Terdakwa Kasus Skincare Bermerkuri di Makassar Diam-diam Ajukan Status Tahanan Kota 

Salah seorang bos kosmetik yang terjerat kasus skincare bermerkuri di Makassar, Mira Hayati diam-diam ajukan pengalihan status tahanan rutan menjadi tahanan kota.

oleh Eka HakimAbdul Rajab Umar Diperbarui 19 Mar 2025, 23:07 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2025, 22:51 WIB
Salah seorang bos kosmetik yang terjerat kasus skincare bermerkuri di Makassar, Mira Hayati diam-diam ajukan pengalihan status tahanan rutan menjadi tahanan kota. (Liputan6.com/Eka Hakim)
Salah seorang bos kosmetik yang terjerat kasus skincare bermerkuri di Makassar, Mira Hayati diam-diam ajukan pengalihan status tahanan rutan menjadi tahanan kota.... Selengkapnya

 

Liputan6.com, Makassar Diam-diam salah seorang terdakwa kasus skincare yang mengandung merkuri atau bahan berbahaya, Mira Hayati melalui Tim Penasehat Hukumnya dikabarkan tengah mengajukan permohonan pengalihan status penahanan rutan menjadi tahanan kota ke Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang menyidangkan perkaranya.

Hal itu dibenarkan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan melalui Kasi Penkum Kejati Sulsel.

"Ya benar," singkat Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi via telepon, Rabu (19/3/2025).

Penasehat Hukum Mira Hayati, Ida Hamidah juga membenarkan hal tersebut. Ia menyatakan pihaknya akan terus mengupayakan permohonan pengalihan status tahanan untuk kliennya menjadi tahanan kota.

"Pengalihan masih akan kami mintakan lagi, akan kami usahakan," ujar penasihat hukum Mira Hayati Ida Hamidah saat diwawancarai di PN Makassar, Selasa 18 Maret 2025.

Terpisah, Penggiat Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Anggareksa menegaskan bahwa permohonan pengalihan tahanan merupakan hak terdakwa yang diatur dalam hukum. 

Namun, kata dia, keputusan tetap berada di tangan hakim setelah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk potensi terganggunya proses persidangan.

"Pada dasarnya, pengalihan tahanan itu dibenarkan oleh hukum dan merupakan hak terdakwa. Hanya saja, hal ini bisa berdampak pada terganggunya proses sidang jika terdakwa tidak kooperatif, bahkan ada resiko melarikan diri," jelas Anggareksa.

Ia menambahkan dalam kasus seperti ini, ada dua alasan utama untuk mempertahankan status tahanan terdakwa sebagai tahanan rutan.

"Pertama, agar persidangan berjalan lancar. Kedua, dampak yang ditimbulkan oleh tindakan terdakwa telah menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat. Memberikan keringanan kepada terdakwa sama saja dengan melukai rasa keadilan publik," tegasnya.

 

Promosi 1

Kesaksian Polisi Kuatkan Dakwaan JPU

Sebelumnya Pengadilan Negeri Makassar kembali menggelar sidang lanjutan kasus peredaran kosmetik bermerkuri dengan terdakwa Mira Hayati (29), Selasa 18 Maret 2025.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi guna menelusuri alur distribusi produk yang kini menjadi barang bukti di persidangan.

Salah satu saksi, Irwandi, anggota Polri dari Polda Sulsel, mengungkap bahwa penyelidikan kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya kandungan berbahaya dalam produk skincare yang dijual di pasaran. 

Polisi kemudian melakukan pembelian terselubung melalui platform online dan mengirimkan sampel ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Setelah produk dibeli dan diuji, salah satunya terbukti mengandung merkuri," ungkap Irwandi dalam persidangan.

Selain dari hasil uji laboratorium, kepolisian juga menyita ratusan produk dari distributor yang mengaku mendapatkan stok langsung dari Mira Hayati. Fakta ini semakin menguatkan dugaan bahwa produk yang beredar tidak hanya melanggar regulasi, tetapi juga berpotensi membahayakan konsumen.

Namun, di tengah kesaksian yang memperberat posisi terdakwa, muncul pernyataan berbeda dari Titin, General Manager PT Agus Mira Mandiri Utama. Titin menegaskan bahwa produk Mira Hayati telah melalui audit rutin oleh BPOM dan memiliki izin edar yang sah.

"Produk selalu diaudit bulanan, triwulanan, dan tahunan oleh BPOM," kata Titin dalam kesaksiannya, mempertanyakan asal muasal produk bermerkuri yang dijadikan barang bukti di persidangan.

Penasihat hukum Mira Hayati, Ida Hamidah, juga menyoroti kemungkinan adanya pemalsuan produk yang beredar di pasaran. Ia menyatakan bahwa banyak barang yang mengatasnamakan merek Mira Hayati, padahal tidak diproduksi langsung oleh pabrik resmi.

"Sistem distribusi yang diterapkan adalah beli putus. Setelah produk dibeli oleh reseller atau stokis, itu sudah menjadi tanggung jawab mereka. Apalagi, kami juga telah melaporkan beberapa kasus pemalsuan produk ke pihak kepolisian," ujar Ida.

Di persidangan yang sama, terdakwa Agus Salim alias H. Agus bin H. Babaringan Dg Nai (40) juga menjalani proses hukum dengan agenda pemeriksaan saksi. JPU menghadirkan saksi dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kota Makassar, Balai Besar POM Makassar, serta anggota kepolisian dari Polda Sulsel.

Sementara itu, terdakwa Mustadir Dg Sila (42) menjalani sidang terpisah dengan agenda yang sama, yakni mendengar keterangan saksi.

JPU diketahui mendakwa Agus Salim, pemilik merek Ratu Glow dan Raja Glow, dengan Pasal 435 Jo Pasal 138 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan. Jika terbukti bersalah, Agus terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun atau denda hingga Rp5 miliar.

Dakwaan serupa juga dijatuhkan kepada Mustadir Dg Sila, dengan tambahan pasal dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mengancamnya dengan hukuman hingga 5 tahun penjara atau denda Rp2 miliar.

Demikian juga Mira Hayati, yang disebut sebagai Direktur Utama PT Agus Mira Mandiri Utama, juga menghadapi dakwaan dengan pasal yang sama, membuat ketiganya kini berada dalam ancaman hukuman berat. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

 

 

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya