Untuk Orangtua dan Guru, Yuk Kenali Gejala Gangguan Kesehatan Mental Anak

Ada alasan kenapa orang tua dan guru harus mengetahui gejala awal gangguan kesehatan mental sejak dini. Hal ini agar menjadi langkah awal agar tidak banyak penduduk yang terkena gangguan kesehatan mental ini.

oleh Yanuar H diperbarui 20 Feb 2023, 14:00 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2023, 14:00 WIB
7 Faktor Pengganggu Kesehatan Mental Seorang Karyawan
Bila selama bekerja Anda kerap merasa stres, berisiko mengalami penyakit mental seperti depresi dan cemas berlebihan.

Liputan6.com, Yogyakarta - Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FKKMK UGM Yayi Suryo Prabandari menjelaskan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018, lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Sehingga orang tua, guru dan lingkungan sekitar harus mengetahui tanda gejala awal gangguan kesehatan mental seperti stres karena perasaan tertekan, cemas atau tegang.

“Dalam dalam kondisi stres yang berkepanjangan perlu berkonsultasi dengan tenaga kesehatan yang profesional,” kata Yayi saat menjadi narasumber Sekolah Wartawan yang bertajuk Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental yang berlangsung di ruang Sidang 1, Gedung Pusat UGM, Senin 13 Februari 2023. 

Menurut Yayi stres tersebut muncul bisa karena pekerjaan, faktor ekonomi hingga relasi hubungan dengan pasangan dan orang tua yang tidak harmonis. Gangguan kesehatan mental ini dapat menimbulkan dampak pada gangguan secara fisik, pikiran dan emosional. 

“Hampir 50 persen pasien yang datang ke dokter itu berhubungan dengan psikologi,” katanya.

Sementara gejala umum stress yang ditemui pada gangguan fisik adalah mudah kelelahan, pusing, diare, tekanan darah naik, mual, sakit di dada, gemetar, sakit perut, sulit tidur, sudah bernafas, peningkatan detak jantung dan gatal-gatal di kulit. Gangguan pikiran dapat dilihat dari sulitnya konsentrasi, mudah lupa, sulit mengambil keputusan, distorsi, berpikir irasional, sulit mengingat, paranoia, kesulitan menyelesaikan masalah dan gagal fokus.

Lalu gangguan pada emosional dan tindakan dapat dilihat dari tanda seseorang itu mudah marah, menarik diri, banyak absen (tidak hadir), sering terlambat, terlalu sensitif, makanan yang kompulsif, menyelesaikan masalah dengan pelarian ke minuman keras, obat dan rokok. Gangguan dalam hubungan interpersonal dan perubahan terlihat pada pola tidur dan pola makan.

Menurut Yayi, jika kondisi ini dibiarkan maka tingkat stres yang berlebihan dapat menjurus pada kondisi depresi dengan gejala munculnya perasaan sedih yang berlebihan, kehilangan minat dan kesenangan, perasaan merasa tidak berguna, gangguan tidur dan gangguan selera makan, menjadi tidak bersemangat, mengalami konsentrasi rendah dan perasaan tidak berdaya.  

Depresi ini sangat berbahaya jika punya ide bunuh diri, dimulai dari mengurung diri maka bisa memunculkan seseorang untuk ide bunuh diri,” ujar Ketua Health Promoting University (HPU) UGM ini.

Oleh Karena itu menurut Yayi perlu orang tua dan guru-guru di sekolah mendapat sosialisasi gejala awal gangguan kesehatan mental sehingga bisa mendeteksi jika ada remaja yang mengalami gangguan tersebut.

 “Bisa identifikasi, gejala depresi ringan dan sedang bisa konsultasi dengan profesional. Sayangnya di tidak semua daerah punya psikolog di puskesmas, apalagi ini belum menjadi program prioritas nasional,” jelasnya

Yayi mengatakan pihaknya akan bekerja sama dengan banyak kampus lain yang tergabung dalam jejaring kampus sehat untuk melakukan kegiatan pengabdian edukasi dan sosialisasi soal menjaga kesehatan mental di masyarakat.

”Apalagi Fakultas psikologi di Indonesia itu ada lebih dari 100,” katanya.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya