Kisah Rumah Tenun dan Perempuan Lewokluok di Flores Timur

Kain tenun merupakan salah satu budaya dan daya tarik bagi kaum perempuan di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT)

oleh Dionisius Wilibardus diperbarui 04 Jul 2021, 06:00 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2021, 06:00 WIB
Rumah Tenun Lewokluok yang berada di Desa Lewokluok, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Foto Istimewah)
Rumah Tenun Lewokluok yang berada di Desa Lewokluok, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Foto Istimewah)

Liputan6.com, Flores Timur - Kain tenun merupakan salah satu budaya dan daya tarik bagi kaum perempuan di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Berbagai motif dan corak khas dalam proses pembuatan yang cukup lama, membuat kain tenun ini makin istimewa.

Menggunakan kain tenun merupakan identitas dan harga diri dari masyarakat setempat khususnya dalam budaya, sehingga dalam berbagai upacara adat dan atraksi kaum perempuan harus menggunakan kain tenun.

Untuk menjaga kelestarian budaya, ibu-ibu di Desa Lewokluok, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) membangun sebuah Rumah Tenun Lewokluok. Rumah ini digunakan sebagai tempat kaum perempuan untuk memberikan edukasi dalam membuat tenun ikat.

Ketua Kelompok Tenun Lino Lina, Kristina Hayon menuturkan saat ini kelompok yang berdiri sejak tahun 2017 lalu ini beranggotakan 20 orang. Terbentuknya kelompok tenun ini, memicu aparat desa setempat membangun rumah tenun sebagai tempat perempuan berkreativitas.

"Saya mencari ibu-ibu senior di kampung yang tau soal tenun untuk curi ilmu. Jika mereka sudah tidak ada, siapa yang bisa ajarkan kita. Saya kuatir budaya ini bisa hilang," ungkapnya kepada awak media, Jumat (2/7/2021) siang.

Dikatakannya sarung tenun merupakan pakaian adat yang wajib dibutuhkan dalam budaya lamaholot, seperti upacara kematian dan pernikahan adat. Sayangnya, saat ini budaya menenun nyaris hilang tergerus jaman.

"Dengan perkembangan teknologi yang semakin meningkat, anak-anak muda sekarang hampir semua tidak tau menenun. Sejak terbentuknya kelompok, semua anggota sudah bisa mengikat motif hingga menenun," ujarnya.

 

Simak Video Pilihan di Bawah Ini:

Remaja Putri

Dia mengatakan selain ibu-ibu, kelompok tenun ini juga melibatkan anak-anak perempuan yang masih bersekolah SD sampai SMA. Anak-anak ini diberi kesempatan belajar menenun.

"Jika menggunakan pewarna asli bisa memakan waktu 1-3 tahun. Kalau pewarna biasa, dari proses motif sampai tenun, hanya butuh waktu 2-3 bulan untuk menghasilkan satu sarung," ujarnya.

Ia berharap budaya tenun bisa dimasukan sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah agar generasi muda tidak melupakan budaya yang sudah diwariskan leluhur.

"Saat menikah atau kematian banyak yang membeli sarung. Hasil jualan untuk membiayai kebutuhan keluarga dan menyekolahkan anak. Generasi muda harus belajar. Syukurlah masih ada kami yang bisa belajar. Jika tidak, bisa hilang budaya menenun," ujarnya.

Untuk diketahui, Desa Lewokluok merupakan salah satu desa yang menjadi pusat destinasi budaya di kabupaten Flores Timur. Di desa ini terdapat kampung adat yang saat ini masuk nominasi 10 besar API Award 2021.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya