Bocah Perempuan Ini Cerita ke Ibu Guru Diperkosa Ayah Angkatnya

Kasus pemerkosaan ini terungkap setelah korban bernama Bulan (10) --bukan nama sebenarnya-- menceritakan peristiwa pilu yang ia alami, kepada ibu gurunya di sekolah

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Nov 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2020, 14:00 WIB
Ilustrasi Pemerkosaan
Ilustrasi Pemerkosaan (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Aceh - Polres Simeulue, Provinsi Aceh, Sabtu malam menahan seorang pria berinisial SDJ (35), warga sebuah desa di Kabupaten Simeulue, karena diduga tega memerkosa anak angkatnya berusia 10 tahun.

"Pelaku kita tahan karena diduga kuat telah melakukan tindak pidana asusila pencabulan atau persetubuhan terhadap anak angkatnya sendiri," kata Kapolres Simeulue, Aceh, AKBP Agung Surya Prabowo diwakili Kasat Reskrim Ipda M Rizal didampingi Kanit PPA Aipda Wardika Saputra yang dihubungi dari Meulaboh, Sabtu malam, dikutip Antara.

Menurut Aipda Wardika, kasus pemerkosaan ini terungkap setelah korban bernama Bulan (10) --bukan nama sebenarnya-- menceritakan peristiwa pilu yang ia alami, kepada ibu gurunya di sekolah.

Karena tidak terima dengan perbuatan pelaku rudapaksa itu, kemudian kasus ini dilaporkan ke polisi, kata Aipda Wardika Saputra menegaskan.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Kekerasan Seksual Dilakukan oleh Orang Terdekat

Kekerasan seksual juga terjadi di Palembang. Sebelumnya, Direktur WCC Palembang Yeni Roslaini mengakui jika kekerasan seksual memang banyak menimpa anak-anak di bawah umur.

Bahkan di tahun 2020 ini, hampir setiap hari ditemukan kekerasan seksual terhadap anak di Sumsel, terutama di Palembang.

“Saya meyakini yang tidak terungkap itu banyak, karena alasan aib keluarga, jika di-blow up bisa buat keluarga malu, sehingga ditutupi. Ini yang sangat memprihatinkan,” katanya kepada Liputan6.com, Minggu (18/10/2020).

Dari beragam kasus pencabulan anak yang terjadi di Sumsel, pelaku pencabulan banyak berasal dari orang-orang terdekat korban. Seperti guru, tetangga, tukang ojek hingga orang-orang yang sudah dikenal korban.

Dari pengamatannya dalam kasus pencabulan anak yang dilakukan oknum guru mengaji tersebut, modus mengatur pernapasan hanyalah trik untuk memuluskan aksinya.

“Apalagi anak memang dididik harus menurut ke guru, terlebih guru dengan doktrin yang luar biasa. Sehingga anak-anak tidak bisa melawan,” ujarnya di Palembang.

Dia menilai, anak-anak belum bisa membedakan, mana yang baik dan buruk. Inilah yang berkontribusi besar terhadap maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Kasus pencabulan anak yang dilakukan pelaku, lanjut Yeni, bukan karena penyakit, namun karena pelaku mengetahui kelompok anak-anak merupakan kaum yang lemah.

Karena itu, WCC Palembang terus mendorong Rancangan Undang-Undang (UU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), yang hingga kini belum disahkan DPR RI.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya