Liputan6.com, Yogyakarta - Ritual Labuhan menjadi puncak peringatan Tingalan Jumenengan Dalem ke-36 Sri Sultan Hamengku Buwono X di Keraton Yogyakarta. Prosesi ini dilaksanakan di tiga lokasi yang diyakini memiliki keterkaitan spiritual dengan Keraton Yogyakarta, yakni Parangkusumo, Gunung Merapi, dan Gunung Lawu.
Labuhan berasal dari kata dalam bahasa Jawa labuh yang berarti persembahan. Ritual ini telah dilakukan secara turun temurun sejak masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I sebagai wujud syukur dan permohonan keselamatan bagi Sultan dan seluruh kawula Keraton Yogyakarta.
Advertisement
Mengutip dari akun Instagram @jogjaviral, rangkaian Labuhan dimulai di Pantai Parangkusumo yang terletak sekitar 25 kilometer selatan Keraton Yogyakarta. Di lokasi ini, utusan keraton membawa sesaji khusus yang akan dipersembahkan kepada penguasa Laut Selatan.
Advertisement
Baca Juga
Prosesi dilakukan di Cepuri Parangkusumo. Tempat ini merupakan sebuah petilasan yang diyakini sebagai tempat pertemuan pertama antara Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul.
Keesokan harinya, ritual Labuhan dilanjutkan di Gunung Merapi melalui Petilasan Srimanganti. Lokasi ini dipilih karena Gunung Merapi dipercaya sebagai salah satu poros spiritual Keraton Yogyakarta selain Laut Selatan.
Sesaji khusus dipersembahkan sebagai bentuk penghormatan sekaligus permohonan perlindungan dari bencana yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas gunung berapi teraktif di Indonesia ini. Bersamaan dengan Labuhan Merapi, prosesi serupa juga dilakukan di Gunung Lawu.
Meski bersifat tertutup, ritual di Hargo Dalem ini tak kalah penting dalam rangkaian Labuhan. Gunung Lawu yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur diyakini memiliki keterkaitan spiritual dengan leluhur Keraton Yogyakarta.
Setiap lokasi Labuhan memiliki makna filosofis yang berbeda. Parangkusumo melambangkan hubungan spiritual dengan kekuatan Laut Selatan.
Merapi mewakili elemen api dan bumi, sementara Lawu merepresentasikan kedamaian dan kebijaksanaan. Ketiga lokasi ini membentuk garis imajiner yang dalam konsep Jawa disebut sebagai sumbu spiritual.
Meski zaman telah berubah, Keraton Yogyakarta tetap melestarikan ritual Labuhan sebagai bentuk pelestarian warisan budaya. Prosesi ini juga mencerminkan harmonisasi antara manusia dengan alam.
Penulis: Ade Yofi Faidzun