Liputan6.com, Kendari - Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Gakkum LHK Sulawesi, menangkap seorang Ketua tim relawan pemenangan Barisan Relawan Tangguh Baret Prabowo Sulawesi Tenggara. Pria tersebut diketahui bernama Anugrah Anca (26), seorang komisaris PT AG, perusahaan tambang nikel di wilayah Pomalaa Kabupaten Kolaka.
Bersama Anugrah, Gakkum LHK juga menangkap seorang pria berinisial LM (28). Dia berstatus sebagai direktur perusahaan PT AG.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun menyatakan, awal penangkapan saat pihaknya mendapat laporan adanya aktivitas penambangan nikel ilegal diduga tanpa memiliki izin.
Advertisement
Selanjutnya, Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi membentuk tim lalu menuju ke lokasi. Saat di lokasi, Tim Operasi Penyelamatan SDA menemukan adanya kegiatan penambangan dengan menggunakan alat berat excavator.
Lalu, Gakkum LHK mengamankan barang bukti tersebut. Pihak Gakkum juga meminta keterangan operator excavator, Pengawas Lapangan dan Kepala Dusun II Lowani Desa Oko-Oko Kabupaten Kolaka.
"Kami juga melakukan pemasangan plang segel Penghentian Pelanggaran Tertentu di lokasi penambangan illegal seluas 23,84 hektare," ujar Aswin Bangun dalam rilisnya, Senin (13/11/2023).
Pihak Gakkum selanjutnya, mengangkut dan mengamankan barang bukti berupa 17 (tujuh belas) unit alat berat excavator. Selanjutnya, excavator ini dititipkan di Rupbasan Kelas I Kendari.
Kemudian, penyidik Gakkum memeriksa MA (39 th). Doa berposisi sebagai Pengawas Lapangan (Grid Kontrol). Dari MA diketahui, kegiatan penambangan sudah dilakukan sejak tahun 2022.
"Penanggung jawab kegiatan penambangan tersebut adalah LM (28) Direktur PT AG, sedangkan AA (26) Komisaris PT AG diduga turut serta terlibat membantu kegiatan pertambangan tersebut," ujar Aswin.
Kata dia, keduanya telah menambang tanpa dilengkapi Izin Usaha Penambangan (IUP), Perizinan Berusaha Bidang Lingkungan Hidup dan Dokumen Lingkungan Hidup (Amdal).
Sementara itu, Plt Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Sustyo Iriyono, menegaskan akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya pelaku lain. Dia memastikan, pihaknya sudah mendapatkan perintah dari Dirjen Gakkum KLHK terkait adanya dugaan TPPU dan Penyidikan bersama dalam penanganan kasus tambang ilegal ini.
"Kami akan segera berkoordinasi dengan penyidik-penyidik lainnya, sehingga para pelaku dapat dihukum seberat-beratnya agar ada efek jera,ātegas Sustyo.
Sustyo menjelaskan, Gakkum KLHK selama beberapa tahun telah melakukan 2.016 operasi pengamanan hutan, pembalakan liar dan TSL. Pihaknya juga sudah membawa 1.449 kasus ke pengadilan dan saat ini berstatus P-21.
Dirjen Gakkum LHK Turun Tangan
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani hadir di Sultra saat Gakkum Sulawesi merilis penangkapan kedua tersangka. Dia menyatakan, penindakan tegas harus dilakukan kepada kedua tersangka. Menurutnya, Kedua tersangka mencari keuntungan finansial dengan mengorbankan lingkungan hidup serta merugikan negara.
"Apa yang dilakukan kedua tersangka ini merupakan kejahatan serius. Kami akan menindak kedua tersangka dengan pidana berlapis." ujar Rasio Sani.
Rasio Sani menambahkan, sudah memerintahkan penyidik terkait penanganan kedua tersangka, disamping pidana pokok berupa pidana penjara dan denda sebagaimana Pasal 98 UU PPLH, juga ada dilakukan penyidikan kejahatan korporasinya serta pengenaan pidana tambahan.
Sesuai dengan Pasal 119 UU PPLH bahwa terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa: Perampasan Keuntungan dan Perbaikan Akibat Tindak Pidana, dalam hal ini pemulihan lingkungan.
Dalam kasus ini, penyidik menjerat kedua Tersangka dengan Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Disamping itu, terhadap kedua tersangka dan pihak lain yang terlibat harus dilakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh karena Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Tindak Pidana Kehutanan merupakan Tindak Pidana Asal dari TPPU sebagai Pasal 2 ayat 1 huruf w dan huruf x UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU). Ancaman pidana TPPU sebagaimana Pasal 3 UU PPTPPU adalah pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)ā. Pengenaan pidana tambahan bagi korporasi berupa perampasan aset untuk negara dilakukan sebagaimana Pasal 7 UU PPTPPU.
Penyidikan TPPU akan dilakukan mengingat saat ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KLHK sebagai penyidik tindak pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mendapatkan kewenangan untuk melakukan Penyidikan TPPUberdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 15/PUU-XIX/2021. Untuk percepatan dan penguatan Penyidik TPPU dari Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Tanggal 11 Mei 2023telah dibentuk Tim Gabungan KLHK dan PPATK untuk Penyidikan Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uangpada Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tambah Rasio Sani.
Ā
Advertisement
Anugrah Anca Pimpin Baret Prabowo Sultra
Diketahui, salah satu tersangka berstatus Ketua Barisan Relawan Tangguh (Baret) Prabowo Sulawesi Tenggara. Hal ini, dibenarkan Ketua Panitia Deklarasi Baret Sultra, Rendi Tabara.
"Kalau ketua Baret Sultra, Anugrah," ujar rendi, Senin (13/11/2023) saat dikonfirmasi wartawan.
Dia mengatakan, deklarasi Baret Prabowo Sulawesi Tenggara tetap akan berjalan tanpa penundaan. Rencananya, deklarasi akan dilaksanakan sesuai pada 18 November 2023.
"Deklarasi sesuai rencana awal, Terkait penahanan beliau (Anugrah Anca) di luar kapasitas saya," tutupnya.