Liputan6.com, Selayar - Kisruh penjualan Pulau Lantigiang yang berada di Desa Jinato, Kecamatan Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan hingga kini belum menemui titik terang. Kasus itu masih diselidiki oleh Polres Selayar.
Asdianti Baso, wanita yang disebut sebagai orang yang membeli Pulau Lantigiang pun angkat bicara. Asdianti membeli pulau itu dari Syamsul Alam, warga Pulau Jampea yang mengklaim kepemilikan pulau itu sebagai peninggalan nenek moyangnya.
Advertisement
Baca Juga
"Saya membeli tanah, bukan pulau," kata Asdianti dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (2/2/2021).
Menurut Asdianti, niat dirinya membeli lahan di Pulau Lantigiang untuk dikelola menjadi kawasan wisata. Asdianti pun berencana membangun Water Bungalows di sekitar pulau seluas 7 hektare itu.
"Tujuan saya adalah untuk membangun Water Bungalows di tempat kelahiran saya, yaitu Selayar," imbuhnya.
Usaha untuk membangun kawasan wisata di salah satu pulau yang berada di Kabupaten Kepulauan Selayar sebenarnya telah dilakukan oleh Asdianti sejak 2017. Melalui perusaan pribadinya, PT Selayar Mandiri Utama, Asdianti kemudian membeli tanah seluas 1 hektare di Pulau Latondu Besar.
Belakangan dirinya mengurus penerbitan sertifikat tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Namun tidak berhasil lantaran pulau itu masuk dalam kawasan konservasi Taman Nasional Taka Bonerate.
"Tapi ditolak BPN untuk mengeluarkan sertifikat karena adanya keputusan-keputusan dan lain-lain," aku Asdianti.
Asdianti pun kembali berkonsultasi dengan pihak Balai Taman Nasional Taka Bonerate hingga pihak balai menyarankan agar Asdianti mencari pulau lain. Setelah memilah sejumlah pulau, akhirnya Asdianti pun memilih Pulau Lantigiang.
"Pihak balai waktu itu menyarankan Lantigiang, Pulau Belang-belang dan pulau lain, tapi saya tertarik hanya Lantigiang dan Pulau Latondu Besar," sebutnya.
Simak juga video pilihan berikut:
Tempuh Jalur Hukum
Asdianti kemudian kembali berupaya menerbitkan izin pengelolaan atas Pulau Lantigiang. Namun sayang upayanya itu tak lagi mendapat respon dari pihak Balai Nasional Taka Bonerate.
Asdianti kemudian menempuh jalur hukum. Ia melaporkan Balai Nasional Taka Bonerate ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar.
"Sampai bulan Juni 2020 tidak ada respon dari balai, akhirnya saya lapor ke PTUN," ungkapnya
Setalah melalui serangkaian persidangan, Asdianti berhasil memenangkan kasus tersebut. Permohonan Asdianti untuk mendapat izin teknis dan penerbitan sertifikat pengelolaan dikabulkan oleh PTUN Makassar.
"Sidang enam kali, permohonan saya dikabulkan," ucapnya.
Bermodalkan hasil putusan sidang itulah kemudian Asdianti berniat membeli lahan yang berada di pulau tersebut. Asdianti pun mengetahui bahwa selama ini pulau tersebut dikelola oleh Syamsul Alam secara turun temurun.
"Seluruh masyarakat yang ada di pulau Jinato dan pulau lainnya tahu bahwa sahnya yang bercocok tanam dan berkebun itu dulu keluarga pak Syamsul," tegasnya.
Asdianti pun menemui Syamsul Alam hingga akhirnya keduanya sepakat untuk membeli lahan di atas pulau tersebut seharga Rp900 juta.
"Kita juga harus menghargai hak pak Syamsul. Misalkan saya tidak membebaskan tanah rakyat dan langsung membangun bungalows akan berakibat pun di kemudian hari. Di Sulawesi bilang a’jallo-jallo keluargana (mengamuk keluarganya)," ujar Asidianti.
Advertisement