Pengadilan Tipikor Makassar Setujui Tiga Terdakwa Korupsi Pipa Air Limbah Jadi Tahanan Kota

Diam-diam Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar setujui peralihan status penahanan tiga terdakwa korupsi pipa air limbah Kota Makassar dari tahanan rutan menjadi tahanan kota.

oleh Eka Hakim Diperbarui 19 Mar 2025, 21:32 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2025, 20:57 WIB
Diam-diam Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar setujui peralihan status penahanan tiga terdakwa korupsi pipa air limbah Kota Makassar dari tahanan rutan menjadi tahanan kota. (Liputan6.com/Eka Hakim)
Diam-diam Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar setujui peralihan status penahanan tiga terdakwa korupsi pipa air limbah Kota Makassar dari tahanan rutan menjadi tahanan kota.... Selengkapnya

 

Liputan6.com, Makassar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar pada Pengadilan Negeri Makassar diam-diam memberikan pengalihan status penahanan kepada tiga orang terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan perpipaan air limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C) Tahun Anggaran 2020-2021. Ketiga terdakwa masing-masing Direktur Cabang PT Karaga Indonusa Pratama/PT.KIP, Jaluh Ramjani Jannuar, Penjabat Pembuat Komitmen/PPK Paket C, Setia Dinnoor dan Ketua Pokja Pemilihan Paket C3, Enos Bandhaso

"Iya benar, majelis hakim membacakan penetapan pengalihan penahanan para terdakwa dari tahanan rutan menjadi tahanan kota terhitung sejak 19 maret 2025 hingga 19 Mei 2025," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kasi Penkum Kejati Sulsel), Soetarmi dikonfirmasi via telepon, Rabu (19/3/2025).

Sebelumnya dalam pelimpahan tahap 2, ketiga terdakwa korupsi proyek pembangunan perpipaan air limbah Kota Makassar itu, masing-masing Jaluh Ramjani Jannuar, Setia Dinnoor dan Enos Bandhaso dijebloskan ke sel tahanan rutan selama 20 hari terhitung Kamis 6 Februari 2025 hingga Selasa 25 Februari 2025 oleh Tim Jaksa Penuntut Umum pada Kejati Sulsel.

 

Promosi 1

Kronologi Perkara

Dari hasil penyidikan Kejati Sulsel sebelumnya, tersangka Jaluh selaku Direktur Cabang PT. Karaga Indonusa Pratama (PT. KIP) diketahui mengajukan termin XI (Mc 23), dengan alasan menjadi target pencapaian prestasi proyek. 

Jaluh lalu meminta dan mengarahkan saksi Sardilla alias Dila selaku PM untuk mengajukan termin 11 (MC 23) dengan menyampaikan bahwa ia sudah koordinasi dengan pihak Kepala Satker terkait rencana pencairan termin XI tersebut. Padahal bobot fisik yang ada sebelum pengajuan Mc23 dengan bobot 67.171 nyatanya juga belum mencapai 61,782 persen, melainkan hanya sebesar 53 persen. 

Hal ini bersesuaian dengan opname terakhir (sebelum pemutusan kontrak) tanggal 4 Januari 2023 yang dilaksanakan oleh PPK dan Konsultan Pengawas. Bobot fisik yang diperoleh hanya sebesar 52,171 persen dan pada saat dilakukan perhitungan fisik oleh ahli dari Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Provinsi Sulsel, diperoleh kesimpulan jika bobot di lapangan hanya sebesar 55.52 persen. 

Selain itu, tersangka Jaluh juga telah mempergunakan uang yang bersumber dari termin 1 hingga 11 pada pembayaran paket C3 untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai peruntukkan.

Tindak lanjut dari permintaan PT. KIP di termin XI (Mc 23) tersebut, dengan alasan ada perintah melalui disposisi Kasatker “agar segera diproses”. 

Oleh tersangka Setia selaku PPK C3 kemudian memproses permintaan pembayaran dari PT. KIP dengan alasan penyerapan anggaran di akhir tahun 2021.

Tersangka Setia lalu memerintahkan saksi Farid (staf keuangan) membuat dokumen keuangan yang terdiri dari berita acara tingkat kemajuan fisik, penyelesaian pekerjaan, pembayaran, kuitansi pembayaran, dan SPTJB sebagai kelengkapan pembayaran yang pembuatannya tidak berdasar laporan progres dari Konsultan Pengawas, tetapi semua atas perintah tersangka Setia.

Padahal oleh tersangka Setia selaku PPK mengetahui pengajuan pembayaran pada termin 11 Mc 23 tersebut tidak sesuai bobot fisik di lapangan, sehingga seharusnya pengajuan pembayaran dengan dasar termin XI Mc 23 belum dapat ditindaklanjuti.

Saat pembuktian kualifikasi, tersangka Enos selaku Ketua Pokja Pemilihan paket C3 sengaja tidak memeriksa/meneliti keabsahan dan kebenaran dari data pengalaman kerja PT. Karaga Indonusa Pratama (PT. KIP). Namun dengan cara hanya mensyaratkan referensi pengalaman kerja disertai kontrak yang dapat dibuktikan kebenaran riwayat pengalaman kerja tersebut, yakni dengan cara membuat undangan klarifikasi No.BP2JK/Pokja-PPW2/F/14 tanggal 17 Januari 2020 perihal Klarifikasi Kualifikasi Peralatan Utama, Personil Manajerial dan Harga Timpang yang pada pokoknya untuk pengalaman pekerjaan PT. KIP disyaratkan hanya membawa referensi pengalaman kerja disertai kontrak yang dapat membuktikan kebenaran riwayat pengalaman kerja tersebut.

Padahal ia mengetahui pekerjaan pembangunan jaringan pipa air limbah Gatot Subroto (dengan pemberi kerja PD Palijaya Jakarta) yang dijadikan sebagai data pengalaman oleh PT KIP senyatanya sampai pelelangan Paket C3 selesai bahkan sampai penandatangan kontrak paket C3 pada 27 Februari 2020, pekerjaan pemasangan jaringan pipa air limbah Gatot Subroto tersebut belum selesai dilaksanakan oleh PT KIP di PD Palijaya sesuai BAST Pekerjaan Tahap I/PHO No.761/1/712.8 tanggal 4 Mei 2020.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka menyebabkan pembangunan Perpipaan Air Limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C-3) didapati selisih bobot pengerjaan sebesar 54,20 persen berdasarkan pemeriksaan fisik ahli yang merugikan keuangan negara yang berasal dari biaya yang telah dikeluarkan berupa pembayaran realisasi fisik yang tidak sesuai volume/progres fisik di lapangan senilai Rp8.092.041.127.

Perbuatan ketiga tersangka dinilai melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam primair Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya