Kisah Mbah Kadiyem, Tinggal di Hutan Sragen Bersama Anaknya yang Sakit

Pembangunan rumah Mbah Kadiyem sempat dibantu lima keluarga terdekat

diperbarui 18 Jan 2021, 17:00 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2021, 17:00 WIB
Mbah Kadiyem dan anaknya yang sakit tinggal di hutan dengan rumah berukuran 3x3 meter, tanpa penerangan listrik. (Foto: Solopos.com/TKSK Jenar)
Mbah Kadiyem dan anaknya yang sakit tinggal di hutan dengan rumah berukuran 3x3 meter, tanpa penerangan listrik. (Foto: Solopos.com/TKSK Jenar)

Sragen - Kehidupan keluarga miskin di Dukuh/Desa/Kecamatan Jenar, Sragen, yang tinggal di hutan tanpa listrik sangat memprihatinkan. Keluarga itu terdiri dari anak dan ibu yang sama -sama kurang beruntung.

Kadiman, 35, tinggal bersama ibunya, Ny. Dasir, 75, di sebuah rumah di hutan milik PT Perhutani. Kadiman tidak bisa bekerja lantaran kepalanya mengalami pembengkakan karena penyakit hydrocephalus. Sementara ibunya, mengalami depresi dan sudah sulit diajak berkomunikasi.

Mereka tinggal di rumah yang berukuran sekitar 3x3 meter persegi. Dindingnya terbuat dari batu bata yang belum diplester yang dipadu dengan papan kayu atau triplek.

Di dalamnya hanya ada satu ruangan yang dipakai untuk tidur sekaligus memasak. Rumah keluarga miskin itu juga belum dilengkapi fasilitas mandi cuci kakus (MCK) yang memadai.

Di rumah itu terdapat dipan, tempat Kadiman terbaring lemas. Ia mengidap penyakit hydrocephalus selama bertahun-tahun.

Pada malam hari, rumah Kadiman dipastikan gelap gulita karena ketiadaan aliran listrik. Pada tahun lalu, kata Kapolsek, anggotanya datang ke rumah itu untuk memasang aliran listrik.

Akan tetapi, kabel listrik menuju rumah itu justru dilepas oleh Ny. Dasir yang mengalami depresi. “Karena tidak ada listrik, pencahayaan pada malam hari mereka cukup dengan lampu teplok,” papar Kapolsek Jenar, Sragen, AKP Suparjono kepada Solopos.com, Sabtu (16/1/2021).

 

 

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Bantuan Pemerintah

Mbah Kadiyem dan anaknya yang sakit tinggal di hutan dengan rumah berukuran 3x3 meter, tanpa penerangan listrik. (Foto: Solopos.com/TKSK Jenar)
Mbah Kadiyem dan anaknya yang sakit tinggal di hutan dengan rumah berukuran 3x3 meter, tanpa penerangan listrik. (Foto: Solopos.com/TKSK Jenar)

Pada Jumat (15/1/2021), rombongan dari Polsek Jenar yang mendengar kisah pilu di Sragen ini datang berkunjung. Mereka menyalurkan bantuan sembako kepada keluarga miskin di Sragen ini.

Kegiatan itu dipimpin Kapolsek Jenar, AKP Suparjono. Untuk menjangkau rumah yang ditinggali Kadiman dan ibunya, sejumlah polisi itu harus menyusuri kebun jati dan jagung milik warga sekitar dengan jalan kaki. Hal ini karena tidak ada akses jalan menuju rumah yang ditinggali keluarga miskin di Sragen tersebut.

“Memang tidak ada akses jalan, jadi kami harus jalan kaki sejauh sekitar 300 meter melewati kebun jati dan jagung. Di sana, rumah itu berdiri di tanah milik Perhutani. Jadi status rumah itu magersari,” terang AKP Suparjono.

Dalam kegiatan bertajuk “Jumat Berkah” kemarin, polisi membawa paket sembako berisi beras, mi instan, minyak goreng, susu, gula, teh dan lain-lain. Kebutuhan sehari-hari keluarga miskin di Sragen itu dicukupi oleh anaknya yang tinggal di rumah yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah itu.

Bantuan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen sudah mengalir kepada keluarga Mbah Kadiyem alias Mbah Dasir, 80, yang tinggal bersama anaknya, Ngadiman, 36, di Dukuh/Desa/kecamatan Jenar RT 001/RW 001, Sragen, sejak 2013. Sejak enam bulan terakhir, tidak ada penerangan listrik di rumah keluarga miskin itu.

Warga sudah berusaha menyalurkan kabel listrik ke rumah yang berjarak sekitar 50 meter dari permukiman warga. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Jenar, Aminudin, saat dihubungi Solopos.com, Minggu (17/1/2021), menyampaikan listrik itu diputus sendiri oleh Mbah Dasir karena merasa tidak nyaman. Amin mengatakan Ngadiman sakit hydrocephalus sejak 2017 dan sempat berobat.

 

Warga Sempat Bantu Bangun Rumah Mbah Kadiyem

“Selama ini bantuan pemerintah sudah mengalir ke keluarga itu, yakni raskin atau rastra sejak 2013-2018. Bantuan itu kemudian berganti nama menjadi BPNT [bantuan pangan non tunai] sejak 2018 sampai sekarang. Bantuan jaminan sosial lanjut usia dari APBD juga diterima mereka pada 2014. Jaminan sosial penyandang cacat dari APBN juga diberikan pada 2016-2018. Pembangunan rumah tidak layak huni (RTLH) pada 2017, bantuan sembako 2017-2018, dan bantuan PKH [program keluarga harapan] disabilitas 2019-sekarang,” ujar Amin, sapaan akrabnya.

Amin menerangkan bantuan yang terus mengalir ke keluarga Mbah Kadiyem berupa BPNT senilai Rp200.000/bulan, sembako dan PKH senilai Rp1,8 juta per tahun. Amin menyampaikan kepedulian tetangga masih ada.

Dia menyebut pembangunan rumah Mbah Kadiyem sempat dibantu lima keluarga terdekat. Untuk kebutuhan penerangan listrik, kata dia, sudah diupayakan tetangga, yakni menyalur dari rumah tetangga terdekat.

“Mungkin kurang terbiasa, sejak enam bulan lalu jaringan kabel itu diputus Mbah Dasir sendiri karena kurang nyaman. Jarak ke rumah terdekat itu sekitar 50 meteran. Sebenarnya Mbah Dasir masih punya anak di Sulawesi dan ada menantu yang dekat. Yang selama ini memberi makan itu ya menantu,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Sragen Joko Saryono menyampaikan pemerintah sudah perhatian kepada keluarga miskin itu. Selain bantuan-bantuan itu, Joko menerangkan rumah Mbah Dasir itu menempati tanah kas dan lebih jauh jangkauannya dari rumah yang sekarang ditempati.

“Rumah yang ditempati itu merupakan hasil koordinasi kami dengan ketua RT dan kepala desa setempat. Ada tanah tegalan milik warga yang bisa ditempati meskipun tidak dekat dengan akses jalan desa.

“Kami sudah menindaklanjuti warga miskin itu cukup lama. Untuk kesehatan mereka pun sudah dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen. Kami berencana memasukkan Mbah Dasir itu ke panti jompo bila memungkinkan. Dalam waktu dekat, kami akan cek ke lokasi,” tambahnya.

Dapatkan berita menarik Solopos.com lainnya, di sini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya