Ketika Marga Huang Memilih Yogyakarta, Lebih dari Sekadar Reuni Keluarga

Ini seperti pertemuan dua filosofi yang saling melengkapi, nilai-nilai keluarga dalam budaya Tionghoa bertemu dengan konsep harmoni dalam budaya Jawa. Kehadiran 1.800 peserta dari berbagai negara juga membawa dampak positif bagi pariwisata lokal.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 22 Nov 2024, 00:00 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2024, 00:00 WIB
Ilustrasi Jalan Malioboro, Yogyakarta
Ilustrasi Jalan Malioboro, Yogyakarta. (Photo by Agto Nugroho on Unsplash)

Liputan6.com, Yogyakarta - Bayangkan 1.800 orang dari 20 negara berbeda berkumpul di satu tempat. Mereka berbagi cerita dalam bahasa yang berbeda-beda, namun terikat oleh satu nama keluarga, Huang. Di Yogyakarta (17/11), pertemuan ini bukan sekadar reuni keluarga biasa, tapi juga menjadi bukti bahwa nilai-nilai tradisional masih relevan di era global.

Melansir dari jogjaprov.go.id, pemilihan Yogyakarta sebagai tuan rumah World Huang Family Conference bukan tanpa alasan mendalam. Setelah Jakarta, Surabaya, dan Medan, kota budaya ini dipilih justru karena karakternya yang berbeda.

Di tengah hiruk pikuk modernisasi, Yogyakarta masih teguh menjaga warisan budayanya, sesuatu yang sangat dihargai dalam tradisi keluarga Tionghoa. Antusiasme para peserta yang datang lebih awal menunjukkan sesuatu yang unik. Mereka tidak hanya datang untuk konferensi, tapi juga jatuh cinta dengan pesona Yogyakarta.

Beberapa peserta bahkan tiba dua hari sebelum acara, membuktikan bahwa daya tarik kota ini melampaui agenda formal pertemuan. Di balik pertemuan akbar ini, tersimpan cerita menarik tentang bagaimana sebuah marga Tionghoa memilih kota dengan nilai Jawa yang kental sebagai tempat berkumpul.

Ini seperti pertemuan dua filosofi yang saling melengkapi, nilai-nilai keluarga dalam budaya Tionghoa bertemu dengan konsep harmoni dalam budaya Jawa. Kehadiran 1.800 peserta dari berbagai negara juga membawa dampak positif bagi pariwisata lokal.

Para tamu dari China, Thailand, Amerika Serikat, Malaysia, dan Taiwan ini tidak hanya membawa devisa, tapi juga menjadi duta tidak resmi yang akan menceritakan keindahan Yogyakarta di negara mereka masing-masing. Dukungan Sri Sultan Hamengku Buwono X terhadap acara ini juga menggambarkan keterbukaan Yogyakarta dalam menerima keragaman.

Sebuah contoh nyata bagaimana nilai-nilai tradisional tidak menghalangi terciptanya hubungan lintas budaya yang harmonis. World Huang Family Conference di Yogyakarta telah membuktikan bahwa nilai-nilai tradisional, baik dari budaya Tionghoa maupun Jawa, dapat menjadi fondasi kokoh dalam membangun jembatan persaudaraan global.

Pertemuan 1.800 anggota keluarga Huang dari 20 negara di kota budaya ini bukan hanya menghadirkan dampak positif bagi sektor pariwisata, tetapi juga menjadi simbol indah bagaimana sebuah kota yang kuat memegang tradisi dapat menjadi tempat berkumpulnya keragaman global - menunjukkan bahwa dalam dunia yang semakin modern, nilai-nilai keluarga, tradisi, dan keterbukaan justru menjadi magnet yang mempersatukan orang-orang dari berbagai penjuru dunia.

 

Penulis: Ade Yofi Faidzun

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya