Liputan6.com, Gunungkidul - Merebaknya wabah penyakit Lumpy Skin Deases (LSD) atau dikenal dengan penyakit Lato-Lato membuat sejumlah peternak di Gunungkidul resah. Penyakit yang menyerang kulit ini menjadi ancaman karena dapat menyebabkan penyakit akut atau sebakut.
Retno Widyastuti, Kabid Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul mengatakan penyakit tersebut memasuki Kabupaten Gunungkidul sejak Februari lalu. Hingga saat ini, wabah tersebut telah tersebar ke 17 kapanewon dari 18 Kapanewon di Gunungkidul.
Advertisement
Baca Juga
“Tinggal 1 kapanewon yang belum terdekteksi wabah ini, setidaknya ada 680 kasus yang ditangani sekarang,” kata Retno minggu (07/05/23) saat dihubungi.
Secara rinci Retno menyebut bahw, dari 680 kasus yang ditangani terdapat 4 ekor sapi mati dan sisanya masih dalam perawatan. Pihaknya saat ini masih berupaya mengendalikan penyakit LSD dengan berbagai cara.
Menurut Retno, temuan kasus terbanyak di Kapanewon Ngawen yakni terdapat 220 kasus. Sementara itu di Kapanewon Gedangsari ada 174 kasus dan di Kapanewon Gedangsari yang berbatasan dengan Kabupaten Klaten Jawa Tengah terdapat 174 kasus.
“Kalau yang lain itu seperti Nglipar ada 81 kasus, selebihnya bervariasi mulai dari 1 hingga 6 kasus dalam 1 kapanewon,” terangnya.
Saat ini, lanjut Retno, meski kasus LSD ada lonjakan tiap harinya yang dilaporkan ke Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul, namun stok obat masih tersedia. Meski demikian, pihaknya masih menunggu arahan dari pemerintah pusat terkait Vaksin.
“Kami terus lakukan pengawasan dan pendataan untuk menekan wabah ini, dan untuk vaksinasi kami masih menununggu instruksi dari pusat,” tuturnya.
Simak Video Pilihan Ini:
Pemicu Wabah LSD
Retno menambahkan, LSD tersebut disebabkan oleh Virus Lumpy Skin Disease yang merupakan DNA dari Genus Capripox virus atau Famili Poxviridae yang bersifat non zoonosis. Virus ini umumnya menyerang hewan seperti sapi dan kerbau.
Terkait penularannya, penyakit tersebut disebarkan melalui dua hal yaitu secara langsung maupun tak langsung. Secara langsung melaui serangga pengisap darah sebagai Vektor penyebaran penyakit, dan tidak langsung melalui peralatan yang terkontaminasi virus LSD.
Secara klinis, Retno menerangkan bahwa penyakit memiliki gejala terdapat lesi kulit berupa benjolan berukuran 1-7 cm pada daerah leher, kepala, kaki, ekor, dan ambing. Pada kasus yang berat tanda tanda tersebut dapat ditemukan menyeluruh pada bagian tubuh.
“Ada banyak lain gejala klinisnya, seperti demam tinggi, penurunan nafsu makan,ada leleran hidung dan mata, terjadi oedema pada kaki, menyebabkan abortus maupun anetrus dalam beberapa bulan, hingga penurunan produksi susu pada sapi perah. Yang terparah adalah kematian,” jelas Retno.
Untuk itu, pihaknya menghimbau agar para peternak khususnya hewan sapi di Gunungkidul dapat mengurangi resiko penularannya jengan menjaga kebersihan kandan dan sekitarnya. Selain itu, jika mendapati gejala gejala diatas untuk dapat melaporkan kepihak Dinas Kesehatan Hewan setempat.
“Warga kami minta untuk melaporkan jika ditemukan gejal LSD di sekitar wilayahnya untuk didata dan dilakukan penanganan secepatnya,” pungkasnya.
Advertisement