Pelaku Pencabulan Anak Kebanyakan Orang Terdekat Korban

Kasus pencabulan anak di Kota Palembang Sumsel kerap dilakukan oleh orang terdekat korban.

oleh Nefri Inge diperbarui 19 Okt 2020, 12:00 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2020, 12:00 WIB
pencabulan
Ilustrasi pencabulan.

Liputan6.com, Palembang - Kasus pencabulan anak yang dilakukan oknum guru mengaji WH (28) terhadap anak muridnya Z (14) di Palembang Sumatera Selatan (Sumsel), mendapat perhatian dari Women’s Crisis Center (WCC) Palembang.

Direktur WCC Palembang Yeni Roslaini mengakui jika kekerasan seksual memang banyak menimpa anak-anak di bawah umur. Bahkan di tahun 2020 ini, hampir setiap hari ditemukan kekerasan seksual terhadap anak di Sumsel, terutama di Palembang.

“Saya meyakini yang tidak terungkap itu banyak, karena alasan aib keluarga, jika di-blow up bisa buat keluarga malu, sehingga ditutupi. Ini yang sangat memprihatinkan,” katanya kepada Liputan6.com, Minggu (18/10/2020).

Dari beragam kasus pencabulan anak yang terjadi di Sumsel, pelaku pencabulan banyak berasal dari orang-orang terdekat korban. Seperti guru, tetangga, tukang ojek hingga orang-orang yang sudah dikenal korban.

Dari pengamatannya dalam kasus pencabulan anak yang dilakukan oknum guru mengaji tersebut, modus mengatur pernapasan hanyalah trik untuk memuluskan aksinya.

“Apalagi anak memang dididik harus menurut ke guru, terlebih guru dengan doktrin yang luar biasa. Sehingga anak-anak tidak bisa melawan,” ujarnya di Palembang.

Dia menilai, anak-anak belum bisa membedakan, mana yang baik dan buruk. Inilah yang berkontribusi besar terhadap maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Kasus pencabulan anak yang dilakukan pelaku, lanjut Yeni, bukan karena penyakit, namun karena pelaku mengetahui kelompok anak-anak merupakan kaum yang lemah.

Karena itu, WCC Palembang terus mendorong Rancangan Undang-Undang (UU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), yang hingga kini belum disahkan DPR RI.

“Korban harus mendapatkan hak-haknya yaitu trauma healing dan rangkaian konseling, agar bisa menata hidupnya kembali,” ucapnya.

Meskipun pelaku pencabulan mendapatkan hukuman pidana seberat-beratnya, namun Yeni menilai hal itu tidak sepadan dengan apa yang dialami korban pascapencabulan.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :

Trauma Healing Korban

pencabulan
Ilustrasi: Pencabulan | via: kaskus.co.id

Pencabulan yang dialami korban, akan membekas cukup lama. Korban kebanyakan merasa bersalah, sehingga bisa mengganggu psikologi korban.

Setelah kasus korban terungkap, banyak yang merasa perlindungan terhadap korban sangat lemah. Terlebih dengan masifnya pemberitaan di media massa, yang tidak terkendali.

Dampak pasca pencabulan terhadap korban diakuinya berbeda-beda. Tergantung dengan tumbuh kembang di keluarga masing-masing.

“Ada yang tidak terlihat nyata, tapi trauma kembali jika melihat kejadian yang sama. Ada yang jadi minder, tidak mau bersosialisasi, pemurung, lebih agresif dan pendendam. Tapi semua berdampak tidak baik, ada perubahan yang menghambat tumbuh kembang anak,” katanya.

Untuk itu dia mengharapkan adanya pendampingan dan trauma healing bagi korban pencabulan. Bahkan, korban harus dikuatkan jika kasus yang dialaminya tersebut, bukan karena kesalahannya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya