Liputan6.com, Bandung - Tepat hari ini, 5 Oktober 2022, Indonesia merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-77 Tentara Nasional Indonesia (TNI). Upacara peringatannya digelar di lapangan Istana Merdeka, Jakarta.
Baca Juga
Advertisement
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjadi inspektur upacara HUT ke-77 TNI di Istana Merdeka Jakarta tersebut. Jokowi didampingi oleh Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin.
Melansir laman sejarah-tni.mil.id, TNI berawal dari Badan Keamanan Rakyat (BKR). Selanjutnya, pada 5 Oktober 1945 menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan selanjutnya diubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) sebagai tentara reguler dengan badan-badan perjuangan rakyat.
Pada 3 Juni 1947, Presiden Soekarno resmi mengesahkan berdirinya TNI. Sebelumnya, pada 1962 dilaksanakan penyatuan organisasi angkatan perang dan kepolisian negara menjadi organisasi ABRI.
Pada 2000, ABRI kembali berubah menjadi TNI setelah dikeluarkannya Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri.
Awal Dibentuknya BKR
Dikutip dari artikel berjudul, Lintasan Sejarah Tanggal 5 oktober Sebagai Hari Lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diterbitkan kemhan.go.id, dijelaskan dibentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Dalam suasana siaga menghadapi berbagai kemungkinan sebagai konsekuensi dari Proklamasi 17 Agustus 1945, pada 22 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnya memutuskan untuk membentuk tiga badan sebagai wadah untuk menyalurkan potensi perjuangan rakyat.
Badan tersebut adalah Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pada 18 Agustus 1945, Jepang membubarkan PETA dan Heiho. Tugas untuk menampung bekas anggota PETA dan Heiho ditangani oleh BPKKP.
Pembentukan BKR merupakan perubahan dari hasil sidang PPKI pada 19 Agustus 1945 yang telah memutuskan untuk membentuk Tentara Kebangsaan. Maka pada 23 Agustus 1945, Presiden RI mengeluarkan seruan sebagai berikut:
“Saya berharap kepada kamu sekalian, hai prajurit–prajurit bekas PETA, Heiho, dan Pelaut serta pemuda-pemuda lain, untuk sementara waktu, masuklah dan bekerjalah pada Badan Keamanan Rakyat. Percayalah nanti akan datang saatnya kamu dipanggil untuk menjadi prajurit dalam Tentara Kebangsaan Indonesia”
Berdasarkan seruan presiden tersebut, segenap jajaran pemerintahan di daerah segera mengadakan pertemuan untuk membahas dan mengambil langkah lanjutan dengan berpedoman dan memperhatikan petunjuk yang telah digariskan dari tingkat atasnya, antara lain:
• Badan Keamanan Rakyat (BKR) ditempatkan dalam wadah Badan Penolong Keluarga Korban Perang
(BPKP) yang dibina oleh Komite Nasional Indonesia (KNI) di daerah–daerah.
• Tugas BKR adalah menjaga keamanan rakyat setempat.
Rakyat terutama pemuda para bekas prajurit PETA, Heiho, KNIL, Pelaut serta pemuda lain yang tergabung dalam berbagai organisasi kepemudaan dan kelaskaran menanggapi dan menyambut baik seruan presiden, karena wadah untuk berjuang telah tersedia. Pembentukan melalui berbagai proses dan melalui sejumlah tahapan.
Karena pada saat itu komunikasi masih sulit, tidak semua daerah di Indonesia mendengar Pidato Presiden Soekarno tersebut. Mayoritas daerah yang mendengar itu adalah Pulau Jawa. Sementara tidak semua Pulau Sumatera mendengar. Sumatera bagian timur dan Aceh tidak mendengarnya.
Walaupun tidak mendengar, pemuda-pemuda di berbagai daerah Sumatera membentuk organisasi-organisasi yang kelak menjadi inti dari pembentukan tentara. Pemuda Aceh mendirikan Angkatan Pemuda Indonesia (API), di Palembang terbentuk BKR, tetapi dengan nama yang lain yaitu Penjaga Keamanan Rakyat (PKR) atau Badan Penjaga Keamanan Rakyat (BPKR).
Advertisement
Awal Dibentuknya TKR
Kedatangan tentara Inggris sebagai perwakilan Sekutu ke Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan dari Jepang ternyata dimanfaatkan oleh tentara Belanda untuk kembali ke Indonesia. Situasi ini menjadi mulai tidak aman.
Oleh karena itu, pada 5 Oktober 1945, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat pembentukan tentara kebangsaan yang diberi nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Dibentuknya TKR juga dilatarbelakangi oleh keinginan para anggota BKR dan pemuda pejuang karena Pemerintah RI belum juga membentuk suatu tentara nasional Indonesia yang resmi.
Mantan Opsir KNIL yang berpangkat Mayor di masa Hindia Belanda, Oerip Soemohardjo kemudian ditunjuk sebagai Kepala Staf Umum TKR. Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo selanjutnya menyusun TKR dengan 10 divisi di Jawa dan 6 divisi di luar Jawa. Satu di antara 10 Divisi TKR di Jawa adalah Divisi V di bawah pimpinan Kolonel Soedirman yang berkedudukan di Purwokerto meliputi daerah Kedu, Pekalongan, dan Banyumas.
Setelah terbentuk TKR, maka Presiden Soekarno pada 6 Oktober 1945, mengangkat Suprijadi, seorang tokoh pemberontakan PETA di Blitar untuk menjadi Menteri Keamanan Rakyat dan Pemimpin Tertinggi TKR. Akan tetapi dia tidak pernah muncul sampai awal November 1945, sehingga TKR tidak mempunyai pimpinan tertinggi.
Untuk mengatasi hal ini, maka pada 12 November 1945 diadakan Konferensi TKR di Yogyakarta dipimpin oleh Kepala Staf Umum TKR Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo. Hasil konferensi itu adalah terpilihnya Kolonel Soedirman sebagai Pimpinan Tertinggi TKR.
Pemerintah Republik Indonesia pada 18 Desember 1945 mengangkat resmi Kolonel Soedirman menjadi Panglima Besar TKR, dengan pangkat Jenderal.
Berdasarkan Penetapan Pemerintah No. 2 pada 7 Januari 1946, maka nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR). Ini berarti bahwa Tentara Keamanan Rakyat hanya berumur 93 hari, yakni sejak 5 Oktober 1945 hingga 7 Januari 1946. Hal ini bertujuan untuk memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946 yang mengganti nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat.
Perubahan Nama TKR Menjadi TRI
Untuk menyempurnakan organisasi tentara menurut standar militer internasional, maka pada 26 Januari 1946 pemerintah mengeluarkan maklumat tentang penggantian nama Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia. Maklumat ini dikeluarkan melalui Penetapan Pemerintah No.4/SD Tahun 1946.
Untuk mewujudkan tentara yang sempurna, pemerintah membentuk suatu panitia yang disebut dengan Panitia Besar Penyelenggaraan Organisasi Tentara. Beberapa panitia tersebut adalah Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo dan Komodor Suryadarma.
Pada 17 Mei 1946, panitia mengumumkan hasil kerjanya, berupa rancangan dan bentuk Kementerian Pertahanan dan Ketentaraan, kekuatan dan organisasi, peralihan dari TKR ke TRI dan kedudukan laskar-laskar dan barisan-barisan serta badan perjuangan rakyat.
Advertisement
Perubahan Nama TRI Menjadi TNI
Pada masa mempertahankan kemerdekaan ini, banyak rakyat Indonesia membentuk laskar-laskar perjuangan sendiri atau badan perjuangan rakyat. Usaha pemerintah Indonesia untuk menyempurnakan tentara kebangsaan terus berjalan, sambil bertempur dan berjuang untuk menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa.
Usaha untuk menyempurnakan tentara terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada waktu itu. Banyaknya laskar-laskar dan badan perjuangan rakyat, kurang menguntungkan bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Sering terjadi kesalahpahaman antara TRI dengan badan perjuangan rakyat yang lain.
Untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman tersebut, pemerintah berusaha untuk menyatukan TRI dengan badan perjuangan yang lain. Pada 15 Mei 1947, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan penetapan tentang penyatuan TRI dengan badan dan laskar perjuangan menjadi satu organisasi tentara. Untuk mempersatukan dua kekuatan bersenjata yaitu TRI sebagai tentara reguler dan badan-badan perjuangan rakyat, maka pada 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara resmi.
Sesuai dengan Keputusan Presiden pada 3 Juni, 1947 Tentara Republik Indonesia (TRI) diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), dimuat dalam Berita Negara Tahun 1947 No. 24. Presiden juga menetapkan susunan tertinggi TNI.
Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soerdiman diangkat sebagai Kepala Pucuk Pimpinan TNI dengan anggotanya adalah Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo, Laksamana Muda Nazir, Komodor Suryadarma, Jenderal Mayor Sutomo, Jenderal Mayor Ir. Sakirman, dan Jenderal Mayor Jokosuyono. Dalam ketetapan itu juga menyatakan bahwa semua satuan Angkatan Perang dan satuan laskar yang menjelma menjadi TNI, diwajibkan untuk taat dan tunduk kepada segala perintah dari instruksi yang dikeluarkan oleh Pucuk Pimpinan TNI.