kulit karena pH daun sirih yang asam sudah dinaikkan menjadi netral sesuai dengan pH kulit manusia, yakni lima sampai enam.
Produk hand sanitizer ini sebenarnya sudah dikembangkan sejak satu tahun lalu, sebelum isu virus Corona merebak. Ketika itu Ronny sedang terlibat dalam sebuah proyek penelitian perlindungan puting susu kambing dari bakteri.
“Kami sedang mengurus hak paten untuk produk ini, sehingga mempermudah pemasaran,” tuturnya.
Produk hand sanitizer ini dikemas dalam botol berukuran 100 mililiter dan dijual dengan harga Rp 30.000 per botol.
Ia berharap produk ini dapat menjadi alternatif solusi dalam mengatasi kelangkaan dan mahalnya hand sanitizer di pasaran karena wabah virus Corona.
Advertisement