Beda Imsakiyah NU dan Muhammadiyah, Begini Kata Gus Yasin

Gus Yasin, Wakil Gubernur Jateng yang juga putra ulama kondang, Kiai Maimoen Zubair, itu menekankan perbedaan imsakiyah ini harus disikapi dengan saling menghormati

diperbarui 11 Apr 2021, 13:00 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2021, 13:00 WIB
Gus Mus dan Taj Yasin (Tim Media Taj Yasin)
Gus Mus dan Taj Yasin (Tim Media Taj Yasin)

Semarang - Wakil Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Taj Yasin Maimoen, meminta umat muslim menyikapi perbedaan jadwal imsak dengan dewasa.

Pria yang akrab disapa Gus Yasin itu menilai perbedaan jadwal imsak hari pertama puasa pada Rabu (13/4/2021) tidak perlu dijadikan polemik.

Hal itu disampaikan Gus Yasin saat memimpin Rapat Penetapan Imsakiyah Ramadan bersama Kementerian Agama Jateng, MUI Jateng, PW NU Jateng, dan Muhammadiyah di kantornya, Kamis (8/4/2021).

"Karena ini ranah ijtihad, waktu ini memang ada perbedaan. Memang ada gangguan falakiah dalam menghitung apakah sudah muncul fajar sidik atau belum. Ini kan kesulitan, sehingga Muhammadiyah melihat di minus 18 derajat. Sedangkan kita [Kementerian Agama] menetapkan di minus 20 derajat," ujar Gus Yasin, dikutip Solopos.com.

Perbedaan ini pun membuat penetapan imsakiyah antara Muhammadiyah dengan Kemenag berbeda. Muhammadiyah menetapkan imsak pukul 04.22 WIB, sedangkan Kemenag pada pukul 04.14 WIB.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Literasi Fiqih

[Bintang] Jadwal Sholat, Imsakiyah dan Buka Puasa Hari ke-2, 18 Mei 2018
Biar nggak telat, ini jadwal sholat, imsakiyah dan buka puasa hari ke-2, 18 Mei 2018. (Ilustrasi: AboutIslam.net)

Putra ulama kondang, Kiai Maimoen Zubair, itu menekankan perbedaan ini harus disikapi dengan saling menghormati dan jangan sampai terjadi saling menyalahkan.

"Saya mengimbau kepada masyarakat, kalau memang sudah mengikuti [salah satu] waktu [imsakiah]. Misalnya sudah ikut Muhammadiyah, ya jangan memengaruhi kawan-kawan yang mengikuti [imsakiah] selain Muhammadiyah. Jadi ini ranahnya ijtihad," tuturnya.

Lebih lanjut ia mengatakan dalam literasi fikih dijelaskan bahwa orang yang mujtahid itu tidak boleh memengaruhi ijtihad orang lain. Ini seperti yang disampaikan oleh Imam Syafi'i.

"Ijtihad saya, pendapat saya benar, tapi ada kemungkinan salah dan pendapat orang lain salah, tetapi ada kemungkinan benar. Itu kita diajarkan untuk saling toleransi," pungkasnya.

Dapatkan berita menarik Solopos.com lainnya, di sini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya