Liputan6.com, Demak - Sumiyatun atau mbah Tun, lansia warga Desa Balerejo Kecamatan Dempet Kabupaten Demak Jawa Tengah, tetap belum bisa tidur nyenyak. Putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 139/ K/ Pdt/2015 yang menetapkan Mbah Tun sebagai pemilik sawah dengan luas 8.250 m2 tak membuat haknya langsung tunai.
Putusan MA tersebut menegaskan bahwa peralihan hak sertifikat sawah tidak sah sebab proses jual beli cacat hokum, dimana Mustofa telah menipu mbah Tun. Bersama tetangganya, mbah Tun dibantu kuasa hukumnya akhirnya menggugat risalah lelang.
Selasa (21/07/ 2020), Pengadilan Negeri Demak menggelar sidang Pembatalan Risalah Lelang dengan nomor perkara 11/Pdt.G /2020/PNDmk dengan agenda menghadirkan saksi dari pihak penggugat.
Advertisement
Baca Juga
Mbah Tun diwakili oleh para kuasa hokum. Duduk sebagai tergugat masing-masing Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang ( KPKNL), Kepala Kantor Pertanahan Demak, Deddy Setyawan Haryanto (pemenang lelang), Bank Danamon, notaris Leny Anggraeni dan Mustofa.
Mustofa inilah pangkal dimulainya tragedi sengketa sawah Mbah Tun. Ia menipu mbah Tun dengan pura-pura meminjam sertifikat tanah dan meminta cap jempol mbah Tun dalam dokumen yang disebut tanda terima penitipan. Sayangnya para tergugat yang hadir hanya wakil dari KPKNL dan Kantor Pertanahan Demak adapun tergugat lain absen.
Sidang yang dipimpin oleh hakim Ketua, Roisul Ulum dan hakim anggota Novita Arie Dwi serta Sumarna berlangsung dengan tertib. Para saksi yang dihadirkan adalah Mutoin (57) Perangkat Desa Balerejo dan Mahmudi warga Desa Dempet Kecamatan Dempet.
Dalam kesaksiannya, Mutoin menyebutkan bahwa sebelum terjadi sengketa lahan akibat perbuatan Mustofa yang sekarang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), sawah seluas 8.250 m2 tersebut oleh Mbah Tun diiris seperempat bagian atau seluas 1673 m2 untuk dijual kepada Mutoin.
“Proses jual beli diketahui dan disaksikan oleh perangkat desa dengan bukti kuitansi. Dan sertifikat masih atas nama Sumiyatun (Mbah Tun),” kata Mutoin dalam kesaksiannya.
Simak video pilihan berikut
Terkuaknya Kebusukan
Lalu pada tahun 2009, sawah yang dibeli Mutoin dan masih bersertifikat nama Sumiyatun tersebut berpindah tangan lagi dalam proses jual beli ala warga desa yang hanya disaksikan oleh perangkat desa dengan bukti seadanya yakni kuitansi.
Pembelinya adalah Mahmudi yang hingga saat ini masih mengelola sendiri sawah tersebut.
"Tahun 2009 saya beli sawah tersebut dari Pak Mutoin seharga 25 juta," kata Mahmudi.
Tahun 2010 ada program sertifikat massal. Mahmudi dan Mutoin mencoba mendaftarkan sawah tersebut. Saat itu, sertifikat sudah beralih nama menjadi Mustofa tanpa sepengetahuan Mbah Tun selaku pemegang sertifikat awal.
Mbah Tun yang buta huruf menjadi korban penipuan oleh Mustofa. Sejak saat itu, Mahmudi bersama dengan Mbah Tun terus berjuang agar bisa mempertahankan haknya.
"Karena punya hak atas sawah, maka saya berusaha sebisa mungkin berjuang agar jangan sampai sawah tereksekusi dan menjadi milik orang lain (pemenang lelang),” kata Mahmudi.
Mbah Tun dan Mahmudi masih harap-harap cemas menunggu hingga putusan sidang pada 25 Agustus 2020 nanti.
Sementara itu, pihak Pengadilan Negeri Demak belum bersedia dikonfirmasi saat itu terkait dasar rencana eksekusi tanah milik Mbah Tun. Tetapi Humas PN Demak, Obaja, menjanjikan akan menggelar konferensi pers besok, Rabu (22/7/2020) pukul 09.00.
"Tentang perkara nomor 11, kawan kawan media bisa ketemu kami besok (Rabu 22/7/2020) pukul 09.00,” kata humas PN Demak, Obaja.
Advertisement