Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Universitas Trisakti Ali Ridho menyatakan publik dapat menggugat Rancangan Peraturan Pemerintah atau RPP Kesehatan kepada Mahkamah Agung bila memang terdapat aspek yang belum dipenuhi selama proses perancangan. Gugatan ini dapat berujung pada pembatalan PP Kesehatan.
"Suatu peraturan di bawah undang-undang, seperti PP, dapat dibatalkan atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Makna bertentangan ini, bisa meliputi aspek formil dan materiil peraturannya," kata Ali kepada media.
Ali menjelaskan dalam konteks formil, keterlibatan masyarakat atau ketiadaan partisipasi publik dalam proses pembuatannya merupakan aspek yang perlu digarisbawahi. Sementara, isi atau substansi peraturan juga berperan penting dalam aspek materiil. Kedua aspek ini merupakan komponen utama yang harus dipertimbangkan dalam melakukan gugatan.
Advertisement
Baca Juga
"Jika tidak dilakukan partisipasi dalam pembentukan PP tentang Kesehatan, maka PP tersebut masuk kategori peraturan yang tidak diproses melalui prosedur yang baik sehingga dapat diuji ke Mahkamah Agung untuk dibatalkan," kata Ali.
Pada Agustus 2023 (30/8), Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Yahya Zaini, telah memperingatkan Kementerian Kesehatan agar tidak bermain-main dengan partisipasi publik. Bila partisipasi publik sangat minim, maka itu bisa menjadi syarat diperbolehkannya judicial review.
"Jadi, kalau meaningful (partisipasi) ini kurang, maka ini ada peluang bagi masyarakat untuk mengadukan ke Mahkamah Agung," kata Yahya Zaini pada Rapat Dengar Pendapat dengan Kemenkes (30/8).
Ekosistem Tembakau Merasa Dipaksa
RPP Kesehatan merupakan aturan turunan dari UU No. 17 tentang Kesehatan. RPP Kesehatan diketahui juga mengatur kontrol dan pengendalian produk tembakau. Saat ini, beberapa pihak merasa proses penyusunan RPP Kesehatan belum mewakili semua pihak. Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji mengatakan bahwa dirinya tidak dilibatkan dalam penyusunan draf RPP Kesehatan terkait pengendalian zat adiktif.
"Bagi petani, RPP kesehatan ini adalah awan gelap atau gelombang mematikan ekonomi pertembakauan. Dan, selama penyusunan RPP ini petani sangat minim diminta masukan. RPP ini seolah dipaksakan agar disetujui semua unsur," kata Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji (22/11).
Agus berharap pemerintah bersedia untuk membongkar ulang RPP Kesehatan dan memperhatikan nasib para petani. Ia menyatakan bahwa petani mempunyai hak untuk terlibat dalam penyusunan RPP Kesehatan
Advertisement