Liputan6.com, Bandung - Rektor Universitas Islam Bandung (Unisba) Edi Setiadi kembali memberikan menyatakan sikap dan penyesalan atas insiden aparat kepolisian yang penembakan gas air mata ke area kampus yang menyebabkan kerusakan terhadap fasilitas dan pemukulan terhadap tenaga keamanan dalam kampus.
Pernyataan Edi tersebut tertuang dalam surat Nomor: 924/K.06/Rek-k/X/2020. Edi menyampaikan pernyataan sikap kepada Kapolda Jawa Barat Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi.
Berdasarkan salinan surat yang diterima Liputan6.com, surat pernyataan sikap tersebut ditandatangani Edi pada Sabtu (10/10/2020).
Advertisement
Baca Juga
"Menindaklanjuti surat terdahulu tentang terjadinya unjuk rasa mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi (di dalamnya termasuk mahasiswa Unisba) pada 7 dan 8 Oktober 2020 yang dijamin oleh Undang-undang No 9/2008, dan insiden penembakan gas air mata ke area dalam kampus Unisba yang menyebabkan kerusakan terhadap fasilitas keamanan Unisba serta pemukulan oknum anggota kepolisian terhadap tenaga keamanan dalam kampus kami, melalui surat ini kami sampaikan penyesalan dan beberapa pernyataan," tutur Edi dalam surat tersebut.
Adapun keenam poin yang disampaikan Rektor Unisba adalah sebagai berikut.
1. Bahwa tindakan sebagian kecil oknum polisi yang menangani unjuk rasa mahasiswa (termasuk mahasiswa Unisba) yang melakukan tindakan berlebihan (excesive force) sehingga menyebabkan kerusakan fasilitas kampus sungguh suatu perbuatan yang tidak patut dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam rangka menjalankan fungsinya karena fasilitas kampus tidak ada kaitannya dengan objek dari pelaksanaan tindakan polisionil tersebut.
2. Bahwa penegak hukum (in casu polisi) harus juga memperhatikan code of conduct for law enforcement salah satunya adalah kapan seorang penegak hukum menggunakan force (when strictly and only to the extent required for the performance of their duty). Kemudian juga harus memperhatikan basic principle on the use of force and firearm by law enforcement official serta KUHAP. Dari instrumen-instrumen hukum tersebut maka perusakan fasilitas kampus serta pemukulan terhadap anggota keamanan kampus tidaklah dibenarkan karena polisi tidak dalam keadaan bahaya jiwanya.
3. Bahwa kami sangat menyesalkan dan meminta perhatian dari pimpinan Polri bahwa praktik tindakan polisionil tersebut jangan menjadi kebiasaan dan dianggap sebagai tindakan biasa karena tidak sesuai dengan fungsi dan tugas kepolisian yang bersifat mengayomi dan melindungi masyarakat.
4. Kemudian bahwa telah terjadi penyelesaian dengan Yayasan Unisba, kami pun paham bahwa dalam doktrin hukum pidana modern praktik seperti itu disebut out of court settlement. Oleh karena itu untuk adanya persamaan di depan hukum dan menjalankan praktik seperti itu kami mengimbau agar kepolisian dapat menerapkannya juga kepada seluruh mahasiswa dari perguruan tinggi manapun yang jika sampai saat ini masih menjalani proses hukum di kepolisian.
5. Kami juga percaya bahwa kepolisian akan tetap menjadi Rasta Sewakottama (pelayan dan abdi utama negara) dan tetap berpegang teguh kepada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian yang dengan tegas mengatakan tugas pokok polisi pertama memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, kedua menegakkan hukum dan ketiga memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
6. Unisba sebagai komponen bangsa akan tetap menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan tinggi yang bersama komponen bangsa lainnya ikut bersama-sama mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebelumnya Rektor Unisba membuat pengaduan atas tindakan oknum aparat kepolisian yang menembakkan gas air mata ke dalam kampus. Pengaduan dibuat secara tertulis dan ditujukan kepada Kapolda Jawa Barat.
Dalam surat bernomor 595/K.08/REK-K/X/2020, Edi meminta pimpinan Polri menertibkan anggotanya supaya tidak bertindak secara berlebihan dalam pengamanan usai demonstrasi mahasiswa tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di DPRD Jabar pada Rabu (7/10/2020) yang berujung penembakan gas air mata aparat ke dalam area kampus.