Sejarah Masjid Istiqlal, Proses Pembangunan Sampai 17 Tahun

Kemegahan dari masjid ini menjadi ikon bangsa Indonesia yang mana mayoritas dari penduduknya menganut agama Islam.

oleh Natasa Kumalasah Putri diperbarui 20 Okt 2022, 16:06 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2022, 15:51 WIB
Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal (Simas Kemenag)

Liputan6.com, Bandung - Masjid Istiqlal telah dikenal sebagai salah satu masjid terbesar di Indonesia. Berlokasi di Jakarta, masjid ini mempunyai luas bangunan sebesar 24.200 meter persegi dengan tanah seluas 98.247 meter persegi.

Kemegahan dari masjid ini menjadi ikon bangsa Indonesia yang mana mayoritas dari penduduknya menganut agama Islam. Masjid Istiqlal pun menjadi salah satu masjid terbesar di Asia Tenggara. Adapun pembangunannya berlangsung selama tujuh belas tahun dari 24 Agustus 1961 hingga diresmikan pada 22 Februari 1978.

Sejarah Masjid Istiqlal yang megah ini tentunya mempunyai catatan yang panjang dalam pembangunannya. Dilansir dari situs resminya, istiqlal.or.id, bahwa setelah Kemerdekaan pada 1945, Indonesia mempunyai cita-cita besar dalam membangun sebuah masjid.

KH Wahid Hasyim selaku Menteri Agama RI pertama dan beberapa ulama pada saat itu mengusulkan untuk membangun masjid yang bisa menjadi simbol untuk Indonesia. Akhirnya pada 1953, KH Wahid Hasyim serta H Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto dan Ir Sofwan serta 200 tokoh Islam pimpinan KH Taufiqorrahman pun mengusulkan untuk membuat sebuah yayasan.

Kemudian didirikanlah Yayasan Masjid Istiqlal tepatnya pada 7 Desember 1954 yang diketuai oleh H Tjokroaminoto dalam mewujudkan sebuah ide untuk pembangunan masjid nasional tersebut. Selanjutnya ia pun menyampaikan rencana pembangunan masjid tersebut kepada Ir Sukarno selaku Presiden Indonesia saat itu.

Ir Sukarno pun akhirnya menyambut hangat mengenai rencana tersebut dan akhirnya mendapatkan bantuan sepenuhnya dari pemerintah. Pada 1954, Sukarno juga diangkat menjadi kepala bagian teknik pembangunan Masjid Istiqlal dan juga menjadi ketua dewan juri untuk menilai sayembara maket Istiqlal tersebut.

Sempat Terjadi Perdebatan

20170602-Salat Jumat Pertama Bulan Ramadan di  Istiqlal-Gempur
Ratusan jemaah mendengarkan khutbah sebelum melaksanakan salat Jumat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (2/6). Umat muslim memadati masjid Istiqlal menunaikan salat Jumat pertama dalam bulan Ramadan 1438 H. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Dalam pembuatan Masjid Istiqlal, sempat menimbulkan sebuah perdebatan antara Bung Karno dan Bung Hatta mengenai lokasi dari masjid tersebut.

Pada saat itu, Bung Karno mengusulkan lokasi berada di bekas benteng Belanda Frederick Hendrik dengan Taman Wilhelmina yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Van Den Bosch.

Namun, Bung Hatta mengusulkan lokasi berada di tengah-tengah umatnya yaitu di Jalan Thamrin yang saat itu dikelilingi oleh kampung-kampung. Ia juga berpendapat jika dibangun di benteng Belanda, pembongkarannya akan memakan dana yang tidak sedikit.

Meskipun begitu pada akhirnya lokasi pembangunan masjid ini pun diputuskan di lahan bekas benteng Belanda oleh Presiden Soekarno. Di seberangnya pun telah berdiri Gereja Katedral, sehingga mempunyai tujuan juga agar memperlihatkan kerukunan serta keharmonisan dari kehidupan beragama di Indonesia.

Pembangunan masjid pun dimulai pada 24 Agustus 1961 yang bertepatan dengan peringatan dari Maulid Nabi Muhammad SAW dan memakan waktu selama tujuh belas tahun. Karena saat itu pelaksanaannya tidak berjalan lancar. Direncanakan pada 1950 hingga tahun 1965 pelaksanaan pembangunannya tidak mengalami kemajuan.

Bahkan, prosesnya sempat tersendat lantaran adanya situasi politik yang kurang kondusif. Pada masa itu, demokrasi parlementer dan partai-partai politik pun saling bertikai dalam memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Terutama ketika 1965 terjadi peristiwa G30S membuat pembangunan masjid ini terhenti.

Adapun setelah situasi politik ini mereda, akhirnya pada 1966, Menteri Agama KH Muhammad Dahlan melanjutkan kembali pembangunan dari masjid tersebut dan akhirnya selesai dibangun dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 22 Februari 1978.

Pembangunan ini juga ditandai dengan adanya prasasti yang dipasang di area tangga pintu As-Salam, dan biaya pembangunan tersebut diperoleh terutama berasal dari APBN sebesar Rp7 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya