Tuntutan Jaksa Dinilai Ringan, Korban Pengeroyokan di Demak Berjuang Cari Keadilan

Hadiyono (32), korban pengeroyokan dan penganiyaan hingga babak belur, sampai kini masih terus mencari keadilan.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 13 Okt 2023, 19:00 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2023, 19:00 WIB
ilustrasi muda mudi dianiaya
ilustrasi muda mudi dianiaya

Liputan6.com, Demak - Hadiyono (32), korban pengeroyokan dan penganiayaan hingga babak belur, kini terpaksa mati-matian berjuang mencari keadilan di meja hijau Pengadilan Negeri (PN) Demak, Jawa Tengah. Ia sangat berharap Majelis Hakim di PN setempat berlaku adil, mengganjar dua terdakwa yakni AR dan AB dengan hukuman setimpal atas perbuatannya.

Perjuangan mengharap keadilan yang dilakukan korban yang merupakan warga Desa Cangkring, Kecamatan Karanganyar, Demak ini, karena tuntutan yang dilontarkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di luar ekspetasi dirinya dan pihak kuasa hukumnya. Tuntutan JPU dinilai sangat ringan dan tak memenuhi unsur keadilan bagi korban.

Dalam perkara pelanggaran Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan penganiayaan, ancaman pidana kurungan terhadap pelaku maksimal 5 tahun penjara. Namun ternyata tuntutan JPU kepada dua terdakwa yakni sangat mengejutkan, hanya 1,3 tahun dipotong masa tahanan.

Luapan kekecewaan korban terungkap usai sidang kasus pengeroyokan yang menyebabkan luka ringan, luka berat dengan Nomor Perkara 176/Pid.B/2023/PN Demak, Rabu (11/10/2023). Kini ia mendesak majelis hakim di PN Demak yang menyidangkan perkara itu, bisa lebih adil memberikan vonis yang setimpal bagi kedua terdakwa.  

Perjuangan Hadiyono mencari keadilan, sebab para saksi menutupi kebenaran atas peristiwa yang terjadi saat dihadirkan majelis hakim dalam proses persidangan di PN Demak. Dua saksi tersebut membantah tidak sedang di lokasi kejadian saat kasus itu terjadi.

Dalam bukti rekaman video yang dimiliki korban, menguatkan dua saksi yakni Umi, mantan istri Hadi dan ibu Umi berada di lokasi kejadian. Hal itu menunjukan bahwa kedua saksi tidak jujur menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Kasus tersebut awalnya terjadi saat korban Hadiyono (32) bersama keponakan perempuannya N (16) pada 18 april 2023 lalu, berkeinginan menemui anak kandungnya perempuan berinisial A (4,5 tahun). Kala itu anaknya ang berada di rumah Umi mantan isteri Hadi, di Desa Lekang Kecamatan Gajah, sekitar pukul 20.00 malam.

"Saya sangat kangen dengan anak, dimana saat itu dalam suasana bulan Ramadan yang beberapa hari menjelang lebaran. Bersama keponakan saya, saya berniat mengajak anak jalan-jalan sambil membelikan sesuatu buat anak saya menjelang hari raya," ujar Hadi.

Namun Umi dengan berbagai alasan seakan tidak mengijinkan Hadi untuk menemui A (anaknya). Hadi sudah berusaha untuk membujuk Umi supaya dia dipertemukan A yang waktu itu di dalam rumah, namun belum berhasil.

"Sudah berusaha untuk membujuk, sampailah Umi mengatakan hak asuh anak ini yang berhak ya saya (Umi). Maka saya pribadi ndak terima, karena dulu sebelum surat cerai keluar, kami berdua pernah komitmen, meski sudah bercerai, hubungan saya dengan anak perempuan harus berjalan normal, jika mau bertemu pun jangan sampai dipersulit," papar Hadi.

Hadi melanjutkan, mendengar ada cek-cok di ruang tamu rumah Umi, datanglah AR (suami dari Umi yang sekarang) datang membela istrinya.

"Di ruang tamu itulah, saya dikeroyok AR dan AB, saudara Umi yang datang karena dihubungi mereka. Leher saya dipiting oleh AB dengan tangannya dan dipukuli hingga memar, hingga keesokan harinya 19 April 2023 memang saya laporkan kasus tersebut ke polisi," terang Hadi.

Akibat kejadian tersebut, ia sempat dijemput keponakannya yang lain dan dibawa ke rumah sakit. Ia harus menjalani rawat inap selama 3 hari. Hingga akhirnya korban melaporkan kasus yang menimpanya ke Polsek Karanganyar.   

Seiring berjalannya waktu, kasus tersebut sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Demak. Didang pertama dan kedua telah dilangsungkan di PN setempat, dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi dihadirkan oleh majelis hakim.

 

Pengacara Korban Minta Hakim Adil

Sementara itu, ditemui di Pengadilan Negeri Demak, Penasehat Hukum Hadi, Prima Sita Adityas SH mengaku menyesalkan ringannya tuntutan hukuman oleh JPU dalam kasus tersebut. Karena itu, ia mendesak Majelis Hakim PN Demak bisa berlaku adil dan menjatuhkan vonis yang setimpal kepada para terdakwa.

Padahal Prima melanjutkan, Hadi sebelum kejadian pertengkaran itu sempat menekan tombol rekaman video dari ponselnya dan dimasukkan ke celananya. Beruntungnya, rekaman video tersebut masih dalam keadaan posisi on, sehingga masih bisa merekam suasana keributan saat kejadian, meski hanya dalam bentuk suara.

Namun saat dihadirkan untuk didengarkan kesaksiannya di PN Demak, saksi Umi malah berusaha menutupi kebenaran yang ada. Saksi mengaku tak ada kata-kata apapun yang dilontarkan para terdakwa saat mereka mengeroyok Hadi mantan suaminya.

Prima menambahkan, dalam rekaman tersebut Hadi juga meminta pelaku AB untuk melepaskan tangan yang memiting lehernya. Kata-kata ‘mati kuwe’ berkonotasi jelas bahwa pelaku AB menghendaki agar Hadi mati.

"Jadi sangat amat kita sayangkan ketidak keterbukaan saksi terhadap majelis hakim, saya berharap semoga kedua pelaku dihukum dengan seberat beratnya," tegasnya.

Pengacara menilai bahwa kesaksian Umi atau istri saudara Aris mencoba menutupi kebenaran pada saat kejadian berlangsung. Sebab dalam penuturannya dari rekaman kejadian tersebut, ternyata jauh berbeda dengan apa yang saudari saksi Umi ungkapkan di PN Demak saat sidang pertama digelar.

“Saya harapkan rekaman video tersebut bisa jadi bahan pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara tersebut seadil-adilnya bagi korban,” pungkasnya. (Arief Pramono)  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya