Jalani Tapa Bhrata Penyepian, Ini yang Tak Boleh Dilakukan Saat Nyepi

Perayaan Nyepi atau tahun baru saka tahun 2022, masyarakat Bali yang mayoritas penganut agama Hindu merayakan hari tapa brata penyepian. Bagaimana suasana saat masyarakat Bali tengah melaksanakan, amati karya, amati geni, amati lelungan, amati lelaungan?

oleh Dewi Divianta diperbarui 03 Mar 2022, 23:00 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2022, 23:00 WIB
Suasana Jalanan dari salah Satu Hotel di Sunset Road Kuta Saat Nyepi Tahun 2022
Suasana Jalanan dari salah Satu Hotel di Sunset Road Kuta Saat Nyepi Tahun 2022 (Dewi Divianta/Liputan6.com)

Liputan6.com, Denpasar - Peringatan Hari Raya Nyepi Saka 1944 mewajibkan umat Hindu Bali untuk menghentikan segala aktivitasnya. Setidaknya ada empat hal yang tidak diperbolehkan dilakukan selama tapa bhrata penyepian dilakukan.

Keempat larangan tersebut meliputi tidak diperbolehkan melakukan kegiatan bekerja atau amati karya, tidak menyalakan lampu atau amati geni, tidak bepergian atau amati lelungan, serta tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang, atau hura-hura atau amati lelaungan.

Pada saat Nyepi, aktivitas Pulau Bali lumpuh total. Bali pun gelap gulita, seperti halnya kawasan wisata Pantai Kuta dan tempat lainnya yang setiap hari ramai oleh pengunjung atau wisatawan.

Pantauan Liputan6.com, Kamis (3/3/2022), seluruh warga di Bali sejak Kamis pukul 06.00 Wita sampai dengan Jumat pagi pukul 06.00 Wita, Bali laksana kota mati. Umat Hindu Bali tengah khusyuk melaksanakan tapa bhrata penyepian.

Selama 24 jam Bali bak kota tak berpenduduk, lampu-lampu tak ada satupun yang menyala, tak ada kendaraan lalu lalang, bahkan tak terdengar ada suara selain suara burung-burung malam. Malam ini, Pulau Dewata seperti pulau tak berpenghuni.

Cuma terlihat beberapa pecalang (pengamanan desa adat) yang berkeliling dengan menggunakan sepeda kayuh atau berjalan menyusuri jalan lenggang tanpa kendaraan yang melintas satupun demi mengamankan pelaksanaan Hari Raya Nyepi Saka 1944 kali ini. 

Simak video pilihan berikut ini:

Ribuan Ogoh-Ogoh Kembali Diarak

Malam sebelum Nyepi, ribuan ogoh-ogoh yang sebelumnya sempet tak diizinkan diarak lantaran masa pandemi Covid-19, akhirnya pada malam Nyepi Saka 1944 tahun 2022 kembali diarak. Pawai ogoh-ogoh itu masih dalam rangkaian perayaan Nyepi yang digelar tanggal 3 Maret 2022.

Sehari sebelum Nyepi disebut malam pengrupukan, di mana warga Bali menggotong ramai-ramai atau pawai ogoh-ogoh berkeliling desa. Ogoh-ogoh sebelum diarak, diletakkan di pinggir jalan. Banyak warga yang melintas antusias menyaksikan patung raksasa yang dibuat dari anyaman bambu dan bubur kertas itu. Tepat pukul 18.00 Wita, ribuan ogoh-ogoh itu serentak diarak.

Jro Paksi, salah satu warga Denpasar menyebut ogoh-ogoh adalah lambang dari cerminan sifat yang ada di diri manusia. Maka, tujuan dari diaraknya ogoh-ogoh keliling desa adalah agar kekuatan negatif di desa bisa masuk ke dalam wujud ogoh-ogoh.

Pada akhirnya ogoh-ogoh yang sudah selesai diarak akan dibakar, sekaligus membakar habis sifat-sifat negatif yang sudah dibawa ogoh-ogoh tersebut.

"Ketika semua beban akan sifat negatif yang selama ini ada pada manusia, maka seseorang akan siap memulai sebuah diri yang baru," ujarnya kepada Liputan6.com.

Keesokan harinya, masyarakat diajak kontemplasi di tengah keheningan malam. Ketika segalanya menjadi hening, masyarakat diajak untuk siap memasuki dan memaknai Nyepi dengan sebuah daya hidup yang sepenuhnya baru. Selamat Hafri Raya Nyepi Saka 1944 dan melaksanakan Tapa Bhrata Penyepian. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya