Liputan6.com, Mentawai - KL (14), remaja di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, menjadi korban pemerkosaan pria bejat berinisial RP (46). Akibat, KL diduga mengalami depresi dan mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun. Dirinya sempat dibawa ke RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai sebelum dinyatakan meninggal dunia pada 28 Juni 2020.Â
Kekerasan seksual terhadap KL terjadi secara berulang sejak Januari 2020, hingga akhirnya terungkap pada 29 Mei 2020. Pelaku sendiri merupakan seorang pendeta di Kepulauan Mentawai.
"Pelaku kini sudah ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan di Mapolres Mentawai," kata Direktur Women Crisis Center (WCC)Â Nurani Perempuan, Rahmi Meri Yanti, kepada Liputan6.com, Jumat (3/7/2020).
Advertisement
Meri Yanti yang ikut mengawal kasus pemerkosaan tersebut mengatakan, korban merupakan seorang yatim piatu yang dijadikan anak angkat oleh orangtua pelaku.
Baca Juga
Kapolres Mentawai, AKBP Dodi Prawiranegara menjelaskan, kejadian itu berawal dari Januari 2020, korban merupakan anak perempuan yang diasuh oleh orangtua tersangka yang diambil dari panti asuhan.
"Korban diambil dari yayasan panti asuhan tidak punya ayah ibu dan harusnya mendapat kasih sayang," katanya.
Dari keterangan polisi, kejadian pertama kali saat korban yang berada di rumah tersangka sedang memasak kemudian pelaku memperkosa korban di dapur rumah itu, kejadian tersebut secara berulang dilakukan pelaku hingga Mei 2020.
Peristiwa ini lama terkuak karena tidak ada yang mengetahuinya, korban merasa tertekan, namun dirinya memberikan diri menceritakan apa yang dialaminya ke beberapa orang.
Terungkapnya kasus pemerkosaan ini, saat ada masyarakat yang mengetahui informasi dari korban, korban tersebut juga pernah bercerita kepada seorang bidan. Informasi itu akhirnya menjadi data awal bagi polisi untuk melakukan penyelidikan.
"Saya sudah perintahkan ancaman hukuman yang diterapkan pada pelaku seberat-beratnya," kata Dodi.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Kekerasan Seksual Merajalela di Mentawai
Di Mentawai, lanjut Meri kasus kekerasan yang menimpa KL bukanlah yang pertama kali. Dari data yang dikumpulkan pihaknya sejak 2003 hingga 2020, sudah terjadi 39 kasus kekerasan seksual kepada perempuan dan anak-anak.
Bahkan dalam 6 bulan terakhir sudah terjadi 4 kasus kekerasan seksual dengan pelaku oknum kepala desa, oknum pemuka agama dan warga.
Angka-angka itu, diduga masih bisa bertambah jika berkaca pada tipologi kekerasan seksual, dimana korban cenderung tidak bersedia untuk melaporkan telah mengalami kekerasan seksual.
"Banyak korban khawatir dirinya akan menerima stigma negatif dari masyarakat jika membuka identitas dan melaporkan kasusnya," jelas Meri.
Belum lagi korban yang justru berisiko dikriminalisasi. Ada pula faktor keluarga, lingkungan, dan budaya, seperti reaksi persekusi, pemberitaan media yang mengeksploitasi informasi pribadi.
Kemudian juga faktor kecenderungan lingkungan untuk lebih membela pelaku, ditambah dengan sistem hukum negara yang belum memiliki perspektif korban yang merata.
Oleh sebab itu, WCC Nurani Perempuan mendesak aparat Penegak Hukum untuk mengusut tuntas kasus kekerasan seksual yang dialami oleh KL.
Desakan juga diberikan pada Polda Sumbar, untuk memberikan asistensi penuntasan semua kasus kekerasan seksual di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Nurani Perempuan juga mendesak Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai untuk melindungi masyarakatnya, agar terhindar dari kekerasan seksual.
"Kami juga meminta masyarakat terbuka memberikan informasi dan melaporkan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan sekitarnya," Meri menambahkan.
Â
Advertisement