Liputan6.com, Pekanbaru - Upaya PT Nasional Sago Prima (NSP) lepas dari perkara kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kandas setelah Mahkamah Agung menolak peninjauan hukum Group Sampoerna Agro itu. Perusahaan pemicu bencana kabut asap Riau ini tetap wajib membayar denda Rp1 triliun lebih.
Menurut Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani, nilai itu terdiri dari ganti rugi Rp319 miliar dan pemulihan lingkungan Rp733 miliar. Putusan karhutla Riau ini dikeluarkan majelis hakim MA pada 19 November 2020.
Advertisement
Baca Juga
"Ini perkara karhutla di Riau tahun 2014 lalu," kata Rasio di Pekanbaru, Kamis siang, 26 November 2020.
Rasio menjelaskan, perkara ini bergulir dari pengadilan tingkat pertama berdasarkan gugatan KLHK terhadap PT NSP. Perusahaan kemudian mengajukan banding hingga kasasi ke MA karena ingin lepas dari ganti rugi dan pemulihan lingkungan di Kepulauan Meranti Riau.
Gakkum KLHK juga berusaha melawan upaya peninjauan kembali (PK) PT NSP ke MA beberapa waktu lalu. Upaya terakhir ini tak berbuah manis karena perusahaan kalah di MA.
"Kami konsisten melakukan upaya hukum hingga memenangkan gugatan karhutla ini," ucap Rasio.
Rasio menyatakan, pihaknya tidak hanya fokus melawan penjahat lingkungan di Indonesia. Baik itu perkara perambahan hutan seperti illegal logging ataupun perbuatan yang merusak ekosistem.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Menjadi Perhatian Presiden SBY
Sebagai informasi, bencana kabut asap tahun 2014 merupakan termasuk kejahatan lingkungan terparah akibat karhutla di Riau. Semua sendi kehidupan, mulai pendidikan, ekonomi dan pemerintahan lumpuh karena langit Riau berbulan-bulan diselebungi kabut asap.
Bencana asap tahun 2014 ini membuat Susilo Bambang Yudhoyono, presiden Indonesia kala itu, turun tangan. Penegakan hukum secara pidana dilakukan oleh Polda Riau, dan KLHK juga melakukan gugatan secara perdata.
Gugatan dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan majelis hakim memvonis membayar denda Rp1,070 triliun. Perusahaan sagu ini lalu mengajukan banding hingga akhirnya dikabulkan Pengadilan Tinggi Jakarta.
Selanjutnya, giliran KLHK mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan diterima. Perkara Nomor 3067 K/PDT/2018 itu diadili oleh hakim Soltoni Mohdally dengan anggota Hamdi Yunus Wahab.
Dengan vonis ini, PT NSP menjadi perusahaan kedua yang diwajibkan membayar denda karena diduga merusak hutan serta menyebabkan kebakaran lahan yang berujung bencana asap. Perusahaan pertama adalah PT Merbau Pelalawan Lestari di Pelalawan.
Perusahaan itu dalam putusan MA diwajibkan membayar denda Rp 16,2 triliun, jumlah berlipat-lipat dari PT NSP. PT Merbau dinyatakan bertanggung jawab atas kerusakan 7.463 hektare lahan di Kabupaten Pelalawan.
Advertisement