Liputan6.com, Aceh - Fakta baru mengenai kasus kekerasan seksual terhadap seorang anak yang berusia 14 tahun asal Aceh Barat terungkap melalui kronologi hasil pendalaman pihak LBH Banda Aceh yang merupakan pendamping hukum korban. Dari hasil mendalami cerita korban tersebut, kemungkinan banyak pihak yang bisa diseret atau diletakkan satu barisan dengan pelaku, Fdhl (22) dalam kasus ini.
Pertama, teman pelaku yang datang beberapa saat setelah pelaku menemui korban sebelum pelaku mengancam korban dengan pisau sampai menganiaya dengan cara menjambak rambutnya. Teman pelaku adalah orang yang membawa sepeda motor korban serta orang yang menyuruh pelaku untuk segera membawa pergi korban dari tempat itu jika tidak ingin aksinya ketahuan.
Kedua, kakak dan nenek pelaku di Aceh Timur yang sempat memaksa korban untuk menikah dengan pelaku setiba mereka di sana. Ketika korban menolak, kakak pelaku sempat melontarkan kata-kata yang bunyinya menyuruh pelaku untuk memerkosa korban saja—ucapan kakaknya dibalas pelaku dengan mengatakan bahwa memang hal itu yang diinginkannya.
Advertisement
Malam itu, keluarganya menyuruh pelaku membawa masuk korban ke dalam kamar untuk beristirahat sementara mereka akan menginap ke rumah kakak pelaku yang ada di sebelah. Pelaku melakukan rudapaksa kepada korban sebanyak 3 kali pada malam itu, dan kembali melakukan sebanyak 2 kali keesokan harinya.
Ketika pelaku membawa pulang korban ke Aceh Barat, ia sempat dititipkan ke abang kandung pelaku sebelum korban dibawa ke kantor kepala desa di mana pelaku tinggal sampai ia dibawa ke kantor kepolisian tingkat sektor setempat. Sementara itu, pelaku dibawa melarikan diri oleh sepupunya.
Melihat pola yang terkesan telah diatur sedemikian rupa ini, tampak bahwa keluarga pelaku bermufakat agar pelaku bisa melakukan rudapaksa terhadap korban. Kendati demikian, perlu dicatat bahwa hal ini perlu dikembangkan dengan serius oleh aparat penegak hukum.
Dalam Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA), setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Sementara, dalam Pasal 82 ayat 1, disebutkan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Jika pengakuan korban benar, maka keluarga pelaku masuk dalam perbuatan membiarkan sehingga mereka patut diseret dalam pengembangan kasus ini. Akan tetapi, hingga saat ini kepolisian masih berkutat dengan pelaku utama saja.
Catatan:
Dalam berita sebelumnya, tindakan rudapaksa dilakukan sebanyak 3 kali, namun terungkap dalam kronologi hasil pendalaman LBH Banda Aceh, dilakukan sebanyak 5 kali.
Ketika membawa pulang korban, pelaku menitipkannya kepada abang kandung pelaku, namun terungkap dalam kronologi hasil pendalaman LBH Banda Aceh, yang menjemput adalah abang kandung pelaku.