Soal Penemuan Obat Virus Corona di Pontianak, Dinkes Kalbar: Jangan Asal Klaim

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Harisson mengatakan, jangan asal klaim temukan obat Covid-19 tanpa ada bukti riset yang benar-benar teruji.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Apr 2020, 07:39 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2020, 07:39 WIB
Liputan 6 default 5
Ilustraasi foto Liputan 6

Liputan6.com, Pontianak - Terkait kabar penemuan obat virus corona (Covid-19) di Pontianak, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Harisson mengatakan, jangan asal klaim tanpa ada bukti riset yang benar-benar teruji.

"Kita tidak boleh mengklaim telah menemukan obat corona hanya dengan bukti yang katanya sudah bisa mengobati beberapa orang Orang Dalam pengawasan (ODP). Karena ODP kan belum tentu positif terkonfirmasi Covid-19 dan orang yang sudah dikategorikan PDP saja belum tentu terkonfirmasi Covid-19," kata Harisson dikutip Antara.

Harisson mengatakan, seperti kita ketahui dalam dunia ilmiah ilmu kedokteran, bahwa untuk pembuktian suatu zat mempunyai efek terapi tertentu penelitiannya akan sangat panjang, mulai dari penelitian secara invitro maupun invivo.

Selanjutnya zat tersebut akan diuji coba dulu terhadap hewan, seperti tikus, kelinci, kera, dan lain-lain, yang sebelumnya telah ditulari dengan virus atau bakteri tertentu. Setelah zat atau obat yang digunakan pada hewan tidak memberikan dampak negatif dan menunjukkan penyembuhan, barukan sampai percobaan ke tahap akhir yaitu pada manusia yang menjadi relawan baik yang tidak terinfeksi maupun yang terinfeksi virus atau bakteri tertentu yang sedang di teliti.

"Dalam penelitian pun akan ada metode pembandingan atau komparasi misalnya antara efek atau pengaruh pada orang yang terinfeksi yang diberikan obat atau zat ini dan efek pada orang yang terinfeksi tapi tidak diberikan zat yang sedang diteliti," tuturnya.

Perbandingan ini akan membuktikan bahwa apakah benar obat itu dapat memberikan efek terapi atau malah orang yang tidak diberi obat yang sedang ditelitipun ternyata bisa sembuh. Karena Covid-19 adalah self limiting disease yang artinya pasien dapat sembuh dengan sendirinya asal daya tahan tubuh nya kuat.

"Penelitian ini akan sangat panjang, termasuk harus diteliti dalam dosis berapa obat tersebut tidak mempunyai efek, dalam dosis berapa obat tersebut mempunyai efek terapi dan dalam dosis berapa obat tersebut justru meracuni," katanya.

Mantan Kadis Kesehatan Kapuas Hulu itu menambahkan, dirinya sangat mendukung peneliti, ilmuwan Kalbar untuk melakukan penelitian terhadap penyakit ini, namun gunakan metode penelitian secara ilmiah, agar hasil memang benar-benar sudah teruji dan sahih.

"Jangan buru-buru melempar ke masyarakat terhadap hasil yang belum terbukti secara ilmiah, karena hanya akan menimbulkan kegalauan," kata Harisson.

Apa yang disampaikan Harisson tersebut berkaitan dengan adanya klaim dari seorang mantan asisten apoteker di Pontianak, Fahrul Lutfi yang mengklaim menemukan Formav-D pada 10 tahun lalu untuk menyembuhkan pasien Demam Berdarah Dengue (DBD).

Namun ia yakin obat tersebut juga bisa digunakan untuk mengobati Covid-19​​​​​, karena dia sudah menguji pada dirinya sendiri dan kepada lima ODP yang ada di Pontianak.Atas beberapa contoh kasus itulah, Lutfi meyakini kalau temuannya 10 tahun lalu itu juga bisa digunakan untuk mengobati Covid-19.

Lutfi menjelaskan, Covid-19 merupakan virus yang memiliki dinding sel protein. Untuk menghadapinya, diperlukan obat yang dapat menghancurkan dinding sel tersebut. Hal itu dapat dilakukan Formav-D yang pada dasarnya memiliki kandungan enzim.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya