Menilik dari Dekat Peristiwa Tewasnya 7 Pemuda di Kali Bekasi

Sejauh mana kepolisian dapat merangkul para remaja dengan tindakan humanis. Hal ini diyakini dapat mengurai rasa takut remaja terhadap polisi, sehingga mereka lebih merasa nyaman.

oleh Bam Sinulingga diperbarui 25 Sep 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2024, 13:00 WIB
Komisi III DPR RI ke TKP  tewasnya 7 remaja di Kali Bekasi.
Komisi III DPR RI ke TKP tewasnya 7 remaja di Kali Bekasi.

Liputan6.com, Bekasi - Kasus tewasnya 7 remaja di Kali Bekasi, Jawa Barat, yang diduga hendak tawuran, ramai disorot hingga menjadi isu nasional. Komisi III DPR RI sampai menyambangi lokasi untuk mengetahui peristiwa yang sebenarnya.

Mengingat jumlah korban yang cukup banyak, beragam asumsi publik pun mulai bermunculan. Hingga akhirnya timbul pertanyaan publik, apakah para remaja tersebut benar-benar menceburkan diri atau sengaja diceburkan oleh petugas patroli.

Inilah yang ingin dipastikan jajaran Komisi III DPR RI, di antaranya Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, Arteria Dahlan, Nazaruddin Dek Gam, Habib Aboe Bakar Al Habsyi, Heru Widodo, dan I Wayan Sudirta.

Rombongan datang menumpang tiga bus dan kendaraan roda empat. Terjun langsung ke TKP, mereka berharap mendapat jawaban meyakinkan tentang kebenaran dari peristiwa tragis di sepanjang sejarah tawuran di Kota Bekasi tersebut.

"Hari ini kami komisi III DPR dalam konteks kunjungan spesifik ya Pak Kapolres, intinya kami disini kami ingin lebih tahu kejadian yang sebenarnya," ujar Habiburokhman, Selasa (24/9/2024).

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menegaskan, perlu ada kejelasan dan transparansi atas kasus yang sangat miris ini. Hal ini untuk menghindari berbagai asumsi liar yang bisa menggiring opini publik. Terlebih ini menyangkut nama baik institusi Polri.

"Kami perlu melihat langsung situasi di sini seperti apa, sehingga tidak timbul asumsi-asumsi, tuduhan-tuduhan yang tidak pas," tandasnya.

Sementara tokoh perempuan dan anak Kota Bekasi, Nyimas Sakuntala Dewi ikut menyoroti kasus ini. Mengaku prihatin dengan masih maraknya aksi tawuran di era kemajuan digitalisasi saat ini.

Menurutnya, aksi tawuran khususnya di kalangan remaja, semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini sepatutnya menjadi perhatian seluruh pihak yang terlibat dalam pendidikan dan pengawasan. Dalam hal ini peran guru disebut sangat sentral untuk memberikan pemahaman tentang dampak tawuran.

Kemudian, lanjut Sakuntala, hal ini juga ditentukan dari sejauh mana kepolisian dapat merangkul para remaja dengan tindakan humanis. Hal ini diyakini dapat mengurai rasa takut remaja terhadap polisi, sehingga mereka lebih merasa nyaman.

"Karena mereka (tujuh remaja) bisa terjun ke kali juga karena rasa takut terhadap polisi. Walaupun mungkin petugas tidak untuk menakuti, tetapi yang namanya anak remaja mungkin merasa takut karena tidak adanya sosialisasi, pendekatan secara persuasif. Seperti begini, polisi adalah sahabat kami, nah itu bisa diterapkan," paparnya.

"Nah, anak-anak muda yang tawuran ini bisa dijadikan duta, sehingga memberikan kesadaran kepada mereka. Ada perbedaan ketika polisi bisa menerapkan ketegasan dan kedisiplinan terhadap anak-anak ini. Bisa menyosialisasikan masalah hukum, bahwa tawuran itu hukumnya seperti ini loh. Walaupun di bawah umur, tapi hukuman itu bisa terjadi," jelasnya.

Ia juga menyoroti kedatangan Komisi III DPR RI ke lokasi kejadian. Menurutnya, sebagai pemilik kewenangan dalam hal pengawasan, anggota dewan sepatutnya bisa lebih concern terhadap masa depan pendidikan, salah satunya upaya pencegahan tawuran.

"Artinya alangkah baiknya para anggota dewan ini benar-benar bekerja. Jangan setelah ada korban, baru bertindak, itu kan sangat disayangkan. Jadi jangan hanya datang tiga bus, tapi tidak memberikan solusi, bagaimana tawuran itu tidak terjadi," tegasnya.

Karena itu, ia meminta kepada seluruh stakeholder terkait, mulai dari guru, kepolisian, anggota dewan hingga Menteri Pendidikan dapat berkolaborasi untuk menekan angka tawuran dan mencegahnya kembali meningkat.

"Ini lah yang menjadi PR, terutama anggota dewan, polisi, guru dan Mendikbud agar bisa bekerja menjadi suatu lingkaran untuk masalah anak remaja, karena mereka adalah aset bangsa. Bagaimana kita mau mencapai Indonesia Emas apabila remaja ini tidak bisa seperti yang kita harapkan," imbuhnya.

Diketahui, penemuan jasad tujuh remaja yang mengambang di Kali Bekasi, Jatiasih, Minggu, 22 September 2024, menggegerkan publik. Jasad tersebut awalnya ditemukan oleh warga yang sedang mencari kucing di pinggir kali.

Video temuan jasad tersebut, langsung viral dibagikan di grup-grup WhatsApp. Seluruh remaja disebutkan masih berusia belasan tahun dan sama-sama mengenakan jaket hitam. Usai dievakuasi, jasad ketujuh remaja dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk kepentingan autopsi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya