Pakar Sosial UGM: Warga Miliarder Penerima Ganti Rugi Lahan Perlu Pendampingan Finansial

Warga miliarder penerima ganti rugi lahan perlu pendampingan finansial. Hal ini terlihat dari beberapa kasus yang melanda warga miliarder tersebut. Tidak lama menjadi miliarder, maka warga itu berubah menjadi warga miskin.

oleh Yanuar H diperbarui 29 Jan 2022, 00:00 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2022, 00:00 WIB
Suarana kampung miliarder di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban jadi sorotan. (Ahmad Adirin/Liputan6.com)
Suarana kampung miliarder di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban jadi sorotan. (Ahmad Adirin/Liputan6.com)

Liputan6.com, Yogyakarta - Para miliarder baru usai mendapat ganti rugi dari penjualan tanah dan lahan di beberapa daerah jatuh miskin setelah memborong mobil dan kebutuhan mewah lainnya. Pakar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fisipol UGM,  Hempri Suyatna menilai fenomena munculnya warga miliarder yang tiba-tiba menjadi jatuh miskin menunjukkan fenomena culture shock atau gegar budaya yang tidak dapat dikelola dengan baik. 

"Budaya konsumtif dan budaya instan yang ada di masyarakat seringkali menyebabkan masyarakat tidak berpikir untuk jangka panjang," kata Hempri, Rabu (26/2/2022). 

Menurutnya, masyarakat tidak siap menghadapi proses perubahan yang terjadi dan sayangnya tidak ada pendampingan mengelola keuangan dari pemerintah atau perusahaan. Selama ini, banyak kasus yang terjadi kompensasi ganti rugi lahan dianggap cukup selesai ketika masyarakat sudah menerima uang sebagai kompensasi tersebut. 

 

"Tidak ada arahan dari pemerintah misalnya terkait penggunaan dana kompensasi tersebut. Akibatnya, banyak masyarakat yang kemudian menggunakan dana tersebut untuk kepentingan konsumtif membeli mobil, rumah, dan sebagainya. Kalaupun membuka usaha seringkali kecenderungan hampir sama seperti membuka warung kelontong atau usaha dagang. Padahal, masyarakat tidak memiliki bekal untuk itu sehingga mereka mengalami kegagalan di dalam merintis usaha,” tukasnya.

Hempri berpendapat untuk mengantisipasi terulangnya kasus itu sebaiknya perusahaan  dapat memberikan keterampilan yang dapat mendorong masyarakat untuk merintis UMKM. Kasus-kasus pembebasan lahan baik yang dilakukan pemerintah maupun perusahaan harus memperhatikan dampak jangka panjang.

"Jangan sampai proyek-proyek pembangunan justru memarginalisasikan masyarakat kecil dengan munculnya masyarakat miskin dan pengangguran," katanya.

Selain itu, pemerintah maupun perusahaan dapat memberikan pendampingan manajemen keuangan dan membentuk mental masyarakat untuk berpikir jangka panjang. Bahkan, kompensasi-kompensasi yang muncul mungkin tidak sekadar uang, akan tetapi program-program alih profesi, memberikan pelatihan dan keterampilan masyarakat dapat dilakukan untuk itu. 

"Perusahaan dapat mengembangkan program-program tersebut melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) mereka untuk mengembangkan program-program alih profesi ini," dia memungkasi.

Simak video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya