Liputan6.com, Karanganyar - Tradisi menjelang bulan ramadan sudah menjadi kebiasaan warga masyarakat khususnya di Pulau Jawa, terdapat banyak tradisi yang sering dilakukan di lingkungan masyarakat.
Salah satunya yang dilakukan Desa Beji, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa tengah (Jateng), di mana setiap tahunnya warga masyarakatnya tidak pernah absen menggelar acara 'Rasulan Beji Nyawiji'.
Sejak pukul 12 siang pada hari Sabtu 9 Maret 2024 dalam penanggalan Jawa tepat hari Sabtu Kliwon seluruh warga masyarakat dari 2 RW dengan jumlah 393 kepala keluarga tersebut berbondong-bondong mendatangi lokasi acara rasulan atau ruwahan digelar. Tema Rasulan Beji Nyawiji kali ini adalah 'Sewu Ingkung Fest' (seribu ingkung fest).Â
Advertisement
Baca Juga
Mereka membawa ayam ingkung yang sudah dimasak dengan cara direbus dengan bumbu rempah-rempah bercita rasa gurih, manis dan sedikit pedas. Ayam ingkung dibawa menggunakan tenggok atau wadah yang terbuat dari anyaman bambu, ada juga yang mmebawa tampah wadah lebar yang dibuat juga dari anyaman bambu.
Makan Ayam Ingkung Bersama
Ayam ingkung di bawa dari rumah masing-masing penduduk bersama nasi, sayur urapan, dan aneka jenis kudapan ringan khas jaman dahulu yang masih dilestarikan setiap perayaan ini. Salah satunya kue apem yang dibungkus daun nangka, dan aneka cemilan jadul lainnya. Tak hanya itu, acara ruwahan tersebut menjadi ajang kumpul dan makan ingkung bersama seluruh desa di tiap tahunnya.
Jumadi koordinator Lingkungan Beji mengatakan sebelum acara makan bersama semua makanan yang dibawa dari rumah penduduk didoakan oleh para sesepuh desa. ritual dilakukan di sebuah pohon keramat di desa tersebut, sementara masyarakat duduk bersama-sama di atas tikar di sekitar pohon sambil menunggu ritual yang dijalani selesai.
Menariknya, tradisi makan ingkung bersama sebelum bisa dinikmati para sesepuh atau perwakilan dari Desa Beji melakukan ritual dengan berkeliling mengitari pohon tersebut sebanyak 3 kali membawa air badek.
Advertisement
Bersih Desa
Ketika ritual selesai, masyarakat sudah diperbolehkan untuk makan bersama ditempat. "Acara Warasul atau bersih Desa Beji berjalan tiap tahun pada bulan Ruwah atau Sa'ban. Ini juga dilakukan seluruh desa di wilayah Tawangmangu, Punden Candi, dan termasuk di lingkungan Beji," kata Jumadi kepada Liputan6.com, Senin (11/3/2024).
Jumadi melanjutkan tradisi tersebut sudah ada turun temurun sejak dahulu, bahkan ketika dirinya lahir para pendahulunya sudah melakukan tradisi Rasulan pada setiap menjelang Bulan Suci Ramadan. Ia mengaku, ada berbagai rangkaian yang dilakukan masyarakat ketika mereka menggelar Rasulan.
Menurut dia, rangkaian ritual yang yang dijalani masyarakat adalah upacara tasyakuran bersama (makan bersama setelah makanannnya didoain), lalu tasyarakuran ecekan, kemudian tradisi ledekan yang mengambil aspirasi dari semua masyarakat Beji.
"Ledekan adalah penyampaian nazar lewat tradisi ini, selanjutnya pada malam harinya tradisi badutan, larangan dan juga tayuban. Upacara tradisi ini untuk mendoakan semua Adi Luhur yang sudah mendahului kita," ungkap Jumadi.
Rasa Syukur pada Tuhan
Tradisi itu ia ketahui dari para pendahulunya sudah dilakukan sudah sejak sejak jalam dahulu, warga masyarakat Beji hanya meneruskan tradisi yang sudah dilakukan oleh nenek moyang mereka. Meski memegang adat dan tradisi, mereka tetap tidak melupakan tujuan utama mereka menggelar tradisi Rasulan tersebut untuk bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan kepada warga di sana.
"ita tidak bisa merubah apa yang sudah menjadi adat kebiasaan pendahulu kita seperti saya dan anak-anak muda semua menjalankan tradisi Rasulan karena Allah SWT," ujar dia.
Sementara itu, Feby dan Nanang dua di antara generasi muda di Desa Beji mengaku senang menjalani ritual busaya Rasulan Desa Beji. menurut mereka tanpa ada paksaan dari orang tua mereka tetap menjaga tradisi yang tidak ingin hilang ditelan jaman. Momentum Rasulan Beji Nyawiji juga menjadi ajang kumpul warga satu kampung, bahkan untuk warga yang kerja di luar kota.
"Senang-senang aja bisa memngikuti Rasulan di desa kami, bisa berkumpul dengan teman sekampung yang kerja di luar kota. Namanya tradisi ya dijalani saja jangan sampai hilang kalau bisa terus diteruskan sampai anak-anak kami," kata Feby yang diaminkan oleh Nanang.
Advertisement