Perjuangan Dokter Nafira Membendung Corona Masuk Daerah Terpencil

Di sana, ada dokter Muda Nafira Junaedi yang sedang berjuang melawan penyebaran Covid-19 di tengah terbatasnya APD, Kesadaran warga yang rendah, serta akses informasi yang terbatas.

oleh Heri Susanto diperbarui 22 Apr 2020, 07:10 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2020, 04:00 WIB
dr Nafira Junaedi
dr Nafira Junaedi yang bertugas di RS Pratama Tambu, Donggala, sedang memeriksa buku kesehatan pasien, sebelum Covid-19 mewabah. (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Liputan6.com, Donggala Jika di perkotaan penangangan dan pencegahan Covid-19 dilakukan dengan berbagai kelengkapan, lain hal dengan di daerah terpencil. Seperti yang terjadi di Rumah Sakit Pratama Tambu di Kecamatan Balaesang, Donggala. Di sana, ada dokter Muda Nafira Junaedi yang sedang berjuang melawan penyebaran Covid-19 di tengah terbatasnya APD, kesadaran warga yang rendah, serta akses informasi yang terbatas.

Sudah lebih dari setahun perempuan muda lulusan kedokteran Universitas Alkhairat itu memilih tugas di rumah sakit terpencil dan terluar, RS Pratama Tambu di Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala. Namanya Nafira Djunaedi, seorang dokter umum di RS Pratama itu.

Sebagai dokter yang paham benar tentang penyebaran virus itu,  dokter berusia 26 tahun itu seperti sedang melawan ketakutannya sendiri; berada di garis depan mencegah virus itu, tapi juga dengan berbagai keterbatasan perlindungan. Juga harus berhadapan dengan kesadaran warga yang rendah.

Sejak Covid-19 merebak, di rumah sakit yang berjarak 141 km sebelah utara ibu kota Kabupaten Donggala itu Nafira dan tenaga kesehatan lainnya menjalankan protap penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)  dengan penuh siasat.

Jumlah APD terutama pakaian pelindung yang terbatas membuat mereka terpaksa mensterilkan ulang APD yang telah digunakan untuk nanti dipakai kembali. Bahkan sehari-sehari hazmat yang digunakan kala melayani pasien atau warga yang berobat  hanya sebuah jas hujan. Sedangkan pelindung wajah terbuat dari map plastik buatan sendiri.

“Kalau mau ikuti aturan APD cukup sekali pakai, ya pasti tidak cukup dengan kebutuhan di RS. Kami menyiasati dengan penggunaan kembali jenis APD yang ada. Seperti jas hujan, kami cuci kembali, sterilkan dan digunakan kembali,” cerita dr Nafira, Senin (20/4/2020).

Kepelikan tugas sebagai dokter di daerah terpencil itu belum ditambah dengan tantangan menyadarkan masyarakat desa tentang bahaya penyebaran Covid-19, yang di Sulawesi Tengah kini dominan menyebar melalui transmisi lokal.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Melawan Covid-19, Melawan Kesadaran Warga Yang Rendah

dr Nafira bersama petugas kesehatan
dr Nafira bersama petugas kesehatan di RS Pratama Tambu, Donggala saat mengenakan APD jas hujan sebelum memeriksa pasien. (FOTO: dr Nafira Junaedi).

Di sana, dr Nafira  juga sedang melawan kesadaran masyarakat yang masih rendah terkait Covid-19 karena minimnya informasi yang mereka dapat. Informasi yang di kota begitu leluasa diakses. Di sana, penunjang informasi seperti internet sulit dan tidak bisa diandalkan.

Dia mencontohkan, hingga saat ini kebiasaan masyarakat yang beramai-ramai mengantar pasien ke rumah sakit tetap ada. Belum lagi kebiasaan tidak menggunakan masker masih saja dilakukan warga di rumah sakit. Padahal sosialisasi tentang pentingnya menjaga jarak dan pengaman saat berada dekat pasien yang sakit telah kerap diberikan kepada setiap warga yang datang. Masalah lainnya yakni warga yang masih cenderung tertutup tentang riwayat bepergiannya.

“Di desa ikatan sosial masyarakat yang tinggi membuat satu pasien itu bisa 3 sampai 5 orang yang menemani. Banyak juga yang tidak jujur pernah kontak dengan siapa ataupun riwayat perjalanannya,” ungkap dr Nafira.

Meski begitu upaya menyadarkan masyarakat terus dilakukan oleh dr Nafira dan tenaga medis lain di rumah sakit terpencil tersebut. Upaya yang dilakukan juga karena kekhawatiran kerentanan masyarakat setempat terpapar dari wilayah lain yang berbatasan dengan Kabupaten Donggala.

“Masyarakat di sini sebenarnya sangat rentan terpapar. Apalagi mobilitas masyarakat dari dan ke Kota Palu yang telah menjadi daerah penyebaran Covid-19 dengan penyebaran transmisi lokal juga tinggi,” tandasnya.

Kabupaten Donggala sendiri hingga Senin (20/4/2020) masih menjadi salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah yang belum ditemukan kasus positif Covid-19. Meski begitu daerah ini punya kerentanan yang tinggi karena berbatasan langsung dengan Kota Palu yang telah mengonfirmasi 27 orang positif Covid-19.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya