Liputan6.com, Lampung - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung, diwakili oleh Inspektur Provinsi Fredy, mengikuti rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah secara virtual, pada Rabu (9/10/2024). Kegiatan ini berlangsung di Ruang Command Center, Lantai II, Dinas Kominfotik Provinsi Lampung.
Plt. Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tomsi Tohir, dalam rapat tersebut menekankan pentingnya perhatian pemerintah daerah terhadap perkembangan inflasi di wilayah masing-masing.
Baca Juga
“Kami berharap sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, setiap daerah dapat mengkritisi kondisi inflasinya, melakukan koordinasi, dan melaksanakan aksi di lapangan. Hasil yang telah dicapai harus terus diupayakan untuk dipertahankan,” ujar Tomsi.
Advertisement
Kemudian, Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan bahwa BPS menjaga independensinya dalam penghitungan inflasi tanpa intervensi dari pihak manapun. Ia juga menjamin kualitas data yang dipublikasikan oleh BPS.
“Kami selalu menggunakan metodologi standar internasional dalam menghitung inflasi dan menjamin kualitas hasil data yang disediakan. Tidak hanya data inflasi, tetapi semua angka yang kami keluarkan harus dipastikan kualitasnya terjamin,” ungkap Amalia.
Dalam kesempatan tersebut, Amalia juga mengumumkan bahwa pada bulan September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12%. Inflasi secara tahunan (year-on-year) tercatat sebesar 1,84%, sementara inflasi tahun kalender mencapai 0,74%.
Menurut Amalia, komponen yang berkontribusi terhadap deflasi terbesar berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta kelompok transportasi.
“Deflasi ini dipicu oleh penurunan harga komoditas seperti cabai merah, cabai rawit, daging ayam ras, dan telur ayam ras, serta penurunan harga BBM nonsubsidi yang mengikuti harga minyak internasional,” ungkapnya.
Amalia menambahkan bahwa dari pengamatan BPS, 24 provinsi di Indonesia mengalami deflasi pada September 2024, sedangkan 14 provinsi lainnya mencatatkan inflasi.
"Deflasi pada September ini juga tercatat sebagai yang terdalam dalam lima tahun terakhir, disebabkan oleh penurunan harga komoditas bergejolak," tutupnya.