Liputan6.com, Pekanbaru - Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau Muflihun kembali diminta keterangan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau. Status pria disapa Bang Uun itu masih saksi meskipun sudah berulang kali diminta keterangan dalam dugaan korupsi surat perintah perjalanan dinas (SPPD).
SPPD di DPRD Riau yang diusut Polda Riau adalah tahun anggaran 2020-2021. Ada indikasi terjadi SPPD fiktif, di mana penyidik mengklaim menemukan ribuan surat pertanggungjawaban dan puluhan ribu tiket pesawat fiktif.
Advertisement
Baca Juga
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Nasriadi menjelaskan, selain meminta keterangan saksi penyidik juga tengah menunggu perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Pemeriksaan mantan Penjabat Wali Kota Pekanbaru pada 19 Agustus 2024 berlangsung sejak pukul 09.30 WIB hingga 16.00 WIB. Ada 45 pertanyaan diajukan penyidik, semuanya dijawab.
"Sekitar pukul 16.00 WIB, saksi memohon untuk menghentikan pemeriksaan sebagai saksi dengan alasan akan ke Jakarta untuk mengurus rekomendasi terkait pencalonan dirinya selaku Wali Kota Pekanbaru," jelas Nasriadi, Selasa siang, 20 Agustus 2024.
Nasriadi menerangkan, materi pemeriksaan berkaitan dengan penandatanganan 58 nota pencairan dana (NPD) dan kwitansi panjar yang kegiatan dikelola oleh Edwin selaku Kasubag Verifikasi SPJ dan petugas input buku kas umum.
"Berdasarkan pengakuan Edwin, pembuatan NPD dan kwitansi panjar berdasarkan perintah saksi Muflihun," kata Nasriadi.
Awalnya, tambah Nasriadi, Muflihun membantah memerintahkan pembuatan NPD yang disampaikan Edwin. Namun setelah dihadapkan bukti oleh penyidik berupa perintah melalui chating WhatsApp, Muflihun tidak bisa mengelak lagi.
"Akhirnya mengaku memerintahkan Edwin membuat beberapa NPD dan kwitansi panjar," sebut Nasriadi.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tidak Sesuai Tugas
Menurut Nasriadi, penyidik juga menanyakan perihal pembuatan salah satu NPD dengan nilai Rp500 juta. Uang itu diserahkan kepada saksi Arif tapi aliran dananya masih didalami.
"Saudara Arif sedang menderita sakit jantung di Yogyakarta," kata Nasriadi.
Nasriadi menegaskan, saksi Edwin berdasarkan tugas pokok serta fungsinya tidak memiliki kewenangan mengelola perjalanan dinas luar daerah. Sesuai jabatan, Edwin hanya bertugas melakukan verifikasi dokumen keuangan.
Temuan penyidik, sebagian besar NPD yang diduga dibuat Edwin tidak dilengkapi dengan surat pertanggungjawaban. Tanpa surat, uang perjalanannya dinas diambil oleh Edwin.
"Semua dilakukan atas perintah saksi Muflihun sebagai Sekwan," ucap Nasriadi.
Nasriadi menyebut ada Rp19 miliar kegiatan perjalanan dinas diduga fiktif yang dibuat Edwin atas perintah atasannya. Seluruhnya tidak dilengkapi dokumen pertangungjawaban.
"Jumlah itu meliputi tiket, bill hotel dan bukti pengeluaran lainnya, jumlahnya lebih kurang Rp19 miliar," tegas Nasriadi.
Advertisement