Makna Kepala Botak dan Warna Jubah Biksu

Salah satu ciri khas yang sering terlihat pada seorang biksu adalah kebotakan atau mencukur bersih rambut kepalanya.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 02 Jun 2023, 08:39 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2023, 08:38 WIB
Ritual Thudong Biksu Buddha
Sebanyak 32 Baksi itu akan berkumpul dengan ribuan Biksu lain dari seluruh dunia yang akan merayakan Trisuci Waisak pada tanggal 4 Juni 2023. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Magelang - Para biksu yang berjalan kaki atau thudong menempuh perjalanan sejauh 2.600 kilometer sudah sampai di Candi Borobudur. Salah satu ciri khas yang sering terlihat pada seorang biksu adalah kebotakan atau mencukur bersih rambut kepalanya.

Melansir dari berbagai sumber, kebotakan biksu ini merupakan simbol perjalanan spiritualnya. Biksu mencukur bersih rambut di kepalanya melambangkan pembebasan dari ikatan dunia material dan kehidupan duniawi. Tidak berambut juga melambangkan ketidakterikatan terhadap sesuatu. Membebaskan pikiran dari belenggu rambut serta menandai penghormatan terhadap kesederhanaan dan keheningan.

"Kalau tidak dicukur habis, nanti saat rambutnya tidak rapi, pasti akan merapikannya dan hal tersebut  seperti keterikatan," ujar Wakil Ketua Pengurus Harian TITD Liong Hok Bio Kota Magelang Gunawan, Kamis (1/6/2023).

Jubah biksu yang berwarna oranye juga memiliki makna tersendiri. Biasanya warna ini diterapkan dalam tradisi Theravada.

Oranye dipilih sebagai warna jubah biksu karena dianggap sebagai warna yang kurang menarik perhatian atau distraksi dunia luar. Warna ini dipilih juga untuk memberikan peringatan tentang kesederhanaan dan membedakan diri mereka, orang pada umumnya. Selain itu, warna tersebut dianggap melambangkan keheningan, kesalehan, dan semangat yang besar dalam praktik spiritual.

"Misalnya untuk biksu yang berasal dari Thailand, jubah mereka berwarna coklat lebih tua. Karena menyesuaikan dengan kondisi kehidupan hutan di sana," kata Gunawan.

 

Ajaran Buddha

Kehidupan seorang biksu sangat diatur oleh prinsip-prinsip dan tata tertib yang ketat. Mereka hidup dalam komunitas yang dikenal sebagai sangha, tempat mereka saling mendukung dan bekerja sama dalam praktik meditasi dan pencerahan.  Biksu bertujuan untuk mencapai nirwana, yaitu keadaan pembebasan dari penderitaan dan siklus kelahiran-kematian.

Dalam kesehariannya biksu menjalani ajaran Buddha. Ajaran Buddha memiliki empat kebenaran mulia dan delapan jalan mulia sebagai inti ajarannya.

Empat kebenaran mulia itu meliputi.

1. Kebenaran tentang Penderitaan (Dukkha)

Penderitaan adalah realitas yang ada dalam kehidupan manusia, termasuk penderitaan fisik, mental, dan emosional. Penderitaan terjadi karena adanya ketidakpuasan, ketidakstabilan, dan ketidakkekalan dalam dunia materi.

2. Kebenaran tentang Asal Mula Penderitaan (Samudaya)

Penderitaan berasal dari keinginan dan hasrat manusia yang tidak terpuaskan. Keinginan akan keinginan material, keinginan untuk menjadi, dan keinginan untuk tidak menjadi adalah beberapa contoh asal mula penderitaan.

3. Kebenaran tentang Akhir Penderitaan (Nirodha)

Ada kemungkinan untuk mengakhiri penderitaan dengan menghentikan dan membebaskan diri dari keinginan dan hasrat yang tidak terpuaskan. Pencapaian keadaan ini diistilahkan dengan nirwana. Nirwana merupakan keadaan pembebasan dan kebahagiaan yang abadi.

4. Kebenaran tentang Jalan Menuju Akhir Penderitaan (Magga)

Sementara delapan jalan mulia adalah jalan yang harus ditempuh untuk mencapai kebebasan dari penderitaan. Delapan Jalan Mulia terdiri dari pemahaman, pikiran, perkataan, tindakan, mata pencaharian, usaha, kesadaran, dan konsentrasi.

(Hermanto Asrori)

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya