Prediksi BMKG, Benarkah Musim Hujan di Yogyakarta Datang pada November 2023?

Melansir laman resmi BMKG, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyebutkan sejumlah fakta-fakta prediksi hujan pada November 2023, di antaranya:

oleh Switzy Sabandar diperbarui 03 Nov 2023, 07:00 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2023, 07:00 WIB
Musim Hujan.
Ilustrasi pria ketika sedang sakit di musim hujan. (Foto: Shutterstock)

Liputan6.com, Yogyakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim hujan akan mulai turun di Yogyakarta sekitar bulan November-Desember 2023. Puncaknya akan berlangsung pada Januari sampai bulan Februari 2024 mendatang.

Melansir laman resmi BMKG, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyebutkan sejumlah fakta-fakta prediksi hujan di bulan November 2023, di antaranya:

1. Musim kemarau datang lebih awal

Dari prediksi dan analisis BMKG, Dwikorita mengatakan, awal musim kemarau di Indonesia pada tahun 2023 datang lebih awal daripada normalnya, utamanya pada April sampai Juni tahun ini.

“Sebanyak 37,5 persen wilayah zona musim (ZOM) di Indonesia mengalami awal musim kemarau yang lebih awal dari perkiraan normal, sejalan dengan prediksi yang telah kami sampaikan pada Maret 2023," bebernya.

BMKG menekankan prediksi awal musim kemarau relatif akurat.Kendati masih ada wilayah yang belum mengalami musim kemarau, misalnya di Papua bagian utara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan sebagian wilayah Sumatera.

Adapun, faktor-faktor seperti El Nino yang aktif, IOD positif dan pengendali iklim lainnya memiliki peran sentral dalam membentuk situasi iklim di Indonesia.

"El Nino yang kami pantau sejak awal tahun 2023, memiliki potensi untuk menghasilkan iklim kering, terutama setelah Juni-Juli-Agustus 2023, dengan durasi yang relatif pendek, sekitar 5-7 bulan," jelas dia.

2. Variasi dalam awal musim hujan

Dwikorita Karnawati melihat ada variasi dalam awal musim hujan di Indonesia. Ia merunut berdasarkan data historis sebagai pembanding pada tahun 1991-2020.

BMKG memprediksi awal musim hujan 2023/2024 idealnya akan terjadi pada bulan Oktober-Desember 2023, sebanyak 477 Zona Musim (ZOM) atau 68,2 persen. Kemudian, puncaknya akan tiba sekitar Januari 2024, sebanyak 385 ZOM (55,1 persen).

Dwikorita menambahkan, awal musim hujan 2023/2024 pada 699 Zona Musim (ZOM) di Indonesia diprediksikan mundur sebanyak 446 ZOM (64 persen), sama 56 ZOM (8 persen), dan maju 22 ZOM (3 persen).

Kemudian 50 ZOM (7 persen) sudah masuk musim hujan, 12 ZOM (2 persen) dengan musim hujan sepanjang 2023, dan 113 ZOM (16 persen) dengan tipe 1 musim sepanjang tahun.

Sifat hujan pada periode Musim Hujan 2023/2024 diprakirakan normal 566 ZOM (80,9 persen), atas normal sebanyak 69 ZOM (9,9 persen), dan bawah normal 64 ZOM (9,2 persen).

Cuaca Ekstrem

3. Saat masa peralihan berpotensi bakal ada cuaca ekstrem

BMKG mewanti-wanti kepada masyarakat untuk terus waspada dengan potensi cuaca ekstrem yang diprediksi saat masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.

"Cuaca ekstrem berpotensi besar terjadi selama musim peralihan. Mulai dari hujan lebat disertai petir dan angin kencang serta hujan es," beber Dwikorita Karnawati.

Untuk itu, BMKG mengimbau pemerintah daerah, instansi terkait, dan masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan bencana hidrometeorologis.

"Penting untuk mengedukasi masyarakat tentang cara menghadapi risiko bencana dan menggunakan informasi ini sebagai panduan dalam menyusun rencana aksi dini guna mengurangi kerugian yang mungkin terjadi akibat bencana hidrometeorologis," tukas Dwikorita.

4. Variasi arah angin yang bertiup

Selanjutnya, arah angin yang bertiup sangat bervarasi. Ini menyebabkan kondisi cuaca bisa dengan spontan berubah dari panas ke hujan atau sebaliknya.

Tapi, secara umum biasanya cuaca di pagi hari cerah, kemudian siang hari mulai tumbuh awan, dan hujan menjelang sore hari atau malam.

Kemudian awan Cumulonimbus (CB) biasanya tumbuh disaat pagi menjelang siang, bentuknya seperti bunga kol, warnanya ke abu-abuan dengan tepian yang jelas.

Saat sore hari, awan itu akan berubah menjadi lebih gelap dan berpotensi hujan, petir, hingga angin.

"Curah hujan dapat menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir bandang dan tanah longsor. Karenanya, kepada masyarakat yang tinggal di daerah perbukitan yang rawan longsor, kami mengimbau untuk waspada dan berhati-hati," ucapnya.

 

Penulis: Taufiq Syarifudin

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya