Terdakwa Dugaan Korupsi RS Batua Makassar Ini Keukeuh Dakwaan JPU Salah Alamat

Salah satu terdakwa ngotot tetap mengajukan eksepsi, sementara dua terdakwa lainnya batal.

oleh Eka Hakim diperbarui 07 Feb 2022, 14:15 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2022, 14:15 WIB
Sidang lanjutan dugaan korupsi RS Batua Makassar (Liputan6.com/Eka Hakim)
Sidang lanjutan dugaan korupsi RS Batua Makassar (Liputan6.com/Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Dari tiga orang terdakwa perkara dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua (RS Batua) Makassar, dua diantaranya berubah pikiran dan batal mengajukan eksepsi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (7/2/2022).

Kedua terdakwa yang berstatus bapak dan anak itu yakni Dantje Runtulalo dan Anjas Prasetya Runtulalo melalui tim penasehat hukumnya memutuskan tidak jadi mengajukan eksepsi di mana pada sidang sebelumnya mereka sempat menegaskan akan mengajukan eksepsi terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Kami tidak jadi ajukan eksepsi yang mulia," ucap anggota penasehat hukum kedua terdakwa yang merupakan bapak dan anak kandung tersebut yang kemudian meminta izin kepada Majelis Hakim yang untuk keluar dari ruang persidangan.

Berbeda dengan terdakwa Andi Erwin Hatta Sulolipu. Melalui tim penasehat hukumnya yang dikoordinatori oleh Machbub tetap membacakan eksepsi atas dakwaan JPU yang dialamatkan kepada kliennya.

Di mana JPU sebelumnya mendakwa Andi Erwin Hatta dengan dakwaan primer sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian dengan dakwaan subsidier sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Poin-poin Eksepsi

Penasehat Hukum Andi Erwin Hatta, Machbub (Liputan6.com/Eka Hakim)
Penasehat Hukum Andi Erwin Hatta, Machbub (Liputan6.com/Eka Hakim)

Dihadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Farid Hidayat Sopamena selaku Ketua Majelis Hakim dalam perkara dugaan korupsi pembangunan RS Batua Makassar itu, Machbub mengungkapkan poin-poin eksepsi yang diajukan oleh kliennya, Andi Erwin Hatta.

Pertama, kata dia, dakwaan JPU juga tidak memuat secara relevan tindak pidana yang telah dilakukan. Selain itu, dalam dakwaan juga secara tersirat JPU mengakui kalau dalam proyek pembangunan RS Batua, Andi Erwin Hatta adalah pihak luar yang tidak memiliki kapasitas yuridis untuk dimintai pertanggungjawaban secara pidana.

"Secara keseluruhan peran dari klien kami dalam perkara ini tidak jelas dan salah alamat. Karena fakta menunjukkan kalau dalam proses pengerjaan proyek tidak ada keterlibatan secara langsung ataupun tidak langsung. Dengan kata lain, dakwaan erron in persona," terang Machbub dalam eksepsinya.

Lebih lanjut ia menilai dakwaan yang dibacakan oleh JPU sumir, tidak tepat dan kabur. Alasannya, kata dia, isi dakwaan tidak mengkorelasikan perbuatan dengan fakta hukum yang harusnya muncul.

"Sehingga bagaimana bisa dikatakan melakukan tindak pidana secara bersama-sama dalam perkara ini kalau Pak Erwin klien kami secara keseluruhan dalam proses penyelidikan hingga penyidikan perkara sudah ditegaskan tidak tahu menahu terkait proyek tersebut," ungkap Machbub.

Tak hanya itu, Machub juga menyoroti pengenaan pasal sebagaimana dakwaan JPU yang dialamatkan kepada kliennya, Andi Erwin Hatta.

Pengenaan pasal tersebut, kata Machbub, menyebutkan kalau dakwaan terhadap Andi Erwin Hatta tidak berdasar hukum dan tidak cermat. Karena tidak menguraikan adanya fakta hukum tentang cara-cara terdakwa melakukan upaya memperkaya diri sendiri ataupun orang lain.

Apalagi dalam pelaksanaan pengerjaan proyek RS Batua, lanjut Machbub, sudah jelas kalau Andi Erwin Hatta bukanlah pengguna anggaran, bukan bendahara dan bukan juru bayar. Bahkan Andi Erwin Hatta tidak memiliki kemampuan dan tanggungjawab yuridis untuk mencairkan anggaran proyek.

"Dengan tidak cermatnya dakwaan JPU dan tidak adanya keterlibatan secara yuridis dalam perkara ini, maka kami selaku penasehat hukum terdakwa memohon kepada majelis hakim untuk menolak, tidak menerima dakwaan dan tidak melanjutkan pemeriksaan perkara terhadap klien kami, Andi Erwin Hatta," Machbub menegaskan.

 


Tanggapan JPU

Menanggapi eksepsi terdakwa Andi Erwin Hatta melalui tim penasehat hukumnya itu, tim JPU yang diwakili oleh Ahmad Yani mengatakan pihaknya akan menanggapi eksepsi terdakwa secara tertulis.

"Kami akan tanggapi secara tertulis majelis dan akan kami bacakan pada sidang pekan depan," singkat Ahmad Yani.

Usai mendengarkan pembacaan eksepsi oleh terdakwa Andi Erwin Hatta sekaligus mendengar tanggapan tim JPU dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Farid Hidayat Sopamena kemudian mengetok palu pertanda sidang diakhiri dan mengagendakan kembali sidang berikutnya pekan depan tepatnya Senin 14 Februari 2022 dengan agenda pembacaan tanggapan JPU terhadap eksepsi terdakwa.

"Oke yah sidang hari ini kita tutup dan kita gelar kembali pekan depan Senin 14 Februari 202," Farid Hidayat menandaskan.

Diketahui, dalam perkara dugaan korupsi pembangunan RS. Batua Makassar duduk tiga belas orang terdakwa. Mereka masing-masing Andi Erwin Hatta, Andi Naisyah Tun Asikin selaku Kepala Dinas Kota Makassar yang diketahui bertindak sebagai Pengguna Anggaran (PA).

Sri Rimayani selaku Kuasa Penggunaan Anggaran sekaligus Pejabat pembuat Komitmen (PPK), Muhammad Alwi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Hamsaruddin, Andi Sahar dan Mediswaty ketiganya selaku POKJA III BLPBJ Setda Kota Makassar.

Kemudian, terdakwa lainnya ada Firman Marwan selaku Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), Muhammad Kadafi Marikar selaku Direktur PT Sultana Anugrah dan Andi Ilham Hatta Sulolipu selaku Kuasa Direksi PT. Sultana Anugrah pada pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan RS. Batua Makassar Tahap I TA 2018, Dantje Runtulalo selaku Wakil Direktur CV. Sukma Lestari dan Anjas Prasetya Runtulalo serta Ruspyanto masing-masing selaku Pengawas Lapangan Pembangunan RS Batua Tahap I TA 2018.

Adapun hasil perhitungan kerugian negara yang ditimbulkan dalam pelaksanaan pekerjaan berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) Nomor 10/LHP/XXI/06/2021 tanggal 17 Juni 2021 ditaksir senilai Rp22 miliar lebih.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya