Vonis Ringan Terdakwa Tragedi Kanjuruhan, Ketua PBNU: Prinsip Keadilan Tidak Terpenuhi

Vonis ringan terdakwa tragedi Kanjuruhan menuai sorotan banyak pihak. Salah satunya, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Alissa Wahid

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Mar 2023, 01:00 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2023, 01:00 WIB
Koalisi Masyarakat Sipil : Sidang Tragedi Kanjuruhan Peradilan Sesat
Aktivis BEM Malang Raya menggelar Aksi Kamisan di Malang pada Kamis, 16 Maret 2023. Mereka memprotes proses persidangan tragedi Kanjuruhan yang menjatuhkan vonis ringan kepada para terdakwa (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Jakarta - Vonis ringan terdakwa tragedi Kanjuruhan menuai sorotan banyak pihak. Salah satunya, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Alissa Wahid.

Putri Gus Dur ini menilai vonis ringan yang dijatuhkan majelis hakim kepada tiga polisi terdakwa dalam kasus tragedi Kanjuruhan mencederai rasa keadilan pada keluarga korban.

"Prinsip keadilan tidak terpenuhi oleh vonis majelis hakim kemarin. Hukuman pertama itu, kecil 1 tahun 5 bulan. Lalu yang dua dibebaskan," katanya, dikutip dari NU Online, Sabtu (18/3/2023).

Alissa mempertanyakan upaya polisi lepas tanggung jawab dalam tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur yang menewaskan lebih dari 130 orang.

"Itu 130 nyawa yang hilang, siapa yang harus bertanggung jawab? Harus ada yang bertanggung jawab karena ini bukan bencana alam tapi bencana manusia. Buatan manusia berarti ada penanggung jawab pengelolaan situasi," tegasnya.

Alissa mengungkapkan dampak yang terjadi jika penegak hukum lolos dari tanggung jawab yang seharusnya dilakukan.

"Aparat penegak hukumnya merasa semakin kuat, ah apa pun yang terjadi kami enggak akan kenapa-kenapa kok. Jadi rasa tanggung jawab terhadap situasi kondisi itu kemudian bisa menjadi sangat kurang bagi aparat hukumnya, ketika tidak dimintai pertanggungjawaban," tutur Alissa Wahid.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Konsekuensi

Poster Keadilan untuk Tragedi Kanjuruhan Tutup Pos Polisi Kayutangan
Gambar dan tulisan tuntutan keadilan bagi korban tragedi Kanjuruhan di Pos Polisi Kayutangan Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin)

"Walaupun kita sadar tidak ada niat atau iktikad jahat, tapi ada yang bertanggung jawab dan harus menerima konsekuensi dari kelalaian dan kecerobohannya. Ini yang kemudian tidak terwakili dalam keputusan pengadilan," imbuhnya.

Alissa menilai kondisi yang terjadi pada masyarakat dampak dari vonis majelis terhadap terdakwa sudah mulai terlihat dari media sosial.

"Kalau dilihat dari media sosial saja pandangan warga itu sudah sangat miring. Banyak yang berkomentar sudah nggak ada, sudah tidak punya, sudah rendah, bukan semakin mengurangi lagi memang sudah minus," kata Alissa.

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian itu pun membeberkan sejumlah konsekuensi yang terjadi jika kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum berkurang, di antaranya masyarakat main hakim sendiri. Ia mencontohkan kasus penganiayaan yang dilakukan anak eks-pejabat pajak Mario Dandy kepada David Ozora.

"Nah ketika main hakim sendiri apalagi punya backingan dia tahu akan selamat seperti kasus Mario Dandy. Ini loh bentuk ketidakpercayaan hukum, demokrasi hanya bisa dengan nomokrasi," ucapnya.

Apabila penegakan hukum di negeri ini sudah tidak bisa dipercaya, kata Alissa, siapa lagi yang dapat dipercaya untuk menegakkan keadilan. "Dari rakyat hanya bisa dilaksanakan, diwujudkan kalau ada kedaulatan hukum, kalau ada kepercayaan kepada hukum," ucap Alissa. (Sumber:NU Online)

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya