Liputan6.com, Surabaya - Jawa Timur memiliki seni drama tradisional yang cukup populer hingga sekarang. Seni peran dan drama tradisional yang digelar di panggung tersebut adalah ludruk.
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, ludruk mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari atau cerita perjuangan lainnya. Tak hanya adu peran, kesenian ini juga disisipi lawakan serta iringan gamelan.
Kehadiran ludruk sebagai suatu hiburan juga tergambar dalam dialog dan monolognya. Dialog maupun monolog ludruk menggunakan bahasa khas Surabaya yang bersifat menghibur, sehingga tak jarang membuat penonton tertawa.
Advertisement
Selain itu, bahasa Surabaya dalam ludruk menggunakan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti. Hal ini bertujuan agar ludruk mudah diserap dan dimengerri oleh semua kalangan.
Baca Juga
Biasanya, ludruk dibuka dengan tandhakan, seperti tari remo atau beskalan putri. Sementara itu, pada ludruk Malang, pembuka pementasan diwujudkan dengan mendendangkan parikan.
Parikan tersebut berisi tentang keadaan masyarakat sosial atau permasalahan sosial yang sedang hangat diperbincangkan. Selain itu, parikan juga bisa disesuaikan dengan judul dan tema yang diusung dalam pertunjukan tersebut.
Mengutip dari 'Ludruk: Masihkah Ritus Modernisasi?' oleh Kathleen Azali, kesenian ludruk tersebar di Surabaya dan Jawa Timur, mulai dari Banyuwangi hingga Kediri. Sementara itu, dahulu pusat pertunjukan ludruk ada di Surabaya.
Surabaya memiliki rombongan dan kelompok teater ludruk lebih banyak dibandingkan kota lainnya. Bahkan, identitas ludruk dengan kota Surabaya ditunjukkan dengan sering dikenakannya logo kota Surabaya, yaitu ikan sura (hiu) dan buaya, di pakaian para penari ludruk dan di bagian atas panggung teater ludruk.
Pertunjukan ludruk dilakukan dengan improvisasi atau tanpa persiapan naskah. Pemeran-pemeran wanitanya pun biasanya diperankan oleh laki-laki.
Sebagai budaya dan hiburan, keberadaan ludruk semakin tergeser dengan perkembangan teknologi. Meski demikian, beberapa rombongan ludruk masih eksis di Surabaya dan sekitarnya, seperti Irama Budaya, PBRI, Banguredja, teater Taman Hiburan Rakyat, Pasar Sore, dan Wonokromo.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak